Kasus asusila di Ciamis tinggi
A
A
A
Sindonews.com - Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Ciamis mencatat angka kekerasan seksual (asusila) di wilayah Kabupaten Ciamis sangat tinggi.
Berdasarkan data yang dimilikinya, hingga pertengahan November 2013, sedikitnya sudah tercatat ada 30 kasus pelecehan seksual yang saat ini sedang ditangani.
Dari jumlah tersebut, sekitar 30 persen korban pelecehan seksual merupakan anak di bawah umur.
Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Ciamis Wawan Arifien mengatakan, atas kondisi itu pihaknya terus berupaya melakukan bimbingan konseling kepada para korban.
Hal itu dilakukan agar korban tidak terus trauma dan mampu melanjutkan semangat hidupnya.
“Intinya, kami terus melakukan upaya bimbingan kepada para korban pelecehan seksual ini. Upaya ini dilakukann dengan cara pendekatan karena faktanya kita sering menghadapi kendala juga,” kata Wawan, Rabu (13/11/2013).
Wawan menambahkan, beberapa kendala yang sering dihadapai petugas dalam melakukan upaya konseling kepada korban pelecehan seksual, keluarga korban seakan tertutup dan menolak untuk dilakukan konseling.
“Alasan pihak keluarga korban, karena yang menimpa salah satu keluarganya itu merupakan aib bagi keluarga dan tidak mau terekspose ke luar karena malu,” tambahnya.
Sekalipun kondisinya seperti itu, lanjut Wawan, pihaknya terus berupaya untuk memberikan bimbingan konseling kepada korban pelecehan seksual agar korban tidak terus terpuruk akibat kejadian yang menimpanya.
“Kami menilai, bencana yang paling bahaya itu adalah bencana sosial. Ini harus disikapi secara matang dan melibatkan para pemangu kebijakan, baik dari pemerintah maupun non-pemerintah,” ujar dia.
Wawan menambahkan, banyaknya kejadian asusila saat ini akibat adanya degradasi moral di kalangan masyarakat. Oleh karenanya, diperlukan partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat dalam menyikapi permasalahan sosial tersebut.
Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial Dinsosnakertrans Kabupaten Ciamis Ida Widiawati menjelaskan, selain bekerja secara kedinasan saat ini pihaknya telah mendirikan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga yang saat ini telah rutin berjalan memberikan konseling.
“Lembaga ini hanya sebatas pendampingan supaya para korban pelecehan seksual mentalnya tidak drop, apalagi kalau korbannya anak-anak,” tambah Ida.
Ida menilai, ke depannya perlu dibentuk posko pelayanan pengaduan secara terintegrasi. Hal itu diupayakan karena permasalahan sosial, bukan melainkan tugas dan tanggung jawab dinas sosial semata, melainkan seluruh instansi terkait dan elemen masyarakat.
“Seperti di LK3 yang telah berjalan ini, ada dari Polres, MUI, pekerja sosial, ahli hukum yang turut andil memberikan layanan masalah sosial. Ke depannya, beberapa instansi terkait pun diharapkan bisa turut terlibat dalam kelembagaan ini,” katanya.
Diberitakan sebelumnya di Kabupaten Ciamis beberapa waktu ke belakang terungkap beberapa kasus pelecehan seksual. Sebagian banyak korban pelecehan seksual merupakan anak di bawah umur, bahkan ada korban yang masih berusia 5 tahun.
Berdasarkan data yang dimilikinya, hingga pertengahan November 2013, sedikitnya sudah tercatat ada 30 kasus pelecehan seksual yang saat ini sedang ditangani.
Dari jumlah tersebut, sekitar 30 persen korban pelecehan seksual merupakan anak di bawah umur.
Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Ciamis Wawan Arifien mengatakan, atas kondisi itu pihaknya terus berupaya melakukan bimbingan konseling kepada para korban.
Hal itu dilakukan agar korban tidak terus trauma dan mampu melanjutkan semangat hidupnya.
“Intinya, kami terus melakukan upaya bimbingan kepada para korban pelecehan seksual ini. Upaya ini dilakukann dengan cara pendekatan karena faktanya kita sering menghadapi kendala juga,” kata Wawan, Rabu (13/11/2013).
Wawan menambahkan, beberapa kendala yang sering dihadapai petugas dalam melakukan upaya konseling kepada korban pelecehan seksual, keluarga korban seakan tertutup dan menolak untuk dilakukan konseling.
“Alasan pihak keluarga korban, karena yang menimpa salah satu keluarganya itu merupakan aib bagi keluarga dan tidak mau terekspose ke luar karena malu,” tambahnya.
Sekalipun kondisinya seperti itu, lanjut Wawan, pihaknya terus berupaya untuk memberikan bimbingan konseling kepada korban pelecehan seksual agar korban tidak terus terpuruk akibat kejadian yang menimpanya.
“Kami menilai, bencana yang paling bahaya itu adalah bencana sosial. Ini harus disikapi secara matang dan melibatkan para pemangu kebijakan, baik dari pemerintah maupun non-pemerintah,” ujar dia.
Wawan menambahkan, banyaknya kejadian asusila saat ini akibat adanya degradasi moral di kalangan masyarakat. Oleh karenanya, diperlukan partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat dalam menyikapi permasalahan sosial tersebut.
Kepala Bidang Kesejahteraan Sosial Dinsosnakertrans Kabupaten Ciamis Ida Widiawati menjelaskan, selain bekerja secara kedinasan saat ini pihaknya telah mendirikan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga yang saat ini telah rutin berjalan memberikan konseling.
“Lembaga ini hanya sebatas pendampingan supaya para korban pelecehan seksual mentalnya tidak drop, apalagi kalau korbannya anak-anak,” tambah Ida.
Ida menilai, ke depannya perlu dibentuk posko pelayanan pengaduan secara terintegrasi. Hal itu diupayakan karena permasalahan sosial, bukan melainkan tugas dan tanggung jawab dinas sosial semata, melainkan seluruh instansi terkait dan elemen masyarakat.
“Seperti di LK3 yang telah berjalan ini, ada dari Polres, MUI, pekerja sosial, ahli hukum yang turut andil memberikan layanan masalah sosial. Ke depannya, beberapa instansi terkait pun diharapkan bisa turut terlibat dalam kelembagaan ini,” katanya.
Diberitakan sebelumnya di Kabupaten Ciamis beberapa waktu ke belakang terungkap beberapa kasus pelecehan seksual. Sebagian banyak korban pelecehan seksual merupakan anak di bawah umur, bahkan ada korban yang masih berusia 5 tahun.
(lns)