Kuliner khas Solo ala Chef
A
A
A
Sindonews.com - Indonesian Chef Association (ICA) membidik promosi kuliner tradisional khas Kota Solo, Jawa Tengah, ke tingkat nasional dan mancanegara. Pendampingan ini akan menyangkut kualitas dan kuantitas produk kuliner.
Ketua ICA Solo Hendro Purwanto mengatakan, sudah saatnya pedagang makanan pinggir jalan membenahi manajemen bisnisnya secara lebih baik. Makanan khas Kota Bengawan tidak boleh hanya disajikan secara konvensional, namun perlu sentuhan profesional agar layak disuguhkan ke luar komunitas.
Manajemen kuliner juga perlu digarap serius, mengingat persaingan produk kuliner jejaring asal luar negeri mengancam keberlangsungan resep masakan khas.
“Untuk menggali dan memperkenalkan makanan khas Solo butuh energi ekstra, karena anak muda sekarang lebih memilih fastfood. Resep kuliner leluhur kita masih dipandang sebelah mata karena dijajakan pedagang kaki lima (PKL),” kata dia, di Solo, Minggu (16/6/2013).
Executive Chef dari restoran ternama Kota Solo ini mengatakan, pembuatan kawasan kuliner sebagai upaya pemkot menaikkan pamor kuliner masih butuh didampingi kalangan profesional di bidangnya. Melihat potensi kuliner Solo, masyarakat nusantara dan mancanegara layak untuk tahu. Perbaikan citra menjadi langkah awal pendampingan ICA terhadap para PKL kuliner Solo.
“Misalnya di Galabo (Gladak Langen Bogan) yang bagi masyarakat lokal, harganya terlalu mahal. Konsep Galabo juga baik. Hanya saja, kualitas makanan dan harga perlu distandardisasi,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, Kota Solo menawarkan wisata kuliner dengan aneka sajian makanan berat maupun kudapan. Sayangnya, hanya sedikit yang mampu menembus pasar di luar komunitasnya. Dari segi kuantitas produk, penjualannya terbatas untuk kalangan sendiri yang notabene pelanggan lokal.
Ketua ICA Solo Hendro Purwanto mengatakan, sudah saatnya pedagang makanan pinggir jalan membenahi manajemen bisnisnya secara lebih baik. Makanan khas Kota Bengawan tidak boleh hanya disajikan secara konvensional, namun perlu sentuhan profesional agar layak disuguhkan ke luar komunitas.
Manajemen kuliner juga perlu digarap serius, mengingat persaingan produk kuliner jejaring asal luar negeri mengancam keberlangsungan resep masakan khas.
“Untuk menggali dan memperkenalkan makanan khas Solo butuh energi ekstra, karena anak muda sekarang lebih memilih fastfood. Resep kuliner leluhur kita masih dipandang sebelah mata karena dijajakan pedagang kaki lima (PKL),” kata dia, di Solo, Minggu (16/6/2013).
Executive Chef dari restoran ternama Kota Solo ini mengatakan, pembuatan kawasan kuliner sebagai upaya pemkot menaikkan pamor kuliner masih butuh didampingi kalangan profesional di bidangnya. Melihat potensi kuliner Solo, masyarakat nusantara dan mancanegara layak untuk tahu. Perbaikan citra menjadi langkah awal pendampingan ICA terhadap para PKL kuliner Solo.
“Misalnya di Galabo (Gladak Langen Bogan) yang bagi masyarakat lokal, harganya terlalu mahal. Konsep Galabo juga baik. Hanya saja, kualitas makanan dan harga perlu distandardisasi,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, Kota Solo menawarkan wisata kuliner dengan aneka sajian makanan berat maupun kudapan. Sayangnya, hanya sedikit yang mampu menembus pasar di luar komunitasnya. Dari segi kuantitas produk, penjualannya terbatas untuk kalangan sendiri yang notabene pelanggan lokal.
(lal)