Terkecoh tali rafia kuning
A
A
A
Setelah ditemukan oleh Tim SAR Gabungan, empat pendaki yang hilang di Gunung Ganda Dewata, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat mengaku tersesat karena terkecoh dengan petunjuk tali rafia kuning. Saat jarak pandang tertutup kabut tebal, mereka hanya mengikuti petunjuk tali rafia, namun disini awal petakanya.
Keempat pendaki yang ditemukan itu adalah Awaluddin, dari Mapala Unsulbar, Muh Mukhsin (Tamsil) dari Mapala Unasman, serta Muhammad Ilham dan Nurhidayat dari Mapalasta Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar sudah berhasil ditemukan. Sementara, Farhan, pendaki dari Mapala UIN, hingga kini belum ditemukan.
Mereka menuturkan awal mereka tersesat di gunung tertinggi kedua di SUlawesi tersebut. Berangkat dari pos 1 Desa Rante Pongko, Kecamatan Tabulahan, Kabupaten Mamaa, pukul 11.00 wita, 25 Januari lalu, lima anggota Mapala ini mulai melakukan pendakian. Sore itu juga, kelima pendaki tiba di pos bayangan 3 dan memberi kabar ke base camp Mapala Unasman tentang keberadaannya.
Dengan waktu tempuh perjalanan selama tiga hari dari Rante Pongko menuju puncak Ganda Dewata, sedianya pada 30 Januari 2013, kelima pendaki itu sudah harus kembali ke pos bayangan tiga 3 dan memberi kabar tentang perjalananannya. Apalagi kemampuan dan persediaan logistik yang dibawa saat itu hanya mampu untuk perjalanan selama sepekan.
Namun, hingga 2 Februari, kelima pendaki tidak memberikan kabar. Sehingga, saat itu juga, para pendaki ditetapkan hilang. Tim SAR pun mulai turun melakukan pencarian, dan baru berhasil ditemukan setelah sepekan dinyatakan hilang atau tepatnya pada Rabu, 6 Februari pekan lalu.
Koordinator tim pendaki, Muhammad Ilham, kepada SINDO, mengatakan, peristiwa yang dialaminya hingga dinyatakan hilang murni kesasar saat hendak pulang. Ia menceritakan, ia dan empat rekannya sudah sampai di puncak pada 28 Februari siang. Kondisi cuaca saat itu dipenuhi kabut.
“Dua jam berada di atas puncak, kami bersiap-siap untuk pulang. Dalam keadaan bergembira ria, sekira pukul 14.00 wita, kami akhirnya meninggalkan pos 10 atau puncak Ganda Dewata yang tingginya mencapai 3.037 mdpl dari permukaan laut,”ujar Muhammad Ilham, saat tiba di base camp Unasman, Sabtu malam.
Dalam perjalanan turun, cerita Ilham, ternyata kabut menyelimuti pegunungan. Berawal dari situlah, mereka mulai rabun dengan jalur karena jarak pandang hanya sekira satu meter menuju pos bayangan 8.
Dalam perjalanannya, kelima pendaki itu mengikuti tanda dari tali rafia berwarna kuning tua. Namun, tanda tersebut tidak membawa para pendaki itu ke jalur normal, dan baru menyadari bahwa jalur yang dilewati tersebut ternyata salah.
Hari semakin gelap, kelimanya pun harus bermalam dibawah sebuah pepohonan dalam hutan antara pos 7 dan 8. Beruntung, ada sarung yang digunakan untuk menahan dinginnya cuaca. Persediaan logistic sudah mulai habis. Semangat menjadi modal utama bertahan mencari jalur normal untuk pulang.
Dalam masa pencarian jalur, kondisi fisisk kelimanya mulai lemas. Terlebih terhadap pendaki Farhan. Langkah yang dilakukan adalah mendekati sumber air yang ada dibawahnya. Meski kondisi fisik sudah sangat lemah, Ilham yang merupakan komando dari kelima pendaki itu memutuskan tetap berjalan kebawah menyusuri sumber air yang ia dengar. Mereka pun mulai terpisah-pisah.
