Kalapas Kerobokan gusar dengan pernyataan Rachel
A
A
A
Sindonews.com - Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Denpasar (Kerobokan) I Gusti Ngurah Wiratna mengaku telah membentuk tim investigasi terkait dugaan kekerasan yang dialami narapidana asal Inggris, Rachel Dougall (40).
Pembentukan tersebut, terkait pengakuan Rachel di sebuah media asing. Dalam curhatnya, Rachel mengaku telah mengalami penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Rachel sendiri merupakan terpidana kasus penyelundupan kokain senilai 1,6 juta poundsterling atau sekira Rp25 miliar.
"Saya pimpin langsung tim ini, menginvestigasi semua yang terkait bersangkutan yang menghuni sel bersama napi asing lainnya," jelas Wiratna dihubungi lewat telepon, Senin (29/7/2013).
Meski begitu, Wiratna membantah jika pihaknya dikatakan telah melakukan apa yang dikatakan Rachel kepada media asing tersebut. Menurutnya, berdasarkan pengakuan dari beberapa narapidana lainnya, tidak ada yang menguatakan pengakuan Rachel.
Pengakuan Rachel, sambung Wirtana tidak ada yang terbukti. Karenanya, dia heran dengan apa yang dilakukan napi tersebut dan sejuah ini belum mengetahui apa motifnya dibalik jeritannya ke media asing.
Demikian juga dengan perlakuan tidak manusiwai dalam hal fasilitas bagi napi asing, ia kembali membantahnya. Pasalnya, justru seluruh fasilitas yang diberikan lapas terbesar di Bali itu terbilang istimewa.
Disebutkan, tempat tidur napi seperti kasur tebal hingga kebutuhan air tidak pernah ada masalah selalu mengalir tidak pernah mati. Sembari berseloroh dia menyebutkan kasur tebal yang dipakai napi tersebut sama tebalnya dengan kasur miliknya di rumah.
"Saya kira fasilitasnya untuk ukuran napi sudah layak dan nyaman. Makanya kami bingung kok dia ngomong seperti itu, apa motifnya saya tidak tahu. Itu semua bisa dicek. Apalagi, pihak Konjen Inggris juga sudah mengetahui dan memahami kondisi fasilitas untuk warga negaranya yang menjadi warga binaan di LP Kerobokan. Jika kemudian ia bebas, kemudian kasurnya dipakai oleh ke napi lainnya tentu saja hal yang wajar saja," tegasnya.
Demikian juga, pengakuan Rachel mendapat tindak kekerasan ditepis Wiratna dengan mengatakan, potensi terjadinya tindak kekerasan pasti akan terdeteksi petugas yang rutin melakukan kegiatan patroli ke sel sel napi.
"Selama ini kami tidak pernah menerima laporan adanya tindak kekerasan seperti dialami yang bersangkutan," tutup Wiratna.
Pembentukan tersebut, terkait pengakuan Rachel di sebuah media asing. Dalam curhatnya, Rachel mengaku telah mengalami penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya. Rachel sendiri merupakan terpidana kasus penyelundupan kokain senilai 1,6 juta poundsterling atau sekira Rp25 miliar.
"Saya pimpin langsung tim ini, menginvestigasi semua yang terkait bersangkutan yang menghuni sel bersama napi asing lainnya," jelas Wiratna dihubungi lewat telepon, Senin (29/7/2013).
Meski begitu, Wiratna membantah jika pihaknya dikatakan telah melakukan apa yang dikatakan Rachel kepada media asing tersebut. Menurutnya, berdasarkan pengakuan dari beberapa narapidana lainnya, tidak ada yang menguatakan pengakuan Rachel.
Pengakuan Rachel, sambung Wirtana tidak ada yang terbukti. Karenanya, dia heran dengan apa yang dilakukan napi tersebut dan sejuah ini belum mengetahui apa motifnya dibalik jeritannya ke media asing.
Demikian juga dengan perlakuan tidak manusiwai dalam hal fasilitas bagi napi asing, ia kembali membantahnya. Pasalnya, justru seluruh fasilitas yang diberikan lapas terbesar di Bali itu terbilang istimewa.
Disebutkan, tempat tidur napi seperti kasur tebal hingga kebutuhan air tidak pernah ada masalah selalu mengalir tidak pernah mati. Sembari berseloroh dia menyebutkan kasur tebal yang dipakai napi tersebut sama tebalnya dengan kasur miliknya di rumah.
"Saya kira fasilitasnya untuk ukuran napi sudah layak dan nyaman. Makanya kami bingung kok dia ngomong seperti itu, apa motifnya saya tidak tahu. Itu semua bisa dicek. Apalagi, pihak Konjen Inggris juga sudah mengetahui dan memahami kondisi fasilitas untuk warga negaranya yang menjadi warga binaan di LP Kerobokan. Jika kemudian ia bebas, kemudian kasurnya dipakai oleh ke napi lainnya tentu saja hal yang wajar saja," tegasnya.
Demikian juga, pengakuan Rachel mendapat tindak kekerasan ditepis Wiratna dengan mengatakan, potensi terjadinya tindak kekerasan pasti akan terdeteksi petugas yang rutin melakukan kegiatan patroli ke sel sel napi.
"Selama ini kami tidak pernah menerima laporan adanya tindak kekerasan seperti dialami yang bersangkutan," tutup Wiratna.
(rsa)