Keberadaan bendera Kerajaan Cirebon dipertanyakan
A
A
A
Sindonews.com - Keberadaan bendera Kerajaan Islam Cirebon masih dipertanyakan. Bendera yang saat ini menjadi koleksi Museum Tektil Jakarta itu diragukan keasliannya.
"Bendera yang di Rotterdam, Museum Rotterdam di Belanda. Yang ada sekarang hanya duplikasinya," kata Bambang Irianto, Penata Kebudayaan Kasultanan Cirebon dalam seminar Bedah Naskah Bendera Kesultanan Cirebon yang digelar di Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional Jalan Dipatiukur, Rabu (11/9/13).
Bendera tersebut merupakan simbol dari Kerajaan Islam Cirebon pimpinan Sunan Gunung Djati (Syarif Hidayatullah) sejak abad ke-16. Setelah kerajaan itu berakhir, bendera diturunkan menjadi simbol Kesulatanan Cirebon.
Menurut Bambang, bendera berwarna biru hitam itu dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat menolak bala. Sehingga bendera dipinjamkan kepada Sultan Mangkunegaran, Surakarta, yang tengah sakit.
Kekuatan bendera ini, kata Bambang diketahui oleh Belanda. "Saat itu Belanda mempercayai kekuatan bendera tersebut dan berusaha merebutnya. Tapi sebelum itu mereka berinisiatif untuk membuat duplikasinya, lalu ditukar dengan yang asli," tutur Bambang.
Penukaran itu baru diketahui Sultan Mangkunegaran beberapa waktu setelahnya. "Sultan Surakarta baru tahu setelah bendera dibawa pergi," tambah Bambang.
Fakta ini, kata Bambang, diketahui saat dirinya mempresentasikan sejarah Cirebon di KBRI Belanda.
"Saat saya bercerita tentang bendera ini, nyatanya ada pengakuan dari Wali Kota Rotterdam bahwa bendera aslinya ada di museum mereka," ujarnya.
"Saat dikaji, ternyata memang bendera tersebut ada dan dari segi kondisi menandakan bendera sudah berumur ratusan tahun. Lalu yang ada di museum itu hanya replika," lanjutnya.
Sementara itu hal berbeda diungkapkan ahli sejarah Universitas Padjadjaran Prof Sobana Hardjasaputra. Dalam kajiannya, dia justru meragukan bendera tersebut berada di tangan pemerintahan Belanda.
"Saya belum bisa mengatakan ya atau tidak keasliannya. Jika dikaji memang bendera ini dipercaya memiliki kekuataan magis. Hanya saja jika Belanda menukarnya untuk alasan itu, kurang bisa diterima. Karena sejauh mana kepentingan itu untuk Belanda," ungkapnya.
Penemu Hari Ulang Tahun Kota Bandung ini mengatakan ada dua versi tentang keahlian bendera kebanggaan rakyat Cirebon ini. Untuk membuktikannya perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.
"Dua versi ini tidak hanya mempermasalahkan dimana bendera aslinya. Tapi juga yang mana bendera aslinya. Karena ternyata ada yang lain, yakni yang ini dan ada yang berbentuk singa," ujar Sobana yang juga mengatakan kedua versi ini masih dalam perbedatan.
Dalam seminar itu diperlihatkan bendera Kerajaan Islam Cirebon bercorak kaligrafi. Di sekeliling bendera tertulis petikan surat Al Fatihah, Al An'am dan Al Ikhlas. Serta ditengah terdapat dua pedang yang membentuk huruf Arab yakni 'lam alif'.
"Diduga kuat ayat-ayat Al Qur'an itu yang sering atau selalu dikemukakan oleh para penyebar agama Islam ketika berdakwah," jelas Sobana.
"Bendera yang di Rotterdam, Museum Rotterdam di Belanda. Yang ada sekarang hanya duplikasinya," kata Bambang Irianto, Penata Kebudayaan Kasultanan Cirebon dalam seminar Bedah Naskah Bendera Kesultanan Cirebon yang digelar di Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional Jalan Dipatiukur, Rabu (11/9/13).
Bendera tersebut merupakan simbol dari Kerajaan Islam Cirebon pimpinan Sunan Gunung Djati (Syarif Hidayatullah) sejak abad ke-16. Setelah kerajaan itu berakhir, bendera diturunkan menjadi simbol Kesulatanan Cirebon.
Menurut Bambang, bendera berwarna biru hitam itu dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat menolak bala. Sehingga bendera dipinjamkan kepada Sultan Mangkunegaran, Surakarta, yang tengah sakit.
Kekuatan bendera ini, kata Bambang diketahui oleh Belanda. "Saat itu Belanda mempercayai kekuatan bendera tersebut dan berusaha merebutnya. Tapi sebelum itu mereka berinisiatif untuk membuat duplikasinya, lalu ditukar dengan yang asli," tutur Bambang.
Penukaran itu baru diketahui Sultan Mangkunegaran beberapa waktu setelahnya. "Sultan Surakarta baru tahu setelah bendera dibawa pergi," tambah Bambang.
Fakta ini, kata Bambang, diketahui saat dirinya mempresentasikan sejarah Cirebon di KBRI Belanda.
"Saat saya bercerita tentang bendera ini, nyatanya ada pengakuan dari Wali Kota Rotterdam bahwa bendera aslinya ada di museum mereka," ujarnya.
"Saat dikaji, ternyata memang bendera tersebut ada dan dari segi kondisi menandakan bendera sudah berumur ratusan tahun. Lalu yang ada di museum itu hanya replika," lanjutnya.
Sementara itu hal berbeda diungkapkan ahli sejarah Universitas Padjadjaran Prof Sobana Hardjasaputra. Dalam kajiannya, dia justru meragukan bendera tersebut berada di tangan pemerintahan Belanda.
"Saya belum bisa mengatakan ya atau tidak keasliannya. Jika dikaji memang bendera ini dipercaya memiliki kekuataan magis. Hanya saja jika Belanda menukarnya untuk alasan itu, kurang bisa diterima. Karena sejauh mana kepentingan itu untuk Belanda," ungkapnya.
Penemu Hari Ulang Tahun Kota Bandung ini mengatakan ada dua versi tentang keahlian bendera kebanggaan rakyat Cirebon ini. Untuk membuktikannya perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.
"Dua versi ini tidak hanya mempermasalahkan dimana bendera aslinya. Tapi juga yang mana bendera aslinya. Karena ternyata ada yang lain, yakni yang ini dan ada yang berbentuk singa," ujar Sobana yang juga mengatakan kedua versi ini masih dalam perbedatan.
Dalam seminar itu diperlihatkan bendera Kerajaan Islam Cirebon bercorak kaligrafi. Di sekeliling bendera tertulis petikan surat Al Fatihah, Al An'am dan Al Ikhlas. Serta ditengah terdapat dua pedang yang membentuk huruf Arab yakni 'lam alif'.
"Diduga kuat ayat-ayat Al Qur'an itu yang sering atau selalu dikemukakan oleh para penyebar agama Islam ketika berdakwah," jelas Sobana.
(lns)