Pada 30 Januari, dua pendaki yakni Muhammad Ilham dan Nurhidayat sudah ada di sumber air. Sementara, tiga orang lainnya tetap berusaha untuk menyusul kebawah. Keesokan harinya, kelima pendaki belum menyatu. Muhammad Ilham dan Nurhidayat sudah bergerak keatas ikut jalur sungai. Sementara, Awaluddin dan dua rekannya masih tinggal di sungai.
Selama empat hari, kelima pendaki itu akhirnya terpecah menjadi dua. Muhammad Ilham dan Nurhidayat yang terus menyusuri sungai akhirnya mendapatkan jalur menuju pos bayangan 7 pada 4 Februari. Ditempat itu, empat pendaki yang terpisah tadi kembali bertemu dengan dua pendaki yakni Awaluddin dan Tamsil. Sementara, Farham tetap tinggal di sungai karena tak mampu lagi untuk bergerak.
Pada saat keempat pendaki itu bertemu, mereka tetap menunggu pendaki Farhan yang diharapkan ikut bergerak naik ke jalur menuju pos 7. Sehingga, mereka kembali bisa pulang secara utuh. Namun, hingga keesokan harinya, pendaki Farhan ternyata belum muncul dan tetap tinggal di sumber air.
“Mau bagaimana lagi, kita tidak mungkin kembali ke bawa dengan kondisi lemah, dan harus cari pertolongan. Apalagi, kita sudah delapan hari survive,” tutur Muhammad Ilham dengan sedih karena terpaksa harus meninggalkan temannya.
Saat itulah, keesokan harinya, tepatnya pada 6 Februari, tanpa Farhan, keempat pendaki akhirnya menuju pos 7. Di pos itu, mereka camp dan survive selama kurang lebih sembilan hari.
“Alhamdulillah, saat menjelang sore, setelah kami berada di pos 7, sembilan orang tim SAR datang menjemput kami. Walaupun, saat itu, kami harus berpisah dengan teman kami Farhan,” cerita Muhammad Ilham dengan sedih karena harus berpisah dengan satu rekannya.
Keempat pendaki yang ditemukan itu adalah Awaluddin, dari Mapala Unsulbar, Muh Mukhsin (Tamsil) dari Mapala Unasman, serta Muhammad Ilham dan Nurhidayat dari Mapalasta Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar sudah berhasil ditemukan. Sementara, Farhan, pendaki dari Mapala UIN, hingga kini belum ditemukan.
Mereka menuturkan awal mereka tersesat di gunung tertinggi kedua di SUlawesi tersebut. Berangkat dari pos 1 Desa Rante Pongko, Kecamatan Tabulahan, Kabupaten Mamaa, pukul 11.00 wita, 25 Januari lalu, lima anggota Mapala ini mulai melakukan pendakian. Sore itu juga, kelima pendaki tiba di pos bayangan 3 dan memberi kabar ke base camp Mapala Unasman tentang keberadaannya.
Dengan waktu tempuh perjalanan selama tiga hari dari Rante Pongko menuju puncak Ganda Dewata, sedianya pada 30 Januari 2013, kelima pendaki itu sudah harus kembali ke pos bayangan tiga 3 dan memberi kabar tentang perjalananannya. Apalagi kemampuan dan persediaan logistik yang dibawa saat itu hanya mampu untuk perjalanan selama sepekan.
Namun, hingga 2 Februari, kelima pendaki tidak memberikan kabar. Sehingga, saat itu juga, para pendaki ditetapkan hilang. Tim SAR pun mulai turun melakukan pencarian, dan baru berhasil ditemukan setelah sepekan dinyatakan hilang atau tepatnya pada Rabu, 6 Februari pekan lalu.
