Koordinasi tanggap bencana Pemprov Jateng buruk
A
A
A
Sindonews.com - Koordinasi antar pemangku kepentingan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah terkait tanggap bencana alam buruk. Data–data penting, khususnya kerugian akibat banjir, hingga kini masih belum juga dikalkulasi. Keadaan ini membuat bantuan yang mestinya cepat dan tepat disalurkan menjadi terhambat.
Akibat buruknya koordinasi itu, masyarakat korban bencana yang dirugikan. Seperti terlihat saat rapat koordinasi pejabat Pemprov Jateng di Gedung A lantai 2, komplek Gubernuran Jawa Tengah.
Saat itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono dengan tegas mengingatkan agar data–data, terlebih yang sifatnya dinamis, bisa cepat dan terupdate dikirimkan ke email Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Memang belum semuanya, saya mintanya data per hari ini, bukan kemarin. Ini sementara baru ada 10 yang masuk. Makanya itu, saya tegaskan lagi agar data bisa cepat dikirimkan. BPBD itu ada Posko Aju, emailnya ada. Yang terus melaporkan, mulai jam 7 pagi sampai 4 sore, dan jam 4 sore sampai jam 7 pagi. Sifatnya antisipasi,” ujarnya, Kamis (30/1/2014).
Data terbaru, diperlukan agar tindak lanjut ke daerah terdampak bencana bisa dilakukan dengan baik dan tepat sasaran. “Misalnya daerah ini kekurangan apa, segera bisa ditindaklanjuti. Jangan sampai, nantinya butuhnya apa, dikirimnya apa,” ungkapnya.
Berdasar pertemuan itu, diperoleh beberapa informasi. Di antaranya paparan dari Badan Ketahanan Pangan setempat terkait bantuan yang sudah diberikan ke beberapa wilayah kabupaten/kota terdampak bencana.
Bantuan logisitik total ratusan ton itu memang sudah dikirimkan, di antaranya ke Kabupaten Pati yang dikatakan melebihi kuota, karena lebih dari 100 ton hingga ke Kota Pekalongan mencapai 95 ton.
Dari Dinas Perikanan menyebut, sejauh ini ada 4.000 tambak tergenang banjir. Paparan dari Dinas Pendidikan setempat, ada ratusan sekolah yang terendam banjir. Padahal, April mendatang akan dilakukan Ujian Nasional (UN).
Beberapa sekolah yang terendam banjir, dikatakan merupakan siklus tahunan. Namun, tanggap bencana hanya simultan saja. Tetapi secara berkelanjutan, banjir yang melanda sekolah dibiarkan, sehingga permasalahan sama tiap tahunnya.
“Saya rasa, ini harus ada kebijakan khusus. Kalau memang tiap tahun terjadi, harus dicari solusinya untuk jangka panjang,” tambahnya.
Ditanya tentang total kerugian akibat banjir, Sri Puryono belum bisa memaparkannya. “Memang belum terdeteksi semuanya secara detail. Untuk kerusakan jalan, khususnya Pantura, dari Bina Marga memerkirakan total kerugian Rp113 miliar, itu jalan provinsi. Sedangkan kita punya Rp75 miliar,” tambahnya.
Menanggapi itu, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi menyayangkan kinerja eksekutif yang gagap menangani bencana di provinsi ini.
“Data itu sangat penting, apalagi dengan kemajuan teknologi sekarang, tidak ada alasan untuk tidak terupdate. Itu wajib, apalagi ada keterbukaan informasi publik. Jika data saja sudah amburadul, bagaimana langkah selanjutnya untuk mencari solusi, pasti tidak akan tepat, kasihan rakyatnya,” ungkapnya.
Khusus untuk masalah pendidikan, terkait tergenangnya ratusan sekolah, Rukma menyatakan, semestinya bisa dicarikan solusinya dengan cepat. Jangan lantas jadi agenda tahunan mengungsi akibat sekolah banjir dan kegiatan belajar terhambat.
“Kalau itu tiap tahun terjadi banjir, mestinya bisa direlokasi, ditinggikan atau bagaimana aliran air atau sungai diperbaiki,” tambahnya.
Dia menegaskan, total kerugian akibat aneka bencana di Jawa Tengah sangat besar. “Untuk Purworejo saja, tak terkecuali infrastruktur, tanggul jebol, kerugiannya mencapai Rp340 miliar. Kami dengan DPR RI sudah cepat tanggap, tidak berlama – lama. Data yang update, akan memudahkan,” lanjutnya.
Sementara itu, Eka Wahyu Widodo (22), warga Desa Lengkong, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati, mengeluhkan peninggian jalan di Jalur Pantura penghubung Pati–Rembang. Peninggian jalan dianggap tidak memperhitungkan aliran air ketika penghujan tiba.
