Perlindungan kepada pengidap HIV/AIDS belum komprehensif

Perlindungan kepada pengidap HIV/AIDS belum komprehensif
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia dinilai belum mampu memberikan perlindungan secara komprehensif kepada para pengidap HIV/AIDS. Akibatnya, angka kejadian HIV/AIDS terus meningkat di Indonesia.
Dari riset yang dilakukan Asisten Deputi Bidang Hukum HAM, Aparatur Negara dan Kominfo Sekretariat Kabinet Fadlansyah Lubis diketahui, belum adanya perlindungan yang komprehensif kepada para penderita HIV/AIDS itu diakibatkan perilaku aparat pelaksana di rumah sakit (RS), dan lembaga pemasyarakatan yang masih belum optimal.
"Banyak terjadi kasus di RS pengidap HIV/AIDS tidak mendapat pelayanan kesehatan dengan baik, bahkan hingga terjadi penolakan perawatan. Penolakan ini dengan berbagai argumentasi, seperti keterbatasan fasilitas kesehatan yang memberi kesan pihak RS tidak mau melakukan perawatan," kata Fadlansyah saat mempertahankan disertasinya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (8/9/2012).
Dia mengungkapkan, perlakuan diskriminatif di Lembaga Pemasyarakatan, terlihat dari tidak adanya akses perawatan kesehatan yang memadai, dan adanya pembiaran terhadap para pengidap HIV/AIDS.
Untuk itu, negara perlu memberikan perlindungan dan jaminan terhadap pengidap HIV/AIDS, dengan merevisi atau menerbitkan peraturan perundang-undangan yang melindungi pengidap HIV/AIDS.
Menurutnya, para pengidap HIV/AIDS seringkali mengalami diskriminasi seperti tidak ada empati, tidak ada pengayoman, dan perlakuan negatif lainnya. Rumah sakit kerap kali menolak pasien yang terkena virus, menunda perawatan, hingga melanggar kerahasiaan pasien.
"Rumah Sakit, dan Lembaga Pemasyarakatan belum mencerminkan nilai-nilai toleransi, empati dan non diskriminatif. Perlindungan terhadap hak pengidap HIV/AIDS semestinya tercermin pada substansi peraturan, dan perilaku aparat pelaksananya," tandasnya.
Dari riset yang dilakukan Asisten Deputi Bidang Hukum HAM, Aparatur Negara dan Kominfo Sekretariat Kabinet Fadlansyah Lubis diketahui, belum adanya perlindungan yang komprehensif kepada para penderita HIV/AIDS itu diakibatkan perilaku aparat pelaksana di rumah sakit (RS), dan lembaga pemasyarakatan yang masih belum optimal.
"Banyak terjadi kasus di RS pengidap HIV/AIDS tidak mendapat pelayanan kesehatan dengan baik, bahkan hingga terjadi penolakan perawatan. Penolakan ini dengan berbagai argumentasi, seperti keterbatasan fasilitas kesehatan yang memberi kesan pihak RS tidak mau melakukan perawatan," kata Fadlansyah saat mempertahankan disertasinya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (8/9/2012).
Dia mengungkapkan, perlakuan diskriminatif di Lembaga Pemasyarakatan, terlihat dari tidak adanya akses perawatan kesehatan yang memadai, dan adanya pembiaran terhadap para pengidap HIV/AIDS.
Untuk itu, negara perlu memberikan perlindungan dan jaminan terhadap pengidap HIV/AIDS, dengan merevisi atau menerbitkan peraturan perundang-undangan yang melindungi pengidap HIV/AIDS.
Menurutnya, para pengidap HIV/AIDS seringkali mengalami diskriminasi seperti tidak ada empati, tidak ada pengayoman, dan perlakuan negatif lainnya. Rumah sakit kerap kali menolak pasien yang terkena virus, menunda perawatan, hingga melanggar kerahasiaan pasien.
"Rumah Sakit, dan Lembaga Pemasyarakatan belum mencerminkan nilai-nilai toleransi, empati dan non diskriminatif. Perlindungan terhadap hak pengidap HIV/AIDS semestinya tercermin pada substansi peraturan, dan perilaku aparat pelaksananya," tandasnya.
(lil)