Kirab Raja batal, sikap Wali Kota Solo disesalkan
A
A
A
Sindonews.com - Kubu Paku Buwono (PB) XIII menyesalkan sikap dari Wali Kota Solo, Jawa Tengah, FX Hadi Rudyatmo, yang masih merespon persyaratan yang diajukan kubu Dewan Adat yang berimbas dengan batalnya kirab agung kembalinya Raja Keraton Kasunanan di dampingi Mahapatih Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Tedjowulan ke dalam istana.
Juru bicara sekaligus adik kandung PB XIII KGPH, Suryo Wicaksono, mengatakan seharusnya Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, tidak merespon usulan Lembaga Dewan Adat. Pasalnya, di dalam sistem pemerintahan kerajaan yang berbentuk Monarki, Raja merupakan pemimpin tunggal dan pemegang keputusan tunggal. Sehingga tidak ada keputusan lainnya selain keputusan dari Raja sebagai pimpinan tertinggi didalam Kerajaan.
"Tapi sikap Wali Kota yang menerima usulan dari Lembaga Dewan Adat (LDA), sama juga Wali Kota mengakui bila kedudukan LDA sama tinggi dengan Raja. Padahal dalam sistem Monarki, Raja merupakan pimpinan tertinggi. Dan tidak ada lembaga lain yang sejajar dengan Raja," papar pria yang akrab di sapa Gusti Nino, di Solo,Jawa Tengah, Selasa (29/10/2013).
Menurut Nino, pembatalan kirab tersebut bukan menyangkut faktor keamanan. Pasalnya kirab agung kembalinya Raja ke dalam Keraton murni gagasan dari pihak Pemerintah Kota Solo. Sehingga faktor keamanan merupakan tanggung jawab penuh dari Wali kota.
Keputusan pembatalan kirab, diambil setelah pertemuan antara Ketua DPRD Solo, YF Sukasno, yang juga merupakan panitia kirab dengan pihak Keraton yang diwakili Gusti Puger sebenarnya tidak menghasilkan kesepakatan ketiga belah pihak.
Sebab, dari Sinuhun PB XIII Hangabehi, tetap menghendaki kirab tersebut di laksanakan. Namun kirab tersebut dibatalkan karena Lembaga Dewan Adat keberatan dengan rute yang akan dilalui Raja bersama Mahapatihnya.
"Sinuhun tetap ingin agar kirab berlangsung sesuai dengan rencana. Namun dalam pertemuan yang dilaksanakan Dewan adat terjadi dead lock, yang menyangkut rute perjalanan kirab agung kembalinya raja ke kraton kasunanan," jelasnya.
Dengan pembatalan acara kirab tersebut menurut Gusti Nino berarti dalam keraton terjadi dualisme kepemimpinan.
"Dewan Adat itu maunya kudeta menguasai keraton secara penuh. Selama Lembaga Dewan Adat belum dibekukan, lembaga itu akan terus membuat kisruh Keraton Kasunanan Surakarta," pungkasnya.
Juru bicara sekaligus adik kandung PB XIII KGPH, Suryo Wicaksono, mengatakan seharusnya Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, tidak merespon usulan Lembaga Dewan Adat. Pasalnya, di dalam sistem pemerintahan kerajaan yang berbentuk Monarki, Raja merupakan pemimpin tunggal dan pemegang keputusan tunggal. Sehingga tidak ada keputusan lainnya selain keputusan dari Raja sebagai pimpinan tertinggi didalam Kerajaan.
"Tapi sikap Wali Kota yang menerima usulan dari Lembaga Dewan Adat (LDA), sama juga Wali Kota mengakui bila kedudukan LDA sama tinggi dengan Raja. Padahal dalam sistem Monarki, Raja merupakan pimpinan tertinggi. Dan tidak ada lembaga lain yang sejajar dengan Raja," papar pria yang akrab di sapa Gusti Nino, di Solo,Jawa Tengah, Selasa (29/10/2013).
Menurut Nino, pembatalan kirab tersebut bukan menyangkut faktor keamanan. Pasalnya kirab agung kembalinya Raja ke dalam Keraton murni gagasan dari pihak Pemerintah Kota Solo. Sehingga faktor keamanan merupakan tanggung jawab penuh dari Wali kota.
Keputusan pembatalan kirab, diambil setelah pertemuan antara Ketua DPRD Solo, YF Sukasno, yang juga merupakan panitia kirab dengan pihak Keraton yang diwakili Gusti Puger sebenarnya tidak menghasilkan kesepakatan ketiga belah pihak.
Sebab, dari Sinuhun PB XIII Hangabehi, tetap menghendaki kirab tersebut di laksanakan. Namun kirab tersebut dibatalkan karena Lembaga Dewan Adat keberatan dengan rute yang akan dilalui Raja bersama Mahapatihnya.
"Sinuhun tetap ingin agar kirab berlangsung sesuai dengan rencana. Namun dalam pertemuan yang dilaksanakan Dewan adat terjadi dead lock, yang menyangkut rute perjalanan kirab agung kembalinya raja ke kraton kasunanan," jelasnya.
Dengan pembatalan acara kirab tersebut menurut Gusti Nino berarti dalam keraton terjadi dualisme kepemimpinan.
"Dewan Adat itu maunya kudeta menguasai keraton secara penuh. Selama Lembaga Dewan Adat belum dibekukan, lembaga itu akan terus membuat kisruh Keraton Kasunanan Surakarta," pungkasnya.
(rsa)