Traktor hilang, petani gagal tanam
A
A
A
Sindonews.com - Aksi pencurian traktor belakangan ini marak terjadi di wilayah Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Hingga kemarin, tercatat ada sebanyak 10 unit traktor milik petani dan kelompok tani di empat desa yang hilang dicuri.
Rinciannya Desa Kobondowo tiga unit, Ngrapah empat unit, Gedong satu unit, dan Jambu dua unit.
Akibatnya, puluhan petani di empat desa tersebut tidak bisa mengolah sawah dan bercocok tanam. Dampaknya, mereka merugi hingga ratusan juta rupiah. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polsek Banyubiru dan masih dalam penyelidikan.
Salah seorang petani di Dusun Kebondawang, Desa Kebondowo, Daman Huri (45), menuturkan, traktor miliknya yang setiap hari ditaruh di belakang rumah Rabu (19/2) dini hari hilang mesinnya di curi. Sebelumnya, dua unit traktor milik tetangganya hilang dicuri.
"Saya menduga orang yang mencuri mesin traktor saya, komplotan pencuri yang mencuri traktor milik tetangga saya. Sebab kejadiannya hanya berselang beberapa hari," tuturnya, Kamis (20/2/2014).
Dia mengatakan, hilangnya mesin traktor ini menimbulkan kerugian material yang cukup besar. Sebab penanaman padi tidak bisa dilakukan tepat waktu dan hasilnya bisa kurang baik.
"Jika penggarapan sawah dilakukan secara manual membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya besar. Dan saya tidak punya modal cadangan," katanya.
Wahyono, petani lain mengatakan, penggarapan sawah dengan cara manual membutuhkan tenaga kerja lebih dari dua orang. Padahal upah buruh cangkul saat ini sudah tinggi.
"Sekarang upah tenaga cangkul mencapai Rp50.000 per hari. Padahal untuk menggarap satu hektar sawah membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Kalau mempekerjakan tiga orang, dalam satu minggu harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp1 juta. Uang dari mana?" ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Penyuluh Kelompok Tani Kecamatan Banyubiru Triyono Kristanto mengatakan, jumlah petani yang terkena dampak dari hilangnya mesin traktor ini mencapai 45 orang. Mereka saat ini kebingungan untuk menggarap sawahnya lantaran tidak memiliki modal cadangan.
"Ini membuat penanaman mundur dari jadwal," ujarnya.
Menurut dia, jika penggarapan sawah dilakukan secara manual, paling cepat penanaman baru bisa dilakukan pada Maret nanti. Dengan demikian, masa panen menjadi mundur.
"Yang ditakutkan petani, bila panen sudah memasuki Juli atau Agustus akan diserang hama tikus. Sebab biasa hama tikus akan menyerang pada Juli. Petani bisa gagal panen. Jika itu terjadi, akan menambah kerugian petani. Dampak dari hilanggnya traktor ini saja ditaksir mencapai Rp180 juta," tandasnya.
Rinciannya Desa Kobondowo tiga unit, Ngrapah empat unit, Gedong satu unit, dan Jambu dua unit.
Akibatnya, puluhan petani di empat desa tersebut tidak bisa mengolah sawah dan bercocok tanam. Dampaknya, mereka merugi hingga ratusan juta rupiah. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polsek Banyubiru dan masih dalam penyelidikan.
Salah seorang petani di Dusun Kebondawang, Desa Kebondowo, Daman Huri (45), menuturkan, traktor miliknya yang setiap hari ditaruh di belakang rumah Rabu (19/2) dini hari hilang mesinnya di curi. Sebelumnya, dua unit traktor milik tetangganya hilang dicuri.
"Saya menduga orang yang mencuri mesin traktor saya, komplotan pencuri yang mencuri traktor milik tetangga saya. Sebab kejadiannya hanya berselang beberapa hari," tuturnya, Kamis (20/2/2014).
Dia mengatakan, hilangnya mesin traktor ini menimbulkan kerugian material yang cukup besar. Sebab penanaman padi tidak bisa dilakukan tepat waktu dan hasilnya bisa kurang baik.
"Jika penggarapan sawah dilakukan secara manual membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya besar. Dan saya tidak punya modal cadangan," katanya.
Wahyono, petani lain mengatakan, penggarapan sawah dengan cara manual membutuhkan tenaga kerja lebih dari dua orang. Padahal upah buruh cangkul saat ini sudah tinggi.
"Sekarang upah tenaga cangkul mencapai Rp50.000 per hari. Padahal untuk menggarap satu hektar sawah membutuhkan waktu sekitar satu minggu. Kalau mempekerjakan tiga orang, dalam satu minggu harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp1 juta. Uang dari mana?" ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Penyuluh Kelompok Tani Kecamatan Banyubiru Triyono Kristanto mengatakan, jumlah petani yang terkena dampak dari hilangnya mesin traktor ini mencapai 45 orang. Mereka saat ini kebingungan untuk menggarap sawahnya lantaran tidak memiliki modal cadangan.
"Ini membuat penanaman mundur dari jadwal," ujarnya.
Menurut dia, jika penggarapan sawah dilakukan secara manual, paling cepat penanaman baru bisa dilakukan pada Maret nanti. Dengan demikian, masa panen menjadi mundur.
"Yang ditakutkan petani, bila panen sudah memasuki Juli atau Agustus akan diserang hama tikus. Sebab biasa hama tikus akan menyerang pada Juli. Petani bisa gagal panen. Jika itu terjadi, akan menambah kerugian petani. Dampak dari hilanggnya traktor ini saja ditaksir mencapai Rp180 juta," tandasnya.
(lns)