400 warga Milan tolak pabrik penggorengan aspal
A
A
A
Sindonews.com - Masyarakat kampung Milan, Kelurahan Kamali Pentalluan, Kecamatan Makale, melakukan penggalangan tandatangan menolak keberadaan pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu yang beroperasi di kampung mereka.
“Hampir 400 warga yang sudah bertandatangan menolak keberadaan pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu yang berlokasi di kampung karena sudah mengganggu kehidupan masyarakat sekitar,” ujar Kepala Kampung Milan, Andarias kepada SINDO, di Makale, Kamis (10/10/2013).
Dia menyatakan, keberadaan pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu sudah tidak layak karena lokasinya berada ditengah-tengah pemukiman padat penduduk. Asap yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik sudah mencemari lingkungan. Warga yang sedang beristirahat usai melakukan aktivitas seringkali merasa terganggu karena mesin pabrik saat dijalankan mengeluarkan suara bising.
Menurutnya, warga sekitar yang tinggal di sekitar pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu seringkali merasakan gangguan kesehatan. Seperti, sesak napas, batuk dan gangguan tenggorokan karena menghirup udara yang tercemar akibat aktivitas penggorengan aspal yang menggunakan bahan bakar batubara.
Aktivitas penggorengan aspal dan pemecah batu juga menimbulkan debu yang bertebaran hingga masuk ke dalam rumah warga. Dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik juga dirasakan warga di dua kelurahan lainnya yakni kelurahan Tampo dan Kelurahan Batupapan, Kecamatan Makale.
“Sudah banyak warga sekitar pabrik yang merasakan gangguan kesehatan karena menghirup udara yang tidak segar dari cerobong asap p penggorengan aspal dan pemecah batu,” katanya.
Dia mengatakan, lembaran yang berisi tandatangan warga yang mengeluhkan keberadaan pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu itu dalam waktu dekat akan diserahkan kepada pemerintah kabupaten (Pemkab) dan DPRD Tana Toraja serta ditembuskan ke Menteri Kesehatan.
Warga juga berharap pemerintah segera melakukan kajian terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik. Warga menginginkan lokasi pabrik dipindahkan menjauh dari pemukiman penduduk. Di sekitar lokasi pabrik sekarang ini juga terdapat sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas.
“Kami berharap, pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu yang berada di pemukiman padat penduduk segera direlokasi menjauh dari pemukiman warga,” kata Andarias.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Tana Toraja, Richard Potte, menyatakan pihaknya sudah pernah menyurati pemilik pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu yang ada di kelurahan Kamali Pentalluan agar aktivitas pabrik tidak menggunakan bahan bakar batubara.
Pasalnya, sesuai dengan dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL) pabrik menggunakan bahan bakar solar bukan menggunakan bahan bakar batubara.
“Kami belum menerima pengaduan maupun keberatan warga terhadap aktivitas pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu di kelurahan Kamali Pentalluan. Kalau sudah ada pengaduan segera kami tindaklanjuti,” tandasnya.
“Hampir 400 warga yang sudah bertandatangan menolak keberadaan pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu yang berlokasi di kampung karena sudah mengganggu kehidupan masyarakat sekitar,” ujar Kepala Kampung Milan, Andarias kepada SINDO, di Makale, Kamis (10/10/2013).
Dia menyatakan, keberadaan pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu sudah tidak layak karena lokasinya berada ditengah-tengah pemukiman padat penduduk. Asap yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik sudah mencemari lingkungan. Warga yang sedang beristirahat usai melakukan aktivitas seringkali merasa terganggu karena mesin pabrik saat dijalankan mengeluarkan suara bising.
Menurutnya, warga sekitar yang tinggal di sekitar pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu seringkali merasakan gangguan kesehatan. Seperti, sesak napas, batuk dan gangguan tenggorokan karena menghirup udara yang tercemar akibat aktivitas penggorengan aspal yang menggunakan bahan bakar batubara.
Aktivitas penggorengan aspal dan pemecah batu juga menimbulkan debu yang bertebaran hingga masuk ke dalam rumah warga. Dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik juga dirasakan warga di dua kelurahan lainnya yakni kelurahan Tampo dan Kelurahan Batupapan, Kecamatan Makale.
“Sudah banyak warga sekitar pabrik yang merasakan gangguan kesehatan karena menghirup udara yang tidak segar dari cerobong asap p penggorengan aspal dan pemecah batu,” katanya.
Dia mengatakan, lembaran yang berisi tandatangan warga yang mengeluhkan keberadaan pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu itu dalam waktu dekat akan diserahkan kepada pemerintah kabupaten (Pemkab) dan DPRD Tana Toraja serta ditembuskan ke Menteri Kesehatan.
Warga juga berharap pemerintah segera melakukan kajian terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pabrik. Warga menginginkan lokasi pabrik dipindahkan menjauh dari pemukiman penduduk. Di sekitar lokasi pabrik sekarang ini juga terdapat sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas.
“Kami berharap, pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu yang berada di pemukiman padat penduduk segera direlokasi menjauh dari pemukiman warga,” kata Andarias.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Tana Toraja, Richard Potte, menyatakan pihaknya sudah pernah menyurati pemilik pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu yang ada di kelurahan Kamali Pentalluan agar aktivitas pabrik tidak menggunakan bahan bakar batubara.
Pasalnya, sesuai dengan dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL) pabrik menggunakan bahan bakar solar bukan menggunakan bahan bakar batubara.
“Kami belum menerima pengaduan maupun keberatan warga terhadap aktivitas pabrik penggorengan aspal dan pemecah batu di kelurahan Kamali Pentalluan. Kalau sudah ada pengaduan segera kami tindaklanjuti,” tandasnya.
(rsa)