Panwaslu Papua tangani 9 kasus
A
A
A
Sindonews.com - Panitia Pengawas Pemilukada (Panwaslu) Provinsi Papua menyatakan saat ini tengah menangani sembilan kasus pelanggaran pemilihan Gubernur dan Wakil Provinsi Papua mulai Kampanye hingga saat ini.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Panwas Papua, Ony JJ Lebelaw, SE dalam jumpa persnya, Rabu 6 Februari 2013, kemarin sore, di Kantor Panwas Provinsi Papua, Taman Imbi, Jayapura.
Menurutnya, dari sembilan kasus pelanggaran Pilkada tersebut, diantaranya empat merupakan pidana pemilu, dan lima pelanggaran administrasi pemilu.
"Ke-5 pelanggaran administrasi tersebut yakni dua pelanggaran pemasangan baliho ucapan selamat tahun Natal dan Tahun Baru, pemasang baliho dengan mencantumkan nomor urut pasangan, 21 Desember 2012, yang diyakini kampanye terselubung," ucapnya.
Lanjutnya, tanggal 16 Januari pelanggaran administrasi pemasangan baliho di jalan protokol yang dilarang oleh Pemda Merauke. Pelanggaran adminitrasi lainnya, 16 Januari pembagian komputer ke lembaga keagamaan saat salah satu pasangan calon kampanye di Biak dan pelanggaran administrasi di Kepulauan Yapen, Serui, 27 Januari 2013, dimana adanya perubahan DPT oleh Ketua PPS Serui Kota, yang sudah disahkan KPU Kota dan dikenakan sanksi dinonaktifkan.
”Dari pelanggaran administrasi itu, mereka dikenakan teguran keras dan sudah meminta maaf serta melakukan pernyataan sikap secara resmi, untuk tidak mengulang lagi perbuatan mereka,” katanya.
Untuk empat pelanggaran pidana, diantaranya pengeroyokan terhadap anggota DPRD Kabupaten Toliakara, Hosea Yosia Koroba yang menyebabkan kematian. Kemudian adanya kampanye dengan membagi-bagikan uang kepada simpatisan di Wamena, hingga berujung anarkis, serta bentrok dua pendukung kandidat Gubernur Papua di Yahukimo.
”Dari laporan terakhir 29 Januari 2013 ada pelanggaran Pidana Pemilu di Wamena, distrik Napua, ada 7 kampung yang tidak mencoblos karena dilarang oleh Kepala Distrik dan kini telah dilaporkan ke pihak kepolisian,” terangnya.
Ony berkesimpulan, banyaknya saksi yang tidak hadir memberikan kesaksian pelanggaran Pidana, dikarena ketakutan atas keselamatannya. Maka itu, Panwas menyarankan agar DPR atau lembaga berwenang menyusun UU untuk perlindungan saksi Pemilu.
Panwas juga mengakui, pihaknya baru menerima pengaduan dari Tim Kuasa Hukum Koalisi Papua Bangkit, terkait dugaan pelanggaran administrasi Pemilu di Biak dan Supiori, 28 Januari lalu. Namun Panwas melihat, kasus tersebut sudah kadaluarsa.
”Sesuai pengaduan, pelanggaran dimaksud berupa ada sekelompok orang yang memasang pamflet yang memojokan kehormatan pasangan calon gubernur nomor urut 3 dan setelah melihat hasil pemungutan suara, perolehan suara nomor urut 3 ternyata anjlok,” ungkapnya.
Ony menyayangkan pelaporan dari Koalisi Papua Bangkit yang baru dilayangkannya, mengingat batas waktu sudah lewat. Dimana, sesuai UU dan peraturan Bawaslu, setiap pelanggaran harus dilaporkan sebelum 8 hari semenjak terjadi pelanggaran.
”Itu yang saya sesalkan, namun laporan tetap kami terima dan akan diteruskan kepada Panwas Supiori dan Bawaslu untuk dijadikan laporan Pilgub,” tuturnya.
Terkait pengaduan lima kandidat Cagub Papua, Ony mengakui telah menunggui ke-lima pasangan cagub Papua di kantor Panwaslu Papua. Namun, kelima kandidat tersebut tidak kunjung datang sampai sore.
