Kejati Sulsel bidik legislator Luwu Timur
A
A
A
Sindonews.com - Tim penyidik bidang pidana khusus Kejati Sulsel terus mengembangkan kasus dugaan korupsi dan penggelembungan anggaran dalam pembangunan Stadion Malili, Kabupaten Luwu Timur, periode 2011-2013 dengan anggaran Rp44 miliar.
Penyelidikan tersebut, termasuk mendalami peran sejumlah anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu Timur dalam proses pembahasan anggaran pembangunan stadion tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel Nur Alim Rachim mengatakan, pemeriksaan terhadap anggota Badan Anggaran DPRD Lutim terkait dengan alokasi anggaran dan adanya penambahan atau revisi nilai kontrak pekerjaan pemabngunan stadion oleh PT Nindya Karya dari Rp44 miliar menjadi Rp47 miliar.
"Ada beberapa anggota Badan Anggaran yang diperiksa oleh penyidik terkait dengan pengembangan perkara dugaan korupsi Stadion Malili ini," ujarnya, Kamis (26/7/2013).
Diketahui, pasca menetapkan seorang pejabat Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Pemkab Luwu Timur, Handoko Subhekti, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan penggelembungan anggaran dalam pembangunan Stadion Malili ini.
Kejati menegaskan kalau tersangka bakal bertambah dan tidak berhenti hanya pada Handoko yang bertindak bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Rekanan harus bertanggungjawab pula karena tidak menyelesaikan pekerjaan pembangunan sesuai dengan kontrak," terang Nur Alim.
Pembangunan Stadion Malili yang dalam kontrak dikerjakan selama tiga tahun yakni 2011-2013 dengan anggaran sebesar Rp44 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pencairan anggaran dilakukan secara berturut-turut yakni tahun 2011 sebesar Rp2,7 miliar, tahun 2012 senilai Rp15 miliar dan tahun 2013 sebesar Rp26 miliar.
Akan tetapi, pada perjalanan pengerjaan proyek tersebut, PPK bersama dengan rekanan justru melakukan revisi terhadap nilai kontrak yang mengakibatkan negara mengalami kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar. Sehingga nilai dari kontrak awal sebesar Rp44 miliar naik jadi Rp47 miliar.
"Proses penganggaran dan penambahan anggaran tersebut juga sedang ditelusuri. Tentunya, penggunaan anggaran yang bersumber dari APBD maka harus dilaporkan penggunaannya ke DPRD. Jadi penyidik ingin lebih memperjelas perkara ini dengan meminta keterangan dari sejumlah anggota Badan Anggaran. Yang jelas setelah mengetahui adanya pelanggaran kontrak kerja yang dilakukan PT Nindya Karya, Handoko selaku PPK justru melakukan pembiaran," ujarnya lebih lanjut.
Pelanggaran hukum yang terjadi dalam pembangunan Stadion Malili ini selain perubahan nilai kontrak kerja khususnya pada kerja persiapan tahun 2011 dari semula hanya Rp2,7 miliar dinaikkan menjadi Rp3,1 miliar.
Pengerjaan persiapan pembangunan oleh rekanan PT Nindya Karya juga menyeberang ke tahun 2012 dan tidak dituntaskan. Selain itu, rekanan yakni PT Nindya Karya juga merubah struktur bangun kedalaman tiang pancang dan tiang pancang terpasang hanya 317 dari kontrak seharusnya 327 tiang pancang.
Data SINDO menunjukkan, pengerjaan kontrak proyek pada tahun 2011dengan nilai Rp2 miliar tidak dituntaskan. Pada tahun 2011 realisasi pengerjaan dan realisasi pembayaran hanya setaraRp800 juta lebih.
Sedangkan pada tahun 2012 dengan nilai pengerjaan proyek sebesar Rp15 miliar, realiaasi pengerjaan struktur hanya Rp8 miliar dengan volume tidak sampai 50 persen. Secara total dari tiga tahun pelaksanaan pembangunan proyek, hanya sekira 35 persen.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Chaerul Amir mengakui, tim penyidik masih mendalami bakal adanya tersangka baru dalam perkara ini.
Selain itu, penyidik juga sedang mengumpulkan data dan bahan keterangan tambahan dari sejumlah saksi untuk kemudian dimintakan proses audit ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait jumlah pasti nilai kerugian negara.
