Jepang lebih peduli kesenian Bali ketimbang RI
A
A
A
Sindonews.com - Raja Puri Kesiman di Denpasar Bali, Anak Agung Ngurah Kusumawardhana, melontarkan keluhan atas ketidakpedulian pemerintah terhadap masa depan seni budaya dan kerajaan di Bali. Bahkan, dia menyebut nasib raja seperti dirinya, bak orang hutan yang terusir dari kelahirannya sendiri.
Kusumawardhana menyampaikan uneg-unegnya itu, karena memandang pemerintah kurang peduli terhadap bidang kesenian di Bali, termasuk perhatian atas peninggalan sejarah kerajaan seperti di Puri Kesiman.
Di pihak lain, yang membuatnya terharu, justru perhatian itu diberikan dari masyarakat Jepang yang secara khusus menggandeng Puri Kesiman untuk menggelar pemeran lukisan di Art Center Bali.
"Pemerintah justru tidak menghormati mereka yang telah turut berjuang melawan penjajah, saya terharu justru penghormatan datang dari Jepang," tutur Kusumawardana usai pembukaan pameran lukisan di Art Center Jalan Nusa Indah, Denpasar, Jumat (25/10/2013).
Dia menuturkan, berdirinya Taman Budaya juga tak lepas dari peran dan jasa kerajaan di Kesiman, Denpasar. Mulai tanah hingga pengurbanan kerajaan untuk menghidupkan seni budaya Bali agar tetap lestari sampai sekarang.
Karena itu, dia prihatin, sebab semua pengorbanan kerajaan seperti dari Raja Kesiman, sekarang seolah tidak berarti.
Pemerintah tidak lagi peduli terhadap nasib kerajaan, bahkan beberapa kali kegiatan besar seperti Pesta Kesenian Bali (PKB), sama sekali tidak pernah mengundang atau melibatkan mereka.
"Apa maunya sekarang pemerintah, tanah Taman Budaya ini milik puri yang harus dipertanggungjawabkan, kalau tidak bisa menghidupkan seni budaya dan tidak menganggap kami, bubarkan saja," cetusnya.
Sebagai anak pejuang, ia mengaku telah banyak mengorbankan semua yang dimilikinya demi keberlangsungan Bali, termasuk dalam bidang kesenian. Tak heran, keturunan Raja Kesiman itu mengaku telah kehilangan tanahnya di Bali sejak tahun 1906 yang dirampas oleh penjajah.
"Saya ini orang Bali yang kehilangan Bali, nasib saya seperti orang hutan, orang Bali dianggap hama seperti orang hutan," tukasnya serius.
Meskipun, telah kehilangan negeri sejak tahun 1906, kata dia, jawa dan semangatnya tetap tumbuh. Jiwa seperti matahari akan terus didorong untuk memberikan semangat kepada anak-anak generasi mendatang.
"Terima kasih atas kerja sama antar budaya Bali dan Jepang, kita akan bangkitkan kekuatan baru dari timur," tutupnya.
Kusumawardhana menyampaikan uneg-unegnya itu, karena memandang pemerintah kurang peduli terhadap bidang kesenian di Bali, termasuk perhatian atas peninggalan sejarah kerajaan seperti di Puri Kesiman.
Di pihak lain, yang membuatnya terharu, justru perhatian itu diberikan dari masyarakat Jepang yang secara khusus menggandeng Puri Kesiman untuk menggelar pemeran lukisan di Art Center Bali.
"Pemerintah justru tidak menghormati mereka yang telah turut berjuang melawan penjajah, saya terharu justru penghormatan datang dari Jepang," tutur Kusumawardana usai pembukaan pameran lukisan di Art Center Jalan Nusa Indah, Denpasar, Jumat (25/10/2013).
Dia menuturkan, berdirinya Taman Budaya juga tak lepas dari peran dan jasa kerajaan di Kesiman, Denpasar. Mulai tanah hingga pengurbanan kerajaan untuk menghidupkan seni budaya Bali agar tetap lestari sampai sekarang.
Karena itu, dia prihatin, sebab semua pengorbanan kerajaan seperti dari Raja Kesiman, sekarang seolah tidak berarti.
Pemerintah tidak lagi peduli terhadap nasib kerajaan, bahkan beberapa kali kegiatan besar seperti Pesta Kesenian Bali (PKB), sama sekali tidak pernah mengundang atau melibatkan mereka.
"Apa maunya sekarang pemerintah, tanah Taman Budaya ini milik puri yang harus dipertanggungjawabkan, kalau tidak bisa menghidupkan seni budaya dan tidak menganggap kami, bubarkan saja," cetusnya.
Sebagai anak pejuang, ia mengaku telah banyak mengorbankan semua yang dimilikinya demi keberlangsungan Bali, termasuk dalam bidang kesenian. Tak heran, keturunan Raja Kesiman itu mengaku telah kehilangan tanahnya di Bali sejak tahun 1906 yang dirampas oleh penjajah.
"Saya ini orang Bali yang kehilangan Bali, nasib saya seperti orang hutan, orang Bali dianggap hama seperti orang hutan," tukasnya serius.
Meskipun, telah kehilangan negeri sejak tahun 1906, kata dia, jawa dan semangatnya tetap tumbuh. Jiwa seperti matahari akan terus didorong untuk memberikan semangat kepada anak-anak generasi mendatang.
"Terima kasih atas kerja sama antar budaya Bali dan Jepang, kita akan bangkitkan kekuatan baru dari timur," tutupnya.
(rsa)