Perwali PKMS tidak menjamin penyakit kewanitaan
A
A
A
Sindonews.com - Kaum hawa di Kota Solo, Jawa Tengah, mendesak revisi peraturan wali kota (Perwali) tentang Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) karena tak memasukkan jenis layanan kesehatan reproduksi (kespro) wanita.
Padahal, situasi kespro menjadi momok bagi mayoritas kaum hawa, terutama dari keluarga miskin. Hal ini diungkapkan Direktur Solidaritas Perempuan Untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Endang Listiani.
"90 persen kaum hawa yang menjalani tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat), ISR (infeksi saluran reproduksi), dan IMS (infeksi menular seksual) divonis menderita gangguan kesehatan di daerah kewanitaan," ujar Endang, kepada wartawan, Rabu (18/9/2013).
Ditambahkan dia, pasien kesulitan mengakses fasilitas kesehatan dari pemerintah menyangkut penyembuhannya, karena memang tak tercover jaminan kesehatan, baik itu Jamkesmas maupun PKMS.
Jaminan kesehatan dari pemerintah lebih terfokus pada pengobatan rawat inap dan jenis rawat jalan pasien penyakit kronis lainnya, misalnya jantung dan gagal ginjal.
“Di PKMS tidak menanggung biaya pengobatan semacam penyakit invertilitas maupun pemulihan kesehatan alat reproduksi. Banyak pasien mengeluhkan penyakitnya tak bisa tertangani, meski hasil lab menunjukkan mereka positif terjangkit penyakit di bagian kewanitaan,” terangnya.
Berdasarkan deteksi SPEK-HAM terhadap kaum hawa di enam kelurahan, ditemukan penderita gangguan kesehatan reproduksi dalam kategori ibu hamil risiko tinggi, dampak negatif KB, ISR (termasuk IMS&HIV-Aids), komplikasi aborsi, reproduksi remaja, penanggulangan infertilitas, dan penderita kanker usia lanjut.
“Kami merasa berat ketika harus menanggung biaya rawat jalan seusai pemeriksaan IVA test, IMS test dan sebagainya,” keluhnya.
Padahal, situasi kespro menjadi momok bagi mayoritas kaum hawa, terutama dari keluarga miskin. Hal ini diungkapkan Direktur Solidaritas Perempuan Untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Endang Listiani.
"90 persen kaum hawa yang menjalani tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat), ISR (infeksi saluran reproduksi), dan IMS (infeksi menular seksual) divonis menderita gangguan kesehatan di daerah kewanitaan," ujar Endang, kepada wartawan, Rabu (18/9/2013).
Ditambahkan dia, pasien kesulitan mengakses fasilitas kesehatan dari pemerintah menyangkut penyembuhannya, karena memang tak tercover jaminan kesehatan, baik itu Jamkesmas maupun PKMS.
Jaminan kesehatan dari pemerintah lebih terfokus pada pengobatan rawat inap dan jenis rawat jalan pasien penyakit kronis lainnya, misalnya jantung dan gagal ginjal.
“Di PKMS tidak menanggung biaya pengobatan semacam penyakit invertilitas maupun pemulihan kesehatan alat reproduksi. Banyak pasien mengeluhkan penyakitnya tak bisa tertangani, meski hasil lab menunjukkan mereka positif terjangkit penyakit di bagian kewanitaan,” terangnya.
Berdasarkan deteksi SPEK-HAM terhadap kaum hawa di enam kelurahan, ditemukan penderita gangguan kesehatan reproduksi dalam kategori ibu hamil risiko tinggi, dampak negatif KB, ISR (termasuk IMS&HIV-Aids), komplikasi aborsi, reproduksi remaja, penanggulangan infertilitas, dan penderita kanker usia lanjut.
“Kami merasa berat ketika harus menanggung biaya rawat jalan seusai pemeriksaan IVA test, IMS test dan sebagainya,” keluhnya.
(san)