“Semenjak ada peninggian jalan dan pelebaran, kami jadi terkena banjir. Baru tahun ini terjadi. Banjir pada 21 Januari lalu sampai masuk rumah, genangan mencapai selutut orang dewasa. Di sini, Desa Lengkong, warga dari 3 RT hampir semuanya mengungsi,” katanya.
Akibat buruknya koordinasi itu, masyarakat korban bencana yang dirugikan. Seperti terlihat saat rapat koordinasi pejabat Pemprov Jateng di Gedung A lantai 2, komplek Gubernuran Jawa Tengah.
Saat itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono dengan tegas mengingatkan agar data–data, terlebih yang sifatnya dinamis, bisa cepat dan terupdate dikirimkan ke email Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Memang belum semuanya, saya mintanya data per hari ini, bukan kemarin. Ini sementara baru ada 10 yang masuk. Makanya itu, saya tegaskan lagi agar data bisa cepat dikirimkan. BPBD itu ada Posko Aju, emailnya ada. Yang terus melaporkan, mulai jam 7 pagi sampai 4 sore, dan jam 4 sore sampai jam 7 pagi. Sifatnya antisipasi,” ujarnya, Kamis (30/1/2014).
Data terbaru, diperlukan agar tindak lanjut ke daerah terdampak bencana bisa dilakukan dengan baik dan tepat sasaran. “Misalnya daerah ini kekurangan apa, segera bisa ditindaklanjuti. Jangan sampai, nantinya butuhnya apa, dikirimnya apa,” ungkapnya.
Berdasar pertemuan itu, diperoleh beberapa informasi. Di antaranya paparan dari Badan Ketahanan Pangan setempat terkait bantuan yang sudah diberikan ke beberapa wilayah kabupaten/kota terdampak bencana.
Bantuan logisitik total ratusan ton itu memang sudah dikirimkan, di antaranya ke Kabupaten Pati yang dikatakan melebihi kuota, karena lebih dari 100 ton hingga ke Kota Pekalongan mencapai 95 ton.
Dari Dinas Perikanan menyebut, sejauh ini ada 4.000 tambak tergenang banjir. Paparan dari Dinas Pendidikan setempat, ada ratusan sekolah yang terendam banjir. Padahal, April mendatang akan dilakukan Ujian Nasional (UN).
Beberapa sekolah yang terendam banjir, dikatakan merupakan siklus tahunan. Namun, tanggap bencana hanya simultan saja. Tetapi secara berkelanjutan, banjir yang melanda sekolah dibiarkan, sehingga permasalahan sama tiap tahunnya.
“Saya rasa, ini harus ada kebijakan khusus. Kalau memang tiap tahun terjadi, harus dicari solusinya untuk jangka panjang,” tambahnya.
Ditanya tentang total kerugian akibat banjir, Sri Puryono belum bisa memaparkannya. “Memang belum terdeteksi semuanya secara detail. Untuk kerusakan jalan, khususnya Pantura, dari Bina Marga memerkirakan total kerugian Rp113 miliar, itu jalan provinsi. Sedangkan kita punya Rp75 miliar,” tambahnya.
Menanggapi itu, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPRD Jawa Tengah Rukma Setyabudi menyayangkan kinerja eksekutif yang gagap menangani bencana di provinsi ini.
“Data itu sangat penting, apalagi dengan kemajuan teknologi sekarang, tidak ada alasan untuk tidak terupdate. Itu wajib, apalagi ada keterbukaan informasi publik. Jika data saja sudah amburadul, bagaimana langkah selanjutnya untuk mencari solusi, pasti tidak akan tepat, kasihan rakyatnya,” ungkapnya.
Khusus untuk masalah pendidikan, terkait tergenangnya ratusan sekolah, Rukma menyatakan, semestinya bisa dicarikan solusinya dengan cepat. Jangan lantas jadi agenda tahunan mengungsi akibat sekolah banjir dan kegiatan belajar terhambat.
“Kalau itu tiap tahun terjadi banjir, mestinya bisa direlokasi, ditinggikan atau bagaimana aliran air atau sungai diperbaiki,” tambahnya.
Dia menegaskan, total kerugian akibat aneka bencana di Jawa Tengah sangat besar. “Untuk Purworejo saja, tak terkecuali infrastruktur, tanggul jebol, kerugiannya mencapai Rp340 miliar. Kami dengan DPR RI sudah cepat tanggap, tidak berlama – lama. Data yang update, akan memudahkan,” lanjutnya.
Sementara itu, Eka Wahyu Widodo (22), warga Desa Lengkong, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati, mengeluhkan peninggian jalan di Jalur Pantura penghubung Pati–Rembang. Peninggian jalan dianggap tidak memperhitungkan aliran air ketika penghujan tiba.
“Semenjak ada peninggian jalan dan pelebaran, kami jadi terkena banjir. Baru tahun ini terjadi. Banjir pada 21 Januari lalu sampai masuk rumah, genangan mencapai selutut orang dewasa. Di sini, Desa Lengkong, warga dari 3 RT hampir semuanya mengungsi,” katanya.
(san)