”Saya tunggu hingga sore, tapi ternyata tidak datang, maka saya kumpulkan temen-temen wartawan dan itu juga hak kelima pasangan dan kami dari Panwas juga memerlukan bukti, bukan laporan lisan,” tandasnya.
Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Panwas Papua, Ony JJ Lebelaw, SE dalam jumpa persnya, Rabu 6 Februari 2013, kemarin sore, di Kantor Panwas Provinsi Papua, Taman Imbi, Jayapura.
Menurutnya, dari sembilan kasus pelanggaran Pilkada tersebut, diantaranya empat merupakan pidana pemilu, dan lima pelanggaran administrasi pemilu.
"Ke-5 pelanggaran administrasi tersebut yakni dua pelanggaran pemasangan baliho ucapan selamat tahun Natal dan Tahun Baru, pemasang baliho dengan mencantumkan nomor urut pasangan, 21 Desember 2012, yang diyakini kampanye terselubung," ucapnya.
Lanjutnya, tanggal 16 Januari pelanggaran administrasi pemasangan baliho di jalan protokol yang dilarang oleh Pemda Merauke. Pelanggaran adminitrasi lainnya, 16 Januari pembagian komputer ke lembaga keagamaan saat salah satu pasangan calon kampanye di Biak dan pelanggaran administrasi di Kepulauan Yapen, Serui, 27 Januari 2013, dimana adanya perubahan DPT oleh Ketua PPS Serui Kota, yang sudah disahkan KPU Kota dan dikenakan sanksi dinonaktifkan.
”Dari pelanggaran administrasi itu, mereka dikenakan teguran keras dan sudah meminta maaf serta melakukan pernyataan sikap secara resmi, untuk tidak mengulang lagi perbuatan mereka,” katanya.
Untuk empat pelanggaran pidana, diantaranya pengeroyokan terhadap anggota DPRD Kabupaten Toliakara, Hosea Yosia Koroba yang menyebabkan kematian. Kemudian adanya kampanye dengan membagi-bagikan uang kepada simpatisan di Wamena, hingga berujung anarkis, serta bentrok dua pendukung kandidat Gubernur Papua di Yahukimo.
”Dari laporan terakhir 29 Januari 2013 ada pelanggaran Pidana Pemilu di Wamena, distrik Napua, ada 7 kampung yang tidak mencoblos karena dilarang oleh Kepala Distrik dan kini telah dilaporkan ke pihak kepolisian,” terangnya.
Ony berkesimpulan, banyaknya saksi yang tidak hadir memberikan kesaksian pelanggaran Pidana, dikarena ketakutan atas keselamatannya. Maka itu, Panwas menyarankan agar DPR atau lembaga berwenang menyusun UU untuk perlindungan saksi Pemilu.
Panwas juga mengakui, pihaknya baru menerima pengaduan dari Tim Kuasa Hukum Koalisi Papua Bangkit, terkait dugaan pelanggaran administrasi Pemilu di Biak dan Supiori, 28 Januari lalu. Namun Panwas melihat, kasus tersebut sudah kadaluarsa.
”Sesuai pengaduan, pelanggaran dimaksud berupa ada sekelompok orang yang memasang pamflet yang memojokan kehormatan pasangan calon gubernur nomor urut 3 dan setelah melihat hasil pemungutan suara, perolehan suara nomor urut 3 ternyata anjlok,” ungkapnya.
Ony menyayangkan pelaporan dari Koalisi Papua Bangkit yang baru dilayangkannya, mengingat batas waktu sudah lewat. Dimana, sesuai UU dan peraturan Bawaslu, setiap pelanggaran harus dilaporkan sebelum 8 hari semenjak terjadi pelanggaran.
”Itu yang saya sesalkan, namun laporan tetap kami terima dan akan diteruskan kepada Panwas Supiori dan Bawaslu untuk dijadikan laporan Pilgub,” tuturnya.
Terkait pengaduan lima kandidat Cagub Papua, Ony mengakui telah menunggui ke-lima pasangan cagub Papua di kantor Panwaslu Papua. Namun, kelima kandidat tersebut tidak kunjung datang sampai sore.
”Saya tunggu hingga sore, tapi ternyata tidak datang, maka saya kumpulkan temen-temen wartawan dan itu juga hak kelima pasangan dan kami dari Panwas juga memerlukan bukti, bukan laporan lisan,” tandasnya.
(rsa)