Koordinator tim pendaki, Muhammad Ilham, kepada SINDO, mengatakan, peristiwa yang dialaminya hingga dinyatakan hilang murni kesasar saat hendak pulang. Ia menceritakan, ia dan empat rekannya sudah sampai di puncak pada 28 Februari siang. Kondisi cuaca saat itu dipenuhi kabut.
“Dua jam berada di atas puncak, kami bersiap-siap untuk pulang. Dalam keadaan bergembira ria, sekira pukul 14.00 wita, kami akhirnya meninggalkan pos 10 atau puncak Ganda Dewata yang tingginya mencapai 3.037 mdpl dari permukaan laut,”ujar Muhammad Ilham, saat tiba di base camp Unasman, Sabtu malam.
Dalam perjalanan turun, cerita Ilham, ternyata kabut menyelimuti pegunungan. Berawal dari situlah, mereka mulai rabun dengan jalur karena jarak pandang hanya sekira satu meter menuju pos bayangan 8.
Dalam perjalanannya, kelima pendaki itu mengikuti tanda dari tali rafia berwarna kuning tua. Namun, tanda tersebut tidak membawa para pendaki itu ke jalur normal, dan baru menyadari bahwa jalur yang dilewati tersebut ternyata salah.
Hari semakin gelap, kelimanya pun harus bermalam dibawah sebuah pepohonan dalam hutan antara pos 7 dan 8. Beruntung, ada sarung yang digunakan untuk menahan dinginnya cuaca. Persediaan logistic sudah mulai habis. Semangat menjadi modal utama bertahan mencari jalur normal untuk pulang.
Dalam masa pencarian jalur, kondisi fisisk kelimanya mulai lemas. Terlebih terhadap pendaki Farhan. Langkah yang dilakukan adalah mendekati sumber air yang ada dibawahnya. Meski kondisi fisik sudah sangat lemah, Ilham yang merupakan komando dari kelima pendaki itu memutuskan tetap berjalan kebawah menyusuri sumber air yang ia dengar. Mereka pun mulai terpisah-pisah.
Pada 30 Januari, dua pendaki yakni Muhammad Ilham dan Nurhidayat sudah ada di sumber air. Sementara, tiga orang lainnya tetap berusaha untuk menyusul kebawah. Keesokan harinya, kelima pendaki belum menyatu. Muhammad Ilham dan Nurhidayat sudah bergerak keatas ikut jalur sungai. Sementara, Awaluddin dan dua rekannya masih tinggal di sungai.
Selama empat hari, kelima pendaki itu akhirnya terpecah menjadi dua. Muhammad Ilham dan Nurhidayat yang terus menyusuri sungai akhirnya mendapatkan jalur menuju pos bayangan 7 pada 4 Februari. Ditempat itu, empat pendaki yang terpisah tadi kembali bertemu dengan dua pendaki yakni Awaluddin dan Tamsil. Sementara, Farham tetap tinggal di sungai karena tak mampu lagi untuk bergerak.
Pada saat keempat pendaki itu bertemu, mereka tetap menunggu pendaki Farhan yang diharapkan ikut bergerak naik ke jalur menuju pos 7. Sehingga, mereka kembali bisa pulang secara utuh. Namun, hingga keesokan harinya, pendaki Farhan ternyata belum muncul dan tetap tinggal di sumber air.
“Mau bagaimana lagi, kita tidak mungkin kembali ke bawa dengan kondisi lemah, dan harus cari pertolongan. Apalagi, kita sudah delapan hari survive,” tutur Muhammad Ilham dengan sedih karena terpaksa harus meninggalkan temannya.
Saat itulah, keesokan harinya, tepatnya pada 6 Februari, tanpa Farhan, keempat pendaki akhirnya menuju pos 7. Di pos itu, mereka camp dan survive selama kurang lebih sembilan hari.
“Alhamdulillah, saat menjelang sore, setelah kami berada di pos 7, sembilan orang tim SAR datang menjemput kami. Walaupun, saat itu, kami harus berpisah dengan teman kami Farhan,” cerita Muhammad Ilham dengan sedih karena harus berpisah dengan satu rekannya.
(ysw)