Eksekusi vila di Bali ricuh
A
A
A
Sindonews.com - Rencana eksekusi Vila The Cozy di Jalan Kunti Nomor 9 RK, Seminyak, Kuta Utara, Kabupaten Badung, berlangsung ricuh. Pemilik vila, Kishore Kumar warga negara India memberikan perlawanan kepada petugas eksekusi.
Untuk kedua kalinya, rencana eksekusi Vila yang hendak dilakukan petugas Pengadilan Negeri Denpasar batal dilakukan. Meski dengan pengawalan puluhan pasukan polisi, namun eksekusi tetap menemui kendala.
Hal itu terjadi tak lain karena situasi dinilai tidak kondusif dan petugas tidak mau mengambil risiko jatuhnya korban jika vila tetap dieksekusi.
Sejak pagi, puluhan karyawan berpakaian adat dengan tangan kiri dibalut kain putih membuat barikade di depan vila. Mereka berorasi intinya menolak ekskusi dan menilai ada ketidakadilan hukum.
Perlawanan Kishore bersama istrinya Rita Prindhanni