Angka buta huruf di Bali masih tinggi
A
A
A
Sindonews.com - Meski menjadi destinasi pariwisata internasional namun masyarakat yang masih buta huruf di Provinsi Bali tergolong tinggi.
"Bali belum bebas buta huruf meskipun dikenal destinasi wisata unggulan dunia," ujar Ketua Yayasan Pendidikan Gajah Wahana Bali Wayan Sukla Arnata di Nusa Dua, Kamis (22/8/2013).
Meski tidak membeberkan data secara detail untuk konteks Bali, namun Sukla Arnata membeberkan beberapa fakta tentang kondisi buta huruf ini.
Sukla mencontohkan, ada salah satu dusun di Kabupaten Karangasem, ada sekira 800 KK dan hampir semuanya tidak mengenal huruf. Kondisi ini harus memberi perhatian semua pihak, tidak hanya pemerintah.
"Semua harus mau berkorban membantu masyarakat yang masih buta huruf,” tandas dalam sambutannya pada Rapat Senat Terbuka Universitas Teknologi Indonesia (UTI) Denpasar dan Wisuda D1/ D2 Balai Pendidikan Pelatihan Perhotelan dan Pariwisata (Bapppepar) Nusa Dua.
Di pihak lain, dalam Rapat Senat Terbuka, UTI melepas dan mengukuhkan 14 wisudawan yang semuanya dari strata 1 (S1). Adapun Bapppepar Nusa Dua melepas 152 wisudawan D1 dan D2.
Acara wisuda dihadiri Koordinator Kopertis Wilayah VIII Prof. Dr. Nyoman Sucipta.
Dalam sambutannya, Prof Sucipta secara khusus mengapresiasi peran perguruan tinggi swasta di Bali dalam memajukan dunia pendidikan.
Hanya saja, ia mengingatkan sebagian besar dosen perguruan tinggi swasta masih belum memenuhi kompetensi sebagaimana diamanatkan aturan yang ada.
Masih banyak dosen tidak ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan Kopertis.
"Ada juga yayasan yang mengangkat dosen, namun belum memenuhi kriteria yang ditentukan. Padahal sudah jelas dalam aturan diamanatkan bahwa, dosen minimal S2,” kata Prof Sucipta.
Ia mendorong dosen perguruan tinggi swasta, untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensinya.
Di samping itu, dosen yang harus mengikuti sertifikasi sebagaimana dosen negeri.
”Sertifikasi bukan saja berlaku untuk dosen negeri. Dosen yang diangkat yayasan pada perguruan tinggi swasta juga harus mengikuti proses sertifikasi,” demikian Prof Sucipta.
"Bali belum bebas buta huruf meskipun dikenal destinasi wisata unggulan dunia," ujar Ketua Yayasan Pendidikan Gajah Wahana Bali Wayan Sukla Arnata di Nusa Dua, Kamis (22/8/2013).
Meski tidak membeberkan data secara detail untuk konteks Bali, namun Sukla Arnata membeberkan beberapa fakta tentang kondisi buta huruf ini.
Sukla mencontohkan, ada salah satu dusun di Kabupaten Karangasem, ada sekira 800 KK dan hampir semuanya tidak mengenal huruf. Kondisi ini harus memberi perhatian semua pihak, tidak hanya pemerintah.
"Semua harus mau berkorban membantu masyarakat yang masih buta huruf,” tandas dalam sambutannya pada Rapat Senat Terbuka Universitas Teknologi Indonesia (UTI) Denpasar dan Wisuda D1/ D2 Balai Pendidikan Pelatihan Perhotelan dan Pariwisata (Bapppepar) Nusa Dua.
Di pihak lain, dalam Rapat Senat Terbuka, UTI melepas dan mengukuhkan 14 wisudawan yang semuanya dari strata 1 (S1). Adapun Bapppepar Nusa Dua melepas 152 wisudawan D1 dan D2.
Acara wisuda dihadiri Koordinator Kopertis Wilayah VIII Prof. Dr. Nyoman Sucipta.
Dalam sambutannya, Prof Sucipta secara khusus mengapresiasi peran perguruan tinggi swasta di Bali dalam memajukan dunia pendidikan.
Hanya saja, ia mengingatkan sebagian besar dosen perguruan tinggi swasta masih belum memenuhi kompetensi sebagaimana diamanatkan aturan yang ada.
Masih banyak dosen tidak ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan Kopertis.
"Ada juga yayasan yang mengangkat dosen, namun belum memenuhi kriteria yang ditentukan. Padahal sudah jelas dalam aturan diamanatkan bahwa, dosen minimal S2,” kata Prof Sucipta.
Ia mendorong dosen perguruan tinggi swasta, untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensinya.
Di samping itu, dosen yang harus mengikuti sertifikasi sebagaimana dosen negeri.
”Sertifikasi bukan saja berlaku untuk dosen negeri. Dosen yang diangkat yayasan pada perguruan tinggi swasta juga harus mengikuti proses sertifikasi,” demikian Prof Sucipta.
(lns)