Mobil tambang dilarang beli BBM bersubsidi
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Kota Samarinda mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Samarinda. Meski naiknya harga BBM dipastikan ditunda, namun Pemkot masih merasa perlu untuk mengeluarkan perwali yang mengatur pembelian BBM di SPBU.
Dalam Perwali Nomor 19 tahun 2012 tentang pengaturan BBM nonsubsidi tertuang mengenai kendaraan yang menjadi kendaraan operasional perusahaan tambang dilarang membeli BBM subsidi. Peraturan ini juga berlaku untuk unit usaha yang bermitra dengan perusahaan tambang.
“Setiap kendaraan perusahaan tambang ada penandaan khusus berupa stiker di kiri atas kaca depan. Perusahaan wajib melaporkan kendaraan yang dimilikinya termasuk mitra secara berkala setia triwulan kepada pemerintah melalui Dinas Pertambangan, Dinas Perhubungan dan Polresta Samarinda,” kata Wakil Wali Kota Samarinda, Nusyirwan Ismail, Senin (2/4/2012).
Dengan penandaan ini, petugas SPBU dilarang melayani kendaraan untuk pembelian BBM bersubsidi. Kendaraan yang dimaksud adalah seluruh kendaraan operasional perusahaan termasuk kendaraan kecil.
Tidak hanya itu, dalam klausul kerja sama perusahaan tambang dengan perusahaan mitra harus ada tertuang kewajiban membeli BBM non subsidi. Penanda berupa stiker untuk perusahaan mitra tetap dikeluarkan oleh perusahaan yang mempekerjakannya.
Dalam Perwali ini juga tertuang mengenai larangan mobil mewah membeli BBM bersubsidi. Batasan yang digunakan adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).
“Mobil dengan NJKB Rp400 juta ke atas dengan usia pakai di bawah lima tahun wajib menggunakan BBM non subsidi. Ini juga berlaku untuk mobil dengan NJKB di atas Rp700 juta dengan usia pakai di bawah 10 tahun,” kata Nusyirwan.
Namun dalam peraturan ini ada pengecualian yakni untuk kendaraan yang digunakan dalam kegiatan sosial, bencana alam seperti mobil unit pemadam kebakaran, keamanan, dan kendaraan protokoler. Protokoler yang dimaksud adalah kendaraan operasional pemerintahan yakni mobil berpelat merah.
Untuk SPBU, ada kewajiban memasang pengumuman di tempat yang mudah terlihat oleh masyarakat. Dalam pengumuman tersebut juga memuat kendaraan-kendaraan apa saja yang dilarang membeli di SPBU.
“Kita bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini Samsat untuk melihat daftar mobil yang dimaksud dalam perwali,” tandas Nusyirwan.
Sementara mengenai sanksi, untuk perusahaan tambang, Perwali ini mengatur mengenai sanksi adminstrasi berupa peringatan sampai pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sementara untuk SPBU nakal, pihak kepolisian diminta untuk menindak pelaku sesuai Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas.
“Tujuan Perwali ini tentu saja untuk mengurangi antrean panjang di SPBU dan masyarakat bisa nyaman saat membeli BBM. Jika ini sudah berjalan, suasana akan berjalan normal dan pedanga BBM eceran otomatis berkurang,” kata Nusyirwan.
Untuk melayani pembelian kendaraan yang dilarang seperti diatur dalam Perwali tersebut, Pemkot Samarinda mendapat jaminan dari Pertamina akan adanya lima SPBU di beberapa titik strategis yang melayani penjualan BBM bersubsidi. Karena di Samarinda baru ada satu SPBU nonsubsidi, maka sekitar empat SPBU yang biasa menjual nonsubsidi akan difungsikan untuk menjual nonsubsidi.
“Pertamina juga memastikan kesiapannya untuk menyiapkan BBM nonsubsidi berapapun jumlahnya tanpa mengurangi jatah BBM bersubsidi,” tegas Nusyirwan.
