Calon hakim agung setuju Perda larangan 'mengangkang'
A
A
A
Sindonews.com - Salah seorang calon Hakim Agung Yakup Ginting sepakat dengan Peraturan Daerah (Perda) mengenai larangan duduk 'mengangkang' bagi perempuan saat naik sepeda motor di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Menurutnya, secara kemasyarakatan dirinya setuju dengan Perda tersebut, karena dianggap sebagai salah satu bentuk keragaman.
"Secara Sosiologi bisa diterima sebagai Kebhinekaan," ungkapnya saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (22/1/2013).
Karenanya, Dia pun menghormati peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) NAD. "Sesuai otonomi, setiap daerah diberikan kewenangan," ujarnya.
Meski begitu, pria yang bertugas di Pengadilan Tinggi Makassar ini mengatakan, Mahkamah Agung (MA) memiliki hak untuk melakukan uji materiil. "Sebab ini adalah masalah sensitif," katanya.
Mengetahui hal itu, Anggota Komisi Hukum DPR Eva Sundari, langsung menanggapi pernyataan Yakup. "Bagaimana mengaturnya agar ada titik temu?" tanya Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Yakup menjawab, pro dan kontra mengenai peraturan ini bisa diselesikan dengan diskusi antara pihak berwenang dan pakar. "Namun tetap berpedoman kepada undang-undang," terangnya.
Sekadar informasi, Pemerintah Kota Lhokseumawe secara resmi mengeluarkan peraturan bagi perempuan duduk mengangkang saat naik motor, dengan alasan menegakkan Syariah Islam.
Pelaksaan tersebut merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA), dan Qanun (Peraturan Daerah) Nomor 14 Tahun 2003 tentang Syariah Islam di Aceh.
Perempuan yang duduk mengangkang dinilai mempertontonkan lekuk tubuh bagian belakang. Pengendara yang berada di bagian belakangnya bisa ikut berdosa, karena membayangkan lekuk tubuh perempuan tersebut.
Menurutnya, secara kemasyarakatan dirinya setuju dengan Perda tersebut, karena dianggap sebagai salah satu bentuk keragaman.
"Secara Sosiologi bisa diterima sebagai Kebhinekaan," ungkapnya saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (22/1/2013).
Karenanya, Dia pun menghormati peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) NAD. "Sesuai otonomi, setiap daerah diberikan kewenangan," ujarnya.
Meski begitu, pria yang bertugas di Pengadilan Tinggi Makassar ini mengatakan, Mahkamah Agung (MA) memiliki hak untuk melakukan uji materiil. "Sebab ini adalah masalah sensitif," katanya.
Mengetahui hal itu, Anggota Komisi Hukum DPR Eva Sundari, langsung menanggapi pernyataan Yakup. "Bagaimana mengaturnya agar ada titik temu?" tanya Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Yakup menjawab, pro dan kontra mengenai peraturan ini bisa diselesikan dengan diskusi antara pihak berwenang dan pakar. "Namun tetap berpedoman kepada undang-undang," terangnya.
Sekadar informasi, Pemerintah Kota Lhokseumawe secara resmi mengeluarkan peraturan bagi perempuan duduk mengangkang saat naik motor, dengan alasan menegakkan Syariah Islam.
Pelaksaan tersebut merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA), dan Qanun (Peraturan Daerah) Nomor 14 Tahun 2003 tentang Syariah Islam di Aceh.
Perempuan yang duduk mengangkang dinilai mempertontonkan lekuk tubuh bagian belakang. Pengendara yang berada di bagian belakangnya bisa ikut berdosa, karena membayangkan lekuk tubuh perempuan tersebut.
(mhd)