Terpidana mati kendalikan peredaran narkoba
A
A
A
Sindonews.com - Jaringan peredaran narkoba internasional kerap memanfaatkan perempuan-perempuan Indonesia yang tidak mampu secara ekonomi untuk menjadi kurir. Sebagian besar mereka, khususnya yang berasal dari Afrika, mempunyai modus menjalin hubungan asmara dengan perempuan Indonesia untuk mempermudah penyelundupan.
Tak hanya itu, iming-iming imbalan yang besar masih menjadi modus para bandar untuk merekrut kurir lokal. Fakta itu diungkap Direktur Reserse Narkotika dan Obat Berbahaya (Dit Resnarkoba) Polda Jawa Tengah Komisaris Besar John Turman Panjaitan.
Dia memberi contoh, kasus itu terjadi pada Rosmalinda Boru Sinaga (37), warga asli Medan, yang divonis pengadilan tingkat pertama dengan hukuman mati. DIa ditangkap, di Semarang, pada Sabtu 13 Oktober 2013, di Bandara Internasional A Yani Semarang.
Dari tangannya, polisi menyita barang bukti narkotika 7,7 kg, terdiri dari sabu dan heroin. Dia mengambil barang haram itu dari Filipina dan Malaysia.
"Perkembangannya kami berhasil tangkap pengendali di atasnya, si Christina alias Natalia itu. Keduanya sama-sama tak punya pekerjaan tetap, dan mau terlibat jaringan narkoba itu karena iming-iming imbalan besar. Satu koper bisa Rp20juta, para black Afrika itu, sering memanfaatkan untuk ini," katanya, kepada wartawan, Selasa (3/9/2013).
Seperti diketahui, Christina alias Natalia (56), merupakan warga Jalan Mandala, No.46, RT002/RW011, Kelurahan Kebonkangkung, Kecamatan Klaracondong, Kota Bandung, dan Apartemen WGP Tower B Unit 1703, Jalan Boulevard Raya, Blok CN I, RT07/RW020, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Mereka dikendalikan Warga Negara Asing (WNA) bernama Frederik. Warga Nigeria itu adalah terpidana mati kasus narkotika yang mendekam di Lapas Batu Nusakambangan. Sekarang dia sudah menjalani sidang. Nantinya, si Frederik yang menjadi saksi. Untuk kasus ini memang mengarah ke Frederik dan jaringan lain," tambahnya.
Dia melanjutkan, Frederik tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka, karena minim bukti. "Narkoba itu erat kaitannya dengan barang bukti. Ini masih kami kembangkan. Untuk kasus-kasus narkoba ini, sebagian kurir dimanfaatkan karena iming-iming imbalan besar, jadi akar masalahnya ekonomi, selain mental," lanjutnya.
Terkait terpidana mati Frederik, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv Pas) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah Suwarso, mengaku belum menerima informasi kapan akan jadi saksi persidangan.
"Tapi nanti statusnya tetap bon pinjam. Prosedurnya akan dikawal ketat petugas kejaksaan dan polisi," timpalnya, saat dikonfirmasi terpisah.
Terkait eksekusi mati itu, Suwarso belum mengetahui kapan akan dilakukan. "Belum tahu kapan. Itu domain kejaksaan, sejauh ini belum ada pemberitahuan ke kami," tandasnya.
Tak hanya itu, iming-iming imbalan yang besar masih menjadi modus para bandar untuk merekrut kurir lokal. Fakta itu diungkap Direktur Reserse Narkotika dan Obat Berbahaya (Dit Resnarkoba) Polda Jawa Tengah Komisaris Besar John Turman Panjaitan.
Dia memberi contoh, kasus itu terjadi pada Rosmalinda Boru Sinaga (37), warga asli Medan, yang divonis pengadilan tingkat pertama dengan hukuman mati. DIa ditangkap, di Semarang, pada Sabtu 13 Oktober 2013, di Bandara Internasional A Yani Semarang.
Dari tangannya, polisi menyita barang bukti narkotika 7,7 kg, terdiri dari sabu dan heroin. Dia mengambil barang haram itu dari Filipina dan Malaysia.
"Perkembangannya kami berhasil tangkap pengendali di atasnya, si Christina alias Natalia itu. Keduanya sama-sama tak punya pekerjaan tetap, dan mau terlibat jaringan narkoba itu karena iming-iming imbalan besar. Satu koper bisa Rp20juta, para black Afrika itu, sering memanfaatkan untuk ini," katanya, kepada wartawan, Selasa (3/9/2013).
Seperti diketahui, Christina alias Natalia (56), merupakan warga Jalan Mandala, No.46, RT002/RW011, Kelurahan Kebonkangkung, Kecamatan Klaracondong, Kota Bandung, dan Apartemen WGP Tower B Unit 1703, Jalan Boulevard Raya, Blok CN I, RT07/RW020, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Mereka dikendalikan Warga Negara Asing (WNA) bernama Frederik. Warga Nigeria itu adalah terpidana mati kasus narkotika yang mendekam di Lapas Batu Nusakambangan. Sekarang dia sudah menjalani sidang. Nantinya, si Frederik yang menjadi saksi. Untuk kasus ini memang mengarah ke Frederik dan jaringan lain," tambahnya.
Dia melanjutkan, Frederik tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka, karena minim bukti. "Narkoba itu erat kaitannya dengan barang bukti. Ini masih kami kembangkan. Untuk kasus-kasus narkoba ini, sebagian kurir dimanfaatkan karena iming-iming imbalan besar, jadi akar masalahnya ekonomi, selain mental," lanjutnya.
Terkait terpidana mati Frederik, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv Pas) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Tengah Suwarso, mengaku belum menerima informasi kapan akan jadi saksi persidangan.
"Tapi nanti statusnya tetap bon pinjam. Prosedurnya akan dikawal ketat petugas kejaksaan dan polisi," timpalnya, saat dikonfirmasi terpisah.
Terkait eksekusi mati itu, Suwarso belum mengetahui kapan akan dilakukan. "Belum tahu kapan. Itu domain kejaksaan, sejauh ini belum ada pemberitahuan ke kami," tandasnya.
(san)