Risma terikat kontrak politik, Tuhan saksinya
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung menuturkan, praktik pelayanan yang dilakukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berwawasan citizen centred service. Artinya, Risma menerapkan model pelayanan berbasis outside in, dan bukan inside out.
Dengan demikian, sangat memungkinkan Risma mengetahui sendiri permasalahan yang terjadi di lapangan. Misalnya dengan berkeliling sampai ke lokasi prostitusi untuk mengetahui kesulitan warga, dan bukan memandang dari kejauhan.
"Beliau mungkin belum baca teorinya. Tetapi langkah yang ditempuhnya sudah pada taraf itu (citizen centred service)," kata Lisman, kepada wartawan, Kamis (20/2/2014).
Hanya saja, pola yang diterapkan Risma mungkin dirasa janggal oleh sebagian kalangan. Karena selama ini hanya menerapkan inside out sehingga pemimpin kurang memahami kebutuhan rakyat.
Dengan cara Risma berkeliling sampai ke lokasi prostitusi untuk mengetahui kesulitan warga, maka dirinya menemukan secara langsung permasalahan real di lapangan. "Salah satunya mengenali sosok PSK tua," katanya.
Dikatakan lebih lanjut, kepemimpinan Risma menunjukkan kontrak politik, karena terpilih sebagai pemimpin berarti saksi yang menanda-tangan kontrak politik adalah Tuhan. "Sehingga bagi dia menjadi wali kota adalah amanah," ungkapnya.
Ketidaksingkronan Risma dengan wakilnya seharusnya bisa dianulir. Diakui dia, paradigma keduanya berbeda dan baru sedikit pejabat publik yang berkonsep seperti Risma. Sebaiknya Risma tetap mempertahankan jabatannya demi kemaslahatan rakyat Surabaya.
"Kalau dia (Risma) turun berarti kerugian besar bagi PDIP. Dalam keadaan seperti ini PDIP perlu lebih mengutamakan harapan masyarakat yang semakin rasional dan kritis," tutup Lisman.
Baca juga:
Orang-orang seperti Bu Risma bisa dihitung jari
Dengan demikian, sangat memungkinkan Risma mengetahui sendiri permasalahan yang terjadi di lapangan. Misalnya dengan berkeliling sampai ke lokasi prostitusi untuk mengetahui kesulitan warga, dan bukan memandang dari kejauhan.
"Beliau mungkin belum baca teorinya. Tetapi langkah yang ditempuhnya sudah pada taraf itu (citizen centred service)," kata Lisman, kepada wartawan, Kamis (20/2/2014).
Hanya saja, pola yang diterapkan Risma mungkin dirasa janggal oleh sebagian kalangan. Karena selama ini hanya menerapkan inside out sehingga pemimpin kurang memahami kebutuhan rakyat.
Dengan cara Risma berkeliling sampai ke lokasi prostitusi untuk mengetahui kesulitan warga, maka dirinya menemukan secara langsung permasalahan real di lapangan. "Salah satunya mengenali sosok PSK tua," katanya.
Dikatakan lebih lanjut, kepemimpinan Risma menunjukkan kontrak politik, karena terpilih sebagai pemimpin berarti saksi yang menanda-tangan kontrak politik adalah Tuhan. "Sehingga bagi dia menjadi wali kota adalah amanah," ungkapnya.
Ketidaksingkronan Risma dengan wakilnya seharusnya bisa dianulir. Diakui dia, paradigma keduanya berbeda dan baru sedikit pejabat publik yang berkonsep seperti Risma. Sebaiknya Risma tetap mempertahankan jabatannya demi kemaslahatan rakyat Surabaya.
"Kalau dia (Risma) turun berarti kerugian besar bagi PDIP. Dalam keadaan seperti ini PDIP perlu lebih mengutamakan harapan masyarakat yang semakin rasional dan kritis," tutup Lisman.
Baca juga:
Orang-orang seperti Bu Risma bisa dihitung jari
(san)