Ia juga mengharapkan agar Perwali yang berlaku efektif 1 April 2012 ini menjadi pelopor untuk peraturan di atasnya. Menurutnya akan lebih baik jika Gubernur juga mengeluarkan peraturan daerah agar aturan seperti ini bisa berlaku se-Kaltim.(azh)
Dalam Perwali Nomor 19 tahun 2012 tentang pengaturan BBM nonsubsidi tertuang mengenai kendaraan yang menjadi kendaraan operasional perusahaan tambang dilarang membeli BBM subsidi. Peraturan ini juga berlaku untuk unit usaha yang bermitra dengan perusahaan tambang.
“Setiap kendaraan perusahaan tambang ada penandaan khusus berupa stiker di kiri atas kaca depan. Perusahaan wajib melaporkan kendaraan yang dimilikinya termasuk mitra secara berkala setia triwulan kepada pemerintah melalui Dinas Pertambangan, Dinas Perhubungan dan Polresta Samarinda,” kata Wakil Wali Kota Samarinda, Nusyirwan Ismail, Senin (2/4/2012).
Dengan penandaan ini, petugas SPBU dilarang melayani kendaraan untuk pembelian BBM bersubsidi. Kendaraan yang dimaksud adalah seluruh kendaraan operasional perusahaan termasuk kendaraan kecil.
Tidak hanya itu, dalam klausul kerja sama perusahaan tambang dengan perusahaan mitra harus ada tertuang kewajiban membeli BBM non subsidi. Penanda berupa stiker untuk perusahaan mitra tetap dikeluarkan oleh perusahaan yang mempekerjakannya.
Dalam Perwali ini juga tertuang mengenai larangan mobil mewah membeli BBM bersubsidi. Batasan yang digunakan adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).
“Mobil dengan NJKB Rp400 juta ke atas dengan usia pakai di bawah lima tahun wajib menggunakan BBM non subsidi. Ini juga berlaku untuk mobil dengan NJKB di atas Rp700 juta dengan usia pakai di bawah 10 tahun,” kata Nusyirwan.
Namun dalam peraturan ini ada pengecualian yakni untuk kendaraan yang digunakan dalam kegiatan sosial, bencana alam seperti mobil unit pemadam kebakaran, keamanan, dan kendaraan protokoler. Protokoler yang dimaksud adalah kendaraan operasional pemerintahan yakni mobil berpelat merah.
Untuk SPBU, ada kewajiban memasang pengumuman di tempat yang mudah terlihat oleh masyarakat. Dalam pengumuman tersebut juga memuat kendaraan-kendaraan apa saja yang dilarang membeli di SPBU.
“Kita bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini Samsat untuk melihat daftar mobil yang dimaksud dalam perwali,” tandas Nusyirwan.
Sementara mengenai sanksi, untuk perusahaan tambang, Perwali ini mengatur mengenai sanksi adminstrasi berupa peringatan sampai pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sementara untuk SPBU nakal, pihak kepolisian diminta untuk menindak pelaku sesuai Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas.
“Tujuan Perwali ini tentu saja untuk mengurangi antrean panjang di SPBU dan masyarakat bisa nyaman saat membeli BBM. Jika ini sudah berjalan, suasana akan berjalan normal dan pedanga BBM eceran otomatis berkurang,” kata Nusyirwan.
Untuk melayani pembelian kendaraan yang dilarang seperti diatur dalam Perwali tersebut, Pemkot Samarinda mendapat jaminan dari Pertamina akan adanya lima SPBU di beberapa titik strategis yang melayani penjualan BBM bersubsidi. Karena di Samarinda baru ada satu SPBU nonsubsidi, maka sekitar empat SPBU yang biasa menjual nonsubsidi akan difungsikan untuk menjual nonsubsidi.
“Pertamina juga memastikan kesiapannya untuk menyiapkan BBM nonsubsidi berapapun jumlahnya tanpa mengurangi jatah BBM bersubsidi,” tegas Nusyirwan.
Ia juga mengharapkan agar Perwali yang berlaku efektif 1 April 2012 ini menjadi pelopor untuk peraturan di atasnya. Menurutnya akan lebih baik jika Gubernur juga mengeluarkan peraturan daerah agar aturan seperti ini bisa berlaku se-Kaltim.(azh)
()