PSK Dolly akan buka praktik di kota sekitar Surabaya
A
A
A
Sindonews.com - Penutupan lokalisasi Dolly diperkirakan menjadi kabar buruk bagi kota-kota yang berada di sekitar Surabaya. Pasalnya, dengan ditutupnya lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut, para Pekerja Seks Komersial (PSK) akan berpraktik di kota penyangga. Kota-kota penyangga itu di antaranya Pasuruan, Gresik, Bangkalan, Sidoarjo, Mojokerto, hingga Jombang.
Hal itu dikatakan antropolog dari Universitas Airlangga (Unair) Laurentius Dyson. Dyson mengungkapkan, saat ini kabarnya Malang sudah menjadi sasaran para PSK dari Dolly. Para wanita penghibur ini membuka praktik di hotel-hotel di Kota Bunga tersebut. Modusnya, si PSK dihubungi via telepon dan dijemput di tempat tinggalnya. Setelah itu, PSK ini dibawa ke hotel.
"PSK tentu saja butuh tempat untuk mereka bisa bertahan hidup. Lokalisasi ini muncul kan hanya karena masalah uang, masalah ekonomi," katanya, Kamis (8/5/2014)
Di sisi lain, Dyson menyoroti pemberian uang pesangon bagi para penghuni, khususnya mucikari. Oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, mucikari mendapat uang saku sebesar Rp5 juta. Sedangkan untuk PSK sebesar Rp5,05 juta.
Menurut dia, seharusnya mucikari tidak perlu mendapat pesangon. Sebab, mucikari merupakan pihak yang paling diuntungkan dengan adanya praktik prostitusi ini. "Saya nggak tahu logikanya pemerintah itu apa. Masak mucikari juga dapat pesangon. Dalam logika berpikir saya, ini tidak benar," jelasnya.
Apakah ada unsur politis dari penutupan lokalisasi di kecamatan Sawahan ini? Dyson menyatakan, setiap ada penutupan tempat maksiat, baik itu lokalisasi maupun tempat judi, pasti ada unsur politis di baliknya. Kepentingan politis ini tujuannya untuk meraih simpati massa untuk mendukung partai politik tertentu.
"Bisa juga, penutupan Dolly ini juga karena tekanan politik dari pihak tertentu. Apalagi, orang menduduki jabatan di pemerintahan misalnya, juga tidak lepas dari campur tangan politik. Saya kira, ini unsur politisnya lebih kuat dibanding manusiawinya," katanya.
Hal itu dikatakan antropolog dari Universitas Airlangga (Unair) Laurentius Dyson. Dyson mengungkapkan, saat ini kabarnya Malang sudah menjadi sasaran para PSK dari Dolly. Para wanita penghibur ini membuka praktik di hotel-hotel di Kota Bunga tersebut. Modusnya, si PSK dihubungi via telepon dan dijemput di tempat tinggalnya. Setelah itu, PSK ini dibawa ke hotel.
"PSK tentu saja butuh tempat untuk mereka bisa bertahan hidup. Lokalisasi ini muncul kan hanya karena masalah uang, masalah ekonomi," katanya, Kamis (8/5/2014)
Di sisi lain, Dyson menyoroti pemberian uang pesangon bagi para penghuni, khususnya mucikari. Oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, mucikari mendapat uang saku sebesar Rp5 juta. Sedangkan untuk PSK sebesar Rp5,05 juta.
Menurut dia, seharusnya mucikari tidak perlu mendapat pesangon. Sebab, mucikari merupakan pihak yang paling diuntungkan dengan adanya praktik prostitusi ini. "Saya nggak tahu logikanya pemerintah itu apa. Masak mucikari juga dapat pesangon. Dalam logika berpikir saya, ini tidak benar," jelasnya.
Apakah ada unsur politis dari penutupan lokalisasi di kecamatan Sawahan ini? Dyson menyatakan, setiap ada penutupan tempat maksiat, baik itu lokalisasi maupun tempat judi, pasti ada unsur politis di baliknya. Kepentingan politis ini tujuannya untuk meraih simpati massa untuk mendukung partai politik tertentu.
"Bisa juga, penutupan Dolly ini juga karena tekanan politik dari pihak tertentu. Apalagi, orang menduduki jabatan di pemerintahan misalnya, juga tidak lepas dari campur tangan politik. Saya kira, ini unsur politisnya lebih kuat dibanding manusiawinya," katanya.
(zik)