Mantan Kades nekat segel kantor desa dan poliklinik
A
A
A
Sindonews.com - Nurhadi, seorang mantan Kepala Desa Ngentrong, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek melakukan aksi penyegelan kantor desa (balai desa) yang dulu menjadi tempatnya bekerja.
Selain menutup dan mengunci pintu kantor, Nurhadi juga mengusir paksa sejumlah perangkat dan beberapa warga yang tengah mengurus administrasi di dalam ruangan.
Aksi sepihak yang dilakukan sendiri itu sebagai protes terhadap kades pengganti yang merampas hak pengelolaan tanah bengkok desa kepadanya.
Sebab sesuai perjanjian sebelum lengser, dan telah dimufakati oleh seluruh perangkat serta Badan Perwakilan Desa, dirinya berhak atas tanah bengkok desa selama satu tahun paska tidak menjabat.
"Namun perjanjian yang dibuat secara tertulis itu telah diingkari. Hak saya tidak diberikan," ujar Nurhadi dengan nada tinggi, Sabtu (19/8/2013).
Nurhadi menjabat sebagai kepala Desa Ngentrong sejak tahun 2007 hingga 2013.
Sebagai wujud balas jasa, telah disepakati oleh semua pihak, termasuk kades baru yang terpilih, Nurhadi boleh mengelola bengkok hingga satu tahun ke depan.
"Selama hak saya tidak diberikan, kantor desa ini akan terus saya segel, "tegas Nurhadi.
Sebuah gembok berukuran besar digunakan yang bersangkutan mengunci mati pintu masuk kantor desa.
Tidak hanya balai desa, Nurhadi juga menutup paksa ruang Poliklinik Desa (Polindes) yang bersebelahan dekat dengan kantor desa.
Akibatnya, seluruh pelayanan kesehatan berhenti total. Aksi tersebut memaksa sejumlah anggota kepolisian Trenggalek turun ke lapangan.
Sebab, meski berusaha dibujuk, Nurhadi tetap bersikukuh dengan pendirianya. Di sisi lain situasi panas tersebut berpotensi memunculkan kericuhan antar warga.
Kapolres Trenggalek AKBP Deny Setya Nugraha Nasution yang langsung turun ke lapangan mengatakan Nurhadi tidak memiliki hak menyegel fasilitas milik pemerintah.
Karenanya, ia meminta yang bersangkutan lebih baik menempuh jalan musyawarah.
"Tidak boleh fasilitas pemerintah dikuasai pribadi seperti itu. Kalau ada permasalahan sebagainya dimusyawarahkan," tegasnya.
Setelah melalui proses negoisasi yang cukup alot dengan pihak desa yang diwakili Kepala Desa Mahmudi, perangkat dan BPD, Nurhadi akhirnya bersedia membuka segel yang dikuasainya.
Hasil kesepakatan yang dicapai, masalah bengkok akan dimusyawarahkan ulang oleh seluruh pihak terkait.
"Sebab jika yang bersangkutan ngotot tidak mau membuka segel, ini bisa mengarah pada proses hukum pidana," pungkas Deny.
Selain menutup dan mengunci pintu kantor, Nurhadi juga mengusir paksa sejumlah perangkat dan beberapa warga yang tengah mengurus administrasi di dalam ruangan.
Aksi sepihak yang dilakukan sendiri itu sebagai protes terhadap kades pengganti yang merampas hak pengelolaan tanah bengkok desa kepadanya.
Sebab sesuai perjanjian sebelum lengser, dan telah dimufakati oleh seluruh perangkat serta Badan Perwakilan Desa, dirinya berhak atas tanah bengkok desa selama satu tahun paska tidak menjabat.
"Namun perjanjian yang dibuat secara tertulis itu telah diingkari. Hak saya tidak diberikan," ujar Nurhadi dengan nada tinggi, Sabtu (19/8/2013).
Nurhadi menjabat sebagai kepala Desa Ngentrong sejak tahun 2007 hingga 2013.
Sebagai wujud balas jasa, telah disepakati oleh semua pihak, termasuk kades baru yang terpilih, Nurhadi boleh mengelola bengkok hingga satu tahun ke depan.
"Selama hak saya tidak diberikan, kantor desa ini akan terus saya segel, "tegas Nurhadi.
Sebuah gembok berukuran besar digunakan yang bersangkutan mengunci mati pintu masuk kantor desa.
Tidak hanya balai desa, Nurhadi juga menutup paksa ruang Poliklinik Desa (Polindes) yang bersebelahan dekat dengan kantor desa.
Akibatnya, seluruh pelayanan kesehatan berhenti total. Aksi tersebut memaksa sejumlah anggota kepolisian Trenggalek turun ke lapangan.
Sebab, meski berusaha dibujuk, Nurhadi tetap bersikukuh dengan pendirianya. Di sisi lain situasi panas tersebut berpotensi memunculkan kericuhan antar warga.
Kapolres Trenggalek AKBP Deny Setya Nugraha Nasution yang langsung turun ke lapangan mengatakan Nurhadi tidak memiliki hak menyegel fasilitas milik pemerintah.
Karenanya, ia meminta yang bersangkutan lebih baik menempuh jalan musyawarah.
"Tidak boleh fasilitas pemerintah dikuasai pribadi seperti itu. Kalau ada permasalahan sebagainya dimusyawarahkan," tegasnya.
Setelah melalui proses negoisasi yang cukup alot dengan pihak desa yang diwakili Kepala Desa Mahmudi, perangkat dan BPD, Nurhadi akhirnya bersedia membuka segel yang dikuasainya.
Hasil kesepakatan yang dicapai, masalah bengkok akan dimusyawarahkan ulang oleh seluruh pihak terkait.
"Sebab jika yang bersangkutan ngotot tidak mau membuka segel, ini bisa mengarah pada proses hukum pidana," pungkas Deny.
(lns)