"Penyidik masih bekerja, tunggu saja perkembangannya termasuk tersangka baru dalam perkara ini. Yang jelas tersangka tidak berhenti pada PPK tetapi lebih dari satu," terangnya.
Penyelidikan tersebut, termasuk mendalami peran sejumlah anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu Timur dalam proses pembahasan anggaran pembangunan stadion tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel Nur Alim Rachim mengatakan, pemeriksaan terhadap anggota Badan Anggaran DPRD Lutim terkait dengan alokasi anggaran dan adanya penambahan atau revisi nilai kontrak pekerjaan pemabngunan stadion oleh PT Nindya Karya dari Rp44 miliar menjadi Rp47 miliar.
"Ada beberapa anggota Badan Anggaran yang diperiksa oleh penyidik terkait dengan pengembangan perkara dugaan korupsi Stadion Malili ini," ujarnya, Kamis (26/7/2013).
Diketahui, pasca menetapkan seorang pejabat Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Pemkab Luwu Timur, Handoko Subhekti, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan penggelembungan anggaran dalam pembangunan Stadion Malili ini.
Kejati menegaskan kalau tersangka bakal bertambah dan tidak berhenti hanya pada Handoko yang bertindak bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Rekanan harus bertanggungjawab pula karena tidak menyelesaikan pekerjaan pembangunan sesuai dengan kontrak," terang Nur Alim.
Pembangunan Stadion Malili yang dalam kontrak dikerjakan selama tiga tahun yakni 2011-2013 dengan anggaran sebesar Rp44 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pencairan anggaran dilakukan secara berturut-turut yakni tahun 2011 sebesar Rp2,7 miliar, tahun 2012 senilai Rp15 miliar dan tahun 2013 sebesar Rp26 miliar.
Akan tetapi, pada perjalanan pengerjaan proyek tersebut, PPK bersama dengan rekanan justru melakukan revisi terhadap nilai kontrak yang mengakibatkan negara mengalami kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar. Sehingga nilai dari kontrak awal sebesar Rp44 miliar naik jadi Rp47 miliar.
"Proses penganggaran dan penambahan anggaran tersebut juga sedang ditelusuri. Tentunya, penggunaan anggaran yang bersumber dari APBD maka harus dilaporkan penggunaannya ke DPRD. Jadi penyidik ingin lebih memperjelas perkara ini dengan meminta keterangan dari sejumlah anggota Badan Anggaran. Yang jelas setelah mengetahui adanya pelanggaran kontrak kerja yang dilakukan PT Nindya Karya, Handoko selaku PPK justru melakukan pembiaran," ujarnya lebih lanjut.
Pelanggaran hukum yang terjadi dalam pembangunan Stadion Malili ini selain perubahan nilai kontrak kerja khususnya pada kerja persiapan tahun 2011 dari semula hanya Rp2,7 miliar dinaikkan menjadi Rp3,1 miliar.
Pengerjaan persiapan pembangunan oleh rekanan PT Nindya Karya juga menyeberang ke tahun 2012 dan tidak dituntaskan. Selain itu, rekanan yakni PT Nindya Karya juga merubah struktur bangun kedalaman tiang pancang dan tiang pancang terpasang hanya 317 dari kontrak seharusnya 327 tiang pancang.
Data SINDO menunjukkan, pengerjaan kontrak proyek pada tahun 2011dengan nilai Rp2 miliar tidak dituntaskan. Pada tahun 2011 realisasi pengerjaan dan realisasi pembayaran hanya setaraRp800 juta lebih.
Sedangkan pada tahun 2012 dengan nilai pengerjaan proyek sebesar Rp15 miliar, realiaasi pengerjaan struktur hanya Rp8 miliar dengan volume tidak sampai 50 persen. Secara total dari tiga tahun pelaksanaan pembangunan proyek, hanya sekira 35 persen.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Chaerul Amir mengakui, tim penyidik masih mendalami bakal adanya tersangka baru dalam perkara ini.
Selain itu, penyidik juga sedang mengumpulkan data dan bahan keterangan tambahan dari sejumlah saksi untuk kemudian dimintakan proses audit ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait jumlah pasti nilai kerugian negara.
"Penyidik masih bekerja, tunggu saja perkembangannya termasuk tersangka baru dalam perkara ini. Yang jelas tersangka tidak berhenti pada PPK tetapi lebih dari satu," terangnya.
(rsa)