Wisnu Tuding Soekarwo Tak Paham Soal Dolly
A
A
A
SURABAYA - Wakil Wali Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana menuding Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo tidak memahami proses penutupan lokalisasi Dolly. Wisnu menyatakan, pernyataan Soekarwo soal akan menutup Dolly sesuai jadwal itu dianggap tidak berdasar dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
“Kalau Gubernur Jawa Timur (Soekarwo) mengatakan 19 Juni 2014 Dolly harus ditutup, dia pernah melihat langsung ke Dolly atau tidak. Gubernur itu tidak pernah turun lapangan. Jangankan gubernur, staf-nya saja tidak pernah. Jangan terus didorong-dorong harus ditutup. Siapa yang memberi info bahwa Dolly siap ditutup. Kalau gubernur bilang Dolly siap ditutup, saya lebih siap,” tantangnya, Kamis (22/5/2014).
Mantan wakil ketua DPRD Surabaya ini menegaskan, warga terdampak seperti pekerja seks komersial (PSK), mucikari dan para pedagang kaki lima (PKL) saat ini masih menagih janji wali kota.
Mereka meminta agar ada program nyata yang dikerjakan pemkot. Warga minta program itu bukan hanya janji-janji semata.
“Dewan (DPRD Surabaya) juga sejauh ini belum pernah turun melihat kondisi langsung di lapangan. Ini yang keliru, birokrasi itu tidak harus dibelakang meja, tapi harus turun langsung ke rakyat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo memastikan penutupan lokalisasi Dolly tetap berjalan sesuai rencana.
Banyaknya penolakan dari masyarakat dan elemen massa pro lokalisasi Dolly diyakini tidak akan menganggu rencana yang disiapkan Pemkot Surabaya.
Bagi Soekarwo, perbedaan sikap Wisnu dengan Tri Rismaharini atas Dolly hanyalah problem komunikasi saja.
“Dalam demokrasi, tidak setuju kan bukan berarti menolak. Karena itu, perlu ada dialog untuk meneguhkan musyawarah,” ujarnya, Selasa 20 Mei 2014.
“Kalau Gubernur Jawa Timur (Soekarwo) mengatakan 19 Juni 2014 Dolly harus ditutup, dia pernah melihat langsung ke Dolly atau tidak. Gubernur itu tidak pernah turun lapangan. Jangankan gubernur, staf-nya saja tidak pernah. Jangan terus didorong-dorong harus ditutup. Siapa yang memberi info bahwa Dolly siap ditutup. Kalau gubernur bilang Dolly siap ditutup, saya lebih siap,” tantangnya, Kamis (22/5/2014).
Mantan wakil ketua DPRD Surabaya ini menegaskan, warga terdampak seperti pekerja seks komersial (PSK), mucikari dan para pedagang kaki lima (PKL) saat ini masih menagih janji wali kota.
Mereka meminta agar ada program nyata yang dikerjakan pemkot. Warga minta program itu bukan hanya janji-janji semata.
“Dewan (DPRD Surabaya) juga sejauh ini belum pernah turun melihat kondisi langsung di lapangan. Ini yang keliru, birokrasi itu tidak harus dibelakang meja, tapi harus turun langsung ke rakyat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo memastikan penutupan lokalisasi Dolly tetap berjalan sesuai rencana.
Banyaknya penolakan dari masyarakat dan elemen massa pro lokalisasi Dolly diyakini tidak akan menganggu rencana yang disiapkan Pemkot Surabaya.
Bagi Soekarwo, perbedaan sikap Wisnu dengan Tri Rismaharini atas Dolly hanyalah problem komunikasi saja.
“Dalam demokrasi, tidak setuju kan bukan berarti menolak. Karena itu, perlu ada dialog untuk meneguhkan musyawarah,” ujarnya, Selasa 20 Mei 2014.
(sms)