Aktivitas di lereng Merapi masih dibatasi
A
A
A
Sindonews.com - Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) saat ini masih membatasi aktivitas warga di lereng gunung tersebut, meski saat ini aktivitas gunung teraktif di Indonesia itu sudah mulai menunjukkan penurunan.
Kepala Resort Selo BTNGM Suwigyo menyebutkan, aktivitas warga maupun pendaki saat ini memang dalam pengawasan ketat. Menurutnya, warga yang beraktivitas hanya diperbolehkan hingga ketinggian sekira 2.000 meter di atas permukaan laut, dari ketinggian puncak Merapi sekira 2.965 meter di atas permukaan laut.
Ia mengatakan, aktivitas di ketinggian itu hanya diperbolehkan bagi warga yang ingin berladang. Sedangkan bagi warga yang ingin melakukan pendakian, pihaknya mengaku tidak memperbolehkan aktivitas apa pun. Menurutnya, hal itu dilakukan agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat diminimalisasi selama gunung itu menunjukkan aktifitasnya.
Larangan itu, menurutnya, bakal dicabut setelah status gunung itu diturunkan menjadi aktif normal seperti sebelumnya. "Saat ini kita terus patroli untuk menghindari pendaki yang nekat naik ke puncak gunung. Selain itu kita juga arahkan para pendaki untuk naik ke Gunung Merbabu yang lebih aman," ucapnya, Rabu (14/5/2014).
Sementara itu, di lereng Merapi Kecamatan Kemalang, Klaten, tren menjual hewan ternak saat ini terus terjadi. Warga yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi terus menjual ternak-ternak mereka seiring dengan naiknya status Waspada di gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.
Warga menjual hewan ternak mereka dan kemudian uang yang ada dibelikan kendaraan atau sarana transportasi yang nantinya bisa dipakai untuk proses evakuasi keluarga mereka saat Merapi meletus.
Koordinator Relawan Induk Balerante 907, Suharno, mengatakan sejak status gunung itu naik, setidaknya sudah puluhan ekor sapi dijual oleh warga. Jumlah itu terus bertambah setiap harinya, meskipun saat ini harga sapi di lereng Merapi mengalami penyusutan harga dari Rp2 juta-Rp4 juta setiap ekornya.
"Mayoritas warga khawatir dengan peningkatan status Merapi dan menjual ternak mereka agar tidak berisiko."
Kepala Resort Selo BTNGM Suwigyo menyebutkan, aktivitas warga maupun pendaki saat ini memang dalam pengawasan ketat. Menurutnya, warga yang beraktivitas hanya diperbolehkan hingga ketinggian sekira 2.000 meter di atas permukaan laut, dari ketinggian puncak Merapi sekira 2.965 meter di atas permukaan laut.
Ia mengatakan, aktivitas di ketinggian itu hanya diperbolehkan bagi warga yang ingin berladang. Sedangkan bagi warga yang ingin melakukan pendakian, pihaknya mengaku tidak memperbolehkan aktivitas apa pun. Menurutnya, hal itu dilakukan agar hal-hal yang tidak diinginkan dapat diminimalisasi selama gunung itu menunjukkan aktifitasnya.
Larangan itu, menurutnya, bakal dicabut setelah status gunung itu diturunkan menjadi aktif normal seperti sebelumnya. "Saat ini kita terus patroli untuk menghindari pendaki yang nekat naik ke puncak gunung. Selain itu kita juga arahkan para pendaki untuk naik ke Gunung Merbabu yang lebih aman," ucapnya, Rabu (14/5/2014).
Sementara itu, di lereng Merapi Kecamatan Kemalang, Klaten, tren menjual hewan ternak saat ini terus terjadi. Warga yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi terus menjual ternak-ternak mereka seiring dengan naiknya status Waspada di gunung yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.
Warga menjual hewan ternak mereka dan kemudian uang yang ada dibelikan kendaraan atau sarana transportasi yang nantinya bisa dipakai untuk proses evakuasi keluarga mereka saat Merapi meletus.
Koordinator Relawan Induk Balerante 907, Suharno, mengatakan sejak status gunung itu naik, setidaknya sudah puluhan ekor sapi dijual oleh warga. Jumlah itu terus bertambah setiap harinya, meskipun saat ini harga sapi di lereng Merapi mengalami penyusutan harga dari Rp2 juta-Rp4 juta setiap ekornya.
"Mayoritas warga khawatir dengan peningkatan status Merapi dan menjual ternak mereka agar tidak berisiko."
(zik)