Tidak ada dokter, RS tolak 2 pasien DBD
A
A
A
Sindonews.com - Aksi mogok sejumlah dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tenriawaru Watampone menjadi perhatian sejumlah pengunjung dan keluarga pasien. Tidak seperti biasanya, pada jam kerja aktivitas pelayanan yang biasa terlihat ramai, kini terlihat sepi.
Di sejumlah tempat pelayanan di RSUD Tenriawaru Watampone, tampak sepi dan tertutup. Seperti yang nampak di gedung lantai I yang digunakan manajemen rumah sakit sebagai ruang poli yang berjumlahkan 10 ruangan, semuanya tertutup dan tidak ada pelayanan kesehatan sama sekali.
Di ruang persalinan yang letaknya terpisah di bagian selatan RSUD juga tak ada dokter yang menjaga. Parahnya, di ruang Instalasi Rawat Darurat (IRD) yang melayani pasien kritis, dihebohkan dengan dua pasien anak yang terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditolak oleh pihak rumah sakit.
Sejumlah pengunjung yang berada di kawasan area IRD pun merasa prihatin dan menyayangkannya. Kedua anak bersaudara penderita DBD ini bernama Nayla (3) dan Miftah (5) mulai masuk ke ruang IRD RSUD Tenriawaru sekira pukul 11.00 WITA.
Namun, hanya berselang lima menit masuk di dalam ruang IRD, kedua pasien keluar kembali dengan tetesan air mata dan kebingungan. Saat disambangi, yang hanya beberapa meter dari pintu keluar, Ibu kandung kedua anak Mujahidah mengaku ditolak dengan alasan tidak ada dokter.
"Satpam yang menjaga pintu IRD mempersilahkan kami masuk. Namun setelah di dalam IRD, perawat bilang tidak ada dokter dan tidak ada pelayanan. Jadi kami bingung harus berbuat bagaimana lagi," ujar Mujahidah warga Kelurahan Bajoe, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Rabu (27/11/2013).
Kedua penderita yang masih digendong itu pun bingung setelah dikeluarkan dari rumah sakit saat berada di pelataran parkiran RSUD Tenriawaru Watampone.
Mujahidah bersama kerabatnya hanya pasrah dan menangis, meratapi kedua anaknya yang menderita DBD. Pasalnya, anak tertuanya Miftah sudah seminggu sakit, dan Nayla sudah tiga hari dirawat di rumahnya. Kendati sudah mendapat surat rujukan dari Puskesmas Bajoe untuk dibawa ke RSUD Tenriawaru Watampone, namun gagal.
"Kami mau kemana pak, kalau rumah sakit ini tidak ada pelayanan, anak saya sakit membutuhkan pertolongan," kata Mujahidah dengan isak tangis.
Aksi penolakan kedua pasien DBD oleh RSUD Tenriawaru Watampone ini, mendapatkan perhatian di sekitar rumah sakit bertipe B itu. Tidak ketinggalan pengelola RSUD Tenriawaru Watampone saat meminta agar kedua pasien tersebut kembali dimasukkan di dalam ruang IRD.
Perbincangan hangat yang berlangsung sekitar 5-10 menit, karena pihak keluarga pasien yang mengaku telah dikeluarkan takutnya akan terulang kembali.
"Kami dikeluarkan pak, tadi perawat di sana yang tidak mempersilahkan anak saya dirawat. Kan bisa diopname dulu anak saya sambil menunggu dokter," ungkap Mujahidah.
Sementara itu, Kepala Bidang Rekam Medik Dr Syahrir yang berusaha untuk mengajak pasien kembali ke IRD tersebut meyakinkan jika tidak ada larangan masyarakat yang ingin dirawat. Hanya saja, saat itu sejumlah dokter melakukan aksi mogok, namun tidak membuat pelayanan terhenti.
Tindakan para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bukan pada manajemen rumah sakit, dan itu bukanlah rekomendasi. "Ada rujukan dari Puskesmas dan itu tertuju kepada poli di RSUD. Namun semua poli tertutup, sehingga dibawa ke IRD," terang Syahrir.
Sementara itu, Direktur RSUD Tenriawaru Watampone Dr Nurminah Yusuf menjelaskan, jika pelayanan terpending karena adanya sejumlah dokter yang melakukan aksi mogok kerja atas instruksi dari pusat. Meski sebelumnya telah menyampaikan antisipasinya jika tidak bertanggung jawab terhadap solidaritas para dokter.
"Sebenarnya peristiwa tadi itu adalah si pasien yang dirujuk ke ruang poli untuk diperiksa. Namun karena pelayanan terpending, sehingga ke ruang IGD. Saya tadi juga sudah suruh Pak Syahrir untuk mengajak kembali pasien itu ke IGD," kata Nurminah melalui ponselnya.
Diketahui, aksi mogok kerja sejumlah dokter Pegawai Negeri Sipil (PNS) di RSUD mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Watampone berlangsung damai. Meski demikian, pemerintah daerah enggan mempolemikkan statusnya yang berkewajiban melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, hingga pelayanan kesehatan tertutup.
Kepala Badan Kepegawaian Diklat dan Daerah (BKDD) Kabupaten Bone Andi Islamuddin menambahkan, jika hanya bisa menindaki pelanggaran PNS dokter tersebut jika sudah diperiksa oleh inspektorat.
"Kami menunggu pemeriksaan Inspektorat daerah. Tapi alangkah bagusnya jika langsung ke pimpinan rumah sakit terlebih dahulu untuk prosesnya," sambungnya.
