Kongres Nasional GMNI XVIII, terburuk dalam sejarah

Kamis, 06 Juni 2013 - 19:13 WIB
Kongres Nasional GMNI XVIII, terburuk dalam sejarah
Kongres Nasional GMNI XVIII, terburuk dalam sejarah
A A A
Sindonews.com - Kongres Nasional Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) XVIII, di komplek rumah masa kecil Bung Karno, Istana Gebang Kota Blitar, dinilai yang terburuk dalam sejarah Kongres GMNI.

Selain terjadi bentrok fisik antara peserta dengan sejumlah orang yang diduga preman, hampir seluruh pendamping delegasi yang berasal berbagai daerah dan kepulauan dibiarkan terlantar.

Oleh panitia kongres, para aktivis berideologi nasionalisme itu hanya ditempatkan di aula besar GOR Soeprijadi, Kota Blitar. Untuk kebutuhan sehari-hari sejak kongres dibuka 1 Juni, para pendamping harus merogoh kocek sendiri. Sementara 109 peserta kongres hanya dititip-titipkan di rumah warga.

“Baru kali ini Kongres Nasional menempatkan peserta di rumah penduduk. Sebelumnya kongres digelar di hotel atau minimal menyewa gedung Asrama Haji. Ini kongres terburuk dalam sejarah Kongres Nasional GMNI. Akibatnya, pelaksanaan kongres berjalan molor,“ ujar seorang alumni GMNI dari Surabaya yang enggan disebut namanya, Kamis (6/6/2013).

Catatan buruk lainya adalah pelibatan sekelompok orang yang diduga preman oleh panitia lokal. Keberadaan orang ilegal yang juga memegang tanda panitia itu yang kemudian memicu terjadinya kericuhan pada proses pemilihan, Rabu (5/6) kemarin.

Kongres untuk memilih Ketua Presidum GMNI 2013-2015 diwarnai perang batu, termasuk perusakan fasilitas di lokasi. Dalam kisruh tersebut, Ketua GMNI Jawa Timur Rangga Bisma Aditya dianiaya. Bahkan beberapa petugas kepolisian yang mencoba mengendalikan situasi yang panas juga sempat terkena lemparan.

“Baru kali ini kongres dijaga aparat kepolisian. Mereka leluasa keluar masuk ke lokasi dengan berpakaian dinas lengkap. Seharusnya tidak ada aparat masuk wilayah otoritas mahasiswa seperti ini," lanjutnya.

Secara finansial, penyelenggaraan Kongres Nasional ini tidak berdiri sendiri. Ada suntikan dana dari sejumlah pejabat kepala daerah yang nilainya tidak kecil.

"Ada bantuan dari Gubernur, Wali Kota dan Bupati Blitar. Totalnya Rp500 juta. Kalau kondisinya seperti ini, panitia secara finansial bisa dikatakan untung banyak," tudingnya.

Dikonfirmasi terpisah Ketua DPC GMNI Blitar Jimmy Yanuar menjelaskan, bahwa Kongres Nasional GMNI ini berbasis kerakyatan. Karena itu pelaksanaanya sengaja melibatkan masyarakat sekitar.

"Dan orang-orang yang dijadikan bagian panitia itu bukan Preman. Tapi warga sekitar Istana Gebang," dalihnya.

Meski begitu, Jimmy tidak menyangkal proses pemilihan yang memunculkan dua nama kandidat itu sempat terjadi kekisruhan.

Karenanya, untuk menanggapi protes tudingan adanya preman, pihaknya menyatakan telah menarik semua warga dari kepanitiaan. "Semua telah kita tarik. Panitia pengamanan saat ini dipegang mahasiswa," terangnya.

Sementara Kapolres Blitar AKBP Indarto yang turun langsung ke lokasi memberikan deadline batas waktu akhir 6 Juni 2013 kongres harus selesai. Sebab hal itu sesuai masa izin yang diajukan pihak GMNI.

"Selesai enggak selesai hari ini harus selesai. Dan tadi sudah ada kesepakatan dengan panitia bahwa mereka menyanggupi," ujarnya.

Sesuai jadwal, 6 Juni adalah sidang pleno pemilihan Ketua Umum. Ada dua kandidat yang memperebutkan posisi ketua umum, yang salah satunya ketua lama. Seperti diketahui 6 Juni bertepatan dengan harlah Bung Karno.

Menurut Indarto, pihaknya akan terus menyiagakan pasukan di lokasi kongres GMNI hingga acara benar-benar selesai. "Ini sebagai antisipasi. Kita tidak ingin terjadi kericuhan lagi, "pungkasnya.

Seperti diketahui proses pemilihan ketua berlangsung tertutup. Pantia tidak membolehkan media massa berada di lokasi pemilihan.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6487 seconds (0.1#10.140)