Melihat Lebih Dekat Aktivitas Relawan Pemantau Merapi
A
A
A
KLATEN - "Puncak Merapi terpantau cukup jelas, asap putih dengan tekanan rendah tampak keluar dari puncak gunung. Sedangkan kecepatan angin normal ke arah utara, tidak terdengar dentuman dari mulut gunung. Demikian yang bisa dilaporkan dari pos pemantauan Gunung Merapi Induk Balerante, Kemalang, Klaten," ucap Darwono, Relawan Pemantau Visual Merapi, saat melaporkan kondisi puncak Gunung Merapi melalui radio Handy Talky (HT).
Begitulah gambaran singkat mengenai percakapan yang dilakukan relawan Pemantau Gunung Merapi Induk Balerante 907, Kecamatan Kemalang, Klaten. Setiap saat, laporan seperti itu akan terus diucapkan oleh relawan yang bertugas di lereng Gunung Merapi.
Tidak kenal waktu, siang maupun malam, para relawan terus mengamati kondisi puncak gunung teraktif di dunia tersebut. Bahkan, kejadian apa pun yang terjadi di puncak gunung, selalu dilaporkan oleh para relawan, baik kepada Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klaten. Bahkan, yang terpenting laporan itu diberikan kepada masyarakat yang ada di lereng Gunung Merapi.
Dalam status Waspada seperti ini, pengamatan yang dilakukan para relawan lebih ditingkatkan dibandingkan saat status Gunung Merapi dalam kondisi aktif normal. Para relawan selalu mengamati aktivitas gunung baik secara visual menggunakan mata telanjang, menggunakan teropong maupun pengamatan aktivitas menggunakan alat deteksi gempa yang diletakkan di gunung tersebut.
Darwono mengatakan, dengan melakukan pengamatan secara terus menerus, apa pun yang terjadi di puncak gunung dapat diketahui sesegera mungkin sehingga para relawan dapat memberikan informasi yang cepat dan tepat kepada masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi. Apalagi, di wilayah Kabupaten Klaten ada beberapa desa yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi.
Ia mengatakan, pengamatan ekstra ketat itu dilakukan agar para warga tidak kecolongan seperti tahun 2010. Saat itu, erupsi Merapi yang dahsyat meluluhlantakkan wilayah perbatasan Klaten dan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Kurangnya penyebaran informasi pada saat itu juga membuat banyaknya korban yang tumbang.
"Saat ini, informasi apa pun langsung kami berikan kepada masyarakat. Jika memang kondisinya sudah membahayakan, masyarakat dapat mengerti dengan cepat dan dapat mengungsi," ucapnya.
Koordinator Rescue Turahan Awu, Induk Balerante 907, Suharno, mengatakan, selain melakukan pengamatan visual Merapi, para relawan juga melakukan edukasi dan penyelamatan bagi warga masyarakat di sekitar lereng gunung sisi selatan tersebut. Menurutnya, pemberian edukasi kepada masyarakat sangatlah penting. Karena, dengan pemberian edukasi itu masyarakat akan sadar dengan adanya bencana yang membahayakan mereka.
Dengan seperti itu, menurutnya, tugas relawan tidak akan sia-sia. Saat relawan memberikan informasi mengenai hal yang berbahaya, dengan cepat masyarakat akan mengerti dan mempersiapkan diri mereka untuk mencari tempat yang aman.
"Penyebaran informasi paling efektif saat ini menggunakan radio komunitas dan hampir setiap saat dari radio itu dapat didengar mengenai informasi apa pun yang terjadi di sekitar Merapi," ucapnya.
Begitulah gambaran singkat mengenai percakapan yang dilakukan relawan Pemantau Gunung Merapi Induk Balerante 907, Kecamatan Kemalang, Klaten. Setiap saat, laporan seperti itu akan terus diucapkan oleh relawan yang bertugas di lereng Gunung Merapi.
Tidak kenal waktu, siang maupun malam, para relawan terus mengamati kondisi puncak gunung teraktif di dunia tersebut. Bahkan, kejadian apa pun yang terjadi di puncak gunung, selalu dilaporkan oleh para relawan, baik kepada Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klaten. Bahkan, yang terpenting laporan itu diberikan kepada masyarakat yang ada di lereng Gunung Merapi.
Dalam status Waspada seperti ini, pengamatan yang dilakukan para relawan lebih ditingkatkan dibandingkan saat status Gunung Merapi dalam kondisi aktif normal. Para relawan selalu mengamati aktivitas gunung baik secara visual menggunakan mata telanjang, menggunakan teropong maupun pengamatan aktivitas menggunakan alat deteksi gempa yang diletakkan di gunung tersebut.
Darwono mengatakan, dengan melakukan pengamatan secara terus menerus, apa pun yang terjadi di puncak gunung dapat diketahui sesegera mungkin sehingga para relawan dapat memberikan informasi yang cepat dan tepat kepada masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi. Apalagi, di wilayah Kabupaten Klaten ada beberapa desa yang masuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi.
Ia mengatakan, pengamatan ekstra ketat itu dilakukan agar para warga tidak kecolongan seperti tahun 2010. Saat itu, erupsi Merapi yang dahsyat meluluhlantakkan wilayah perbatasan Klaten dan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Kurangnya penyebaran informasi pada saat itu juga membuat banyaknya korban yang tumbang.
"Saat ini, informasi apa pun langsung kami berikan kepada masyarakat. Jika memang kondisinya sudah membahayakan, masyarakat dapat mengerti dengan cepat dan dapat mengungsi," ucapnya.
Koordinator Rescue Turahan Awu, Induk Balerante 907, Suharno, mengatakan, selain melakukan pengamatan visual Merapi, para relawan juga melakukan edukasi dan penyelamatan bagi warga masyarakat di sekitar lereng gunung sisi selatan tersebut. Menurutnya, pemberian edukasi kepada masyarakat sangatlah penting. Karena, dengan pemberian edukasi itu masyarakat akan sadar dengan adanya bencana yang membahayakan mereka.
Dengan seperti itu, menurutnya, tugas relawan tidak akan sia-sia. Saat relawan memberikan informasi mengenai hal yang berbahaya, dengan cepat masyarakat akan mengerti dan mempersiapkan diri mereka untuk mencari tempat yang aman.
"Penyebaran informasi paling efektif saat ini menggunakan radio komunitas dan hampir setiap saat dari radio itu dapat didengar mengenai informasi apa pun yang terjadi di sekitar Merapi," ucapnya.
(zik)