Baca juga: Tak ada dokter, pasien melahirkan di WC Puskesmas
Di sejumlah tempat pelayanan di RSUD Tenriawaru Watampone, tampak sepi dan tertutup. Seperti yang nampak di gedung lantai I yang digunakan manajemen rumah sakit sebagai ruang poli yang berjumlahkan 10 ruangan, semuanya tertutup dan tidak ada pelayanan kesehatan sama sekali.
Di ruang persalinan yang letaknya terpisah di bagian selatan RSUD juga tak ada dokter yang menjaga. Parahnya, di ruang Instalasi Rawat Darurat (IRD) yang melayani pasien kritis, dihebohkan dengan dua pasien anak yang terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditolak oleh pihak rumah sakit.
Sejumlah pengunjung yang berada di kawasan area IRD pun merasa prihatin dan menyayangkannya. Kedua anak bersaudara penderita DBD ini bernama Nayla (3) dan Miftah (5) mulai masuk ke ruang IRD RSUD Tenriawaru sekira pukul 11.00 WITA.
Namun, hanya berselang lima menit masuk di dalam ruang IRD, kedua pasien keluar kembali dengan tetesan air mata dan kebingungan. Saat disambangi, yang hanya beberapa meter dari pintu keluar, Ibu kandung kedua anak Mujahidah mengaku ditolak dengan alasan tidak ada dokter.
"Satpam yang menjaga pintu IRD mempersilahkan kami masuk. Namun setelah di dalam IRD, perawat bilang tidak ada dokter dan tidak ada pelayanan. Jadi kami bingung harus berbuat bagaimana lagi," ujar Mujahidah warga Kelurahan Bajoe, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Rabu (27/11/2013).
Kedua penderita yang masih digendong itu pun bingung setelah dikeluarkan dari rumah sakit saat berada di pelataran parkiran RSUD Tenriawaru Watampone.
Mujahidah bersama kerabatnya hanya pasrah dan menangis, meratapi kedua anaknya yang menderita DBD. Pasalnya, anak tertuanya Miftah sudah seminggu sakit, dan Nayla sudah tiga hari dirawat di rumahnya. Kendati sudah mendapat surat rujukan dari Puskesmas Bajoe untuk dibawa ke RSUD Tenriawaru Watampone, namun gagal.
"Kami mau kemana pak, kalau rumah sakit ini tidak ada pelayanan, anak saya sakit membutuhkan pertolongan," kata Mujahidah dengan isak tangis.
Aksi penolakan kedua pasien DBD oleh RSUD Tenriawaru Watampone ini, mendapatkan perhatian di sekitar rumah sakit bertipe B itu. Tidak ketinggalan pengelola RSUD Tenriawaru Watampone saat meminta agar kedua pasien tersebut kembali dimasukkan di dalam ruang IRD.
Perbincangan hangat yang berlangsung sekitar 5-10 menit, karena pihak keluarga pasien yang mengaku telah dikeluarkan takutnya akan terulang kembali.
"Kami dikeluarkan pak, tadi perawat di sana yang tidak mempersilahkan anak saya dirawat. Kan bisa diopname dulu anak saya sambil menunggu dokter," ungkap Mujahidah.
Sementara itu, Kepala Bidang Rekam Medik Dr Syahrir yang berusaha untuk mengajak pasien kembali ke IRD tersebut meyakinkan jika tidak ada larangan masyarakat yang ingin dirawat. Hanya saja, saat itu sejumlah dokter melakukan aksi mogok, namun tidak membuat pelayanan terhenti.
Tindakan para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bukan pada manajemen rumah sakit, dan itu bukanlah rekomendasi. "Ada rujukan dari Puskesmas dan itu tertuju kepada poli di RSUD. Namun semua poli tertutup, sehingga dibawa ke IRD," terang Syahrir.
Sementara itu, Direktur RSUD Tenriawaru Watampone Dr Nurminah Yusuf menjelaskan, jika pelayanan terpending karena adanya sejumlah dokter yang melakukan aksi mogok kerja atas instruksi dari pusat. Meski sebelumnya telah menyampaikan antisipasinya jika tidak bertanggung jawab terhadap solidaritas para dokter.
"Sebenarnya peristiwa tadi itu adalah si pasien yang dirujuk ke ruang poli untuk diperiksa. Namun karena pelayanan terpending, sehingga ke ruang IGD. Saya tadi juga sudah suruh Pak Syahrir untuk mengajak kembali pasien itu ke IGD," kata Nurminah melalui ponselnya.
Diketahui, aksi mogok kerja sejumlah dokter Pegawai Negeri Sipil (PNS) di RSUD mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Watampone berlangsung damai. Meski demikian, pemerintah daerah enggan mempolemikkan statusnya yang berkewajiban melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, hingga pelayanan kesehatan tertutup.
Kepala Badan Kepegawaian Diklat dan Daerah (BKDD) Kabupaten Bone Andi Islamuddin menambahkan, jika hanya bisa menindaki pelanggaran PNS dokter tersebut jika sudah diperiksa oleh inspektorat.
"Kami menunggu pemeriksaan Inspektorat daerah. Tapi alangkah bagusnya jika langsung ke pimpinan rumah sakit terlebih dahulu untuk prosesnya," sambungnya.
Baca juga: Tak ada dokter, pasien melahirkan di WC Puskesmas
(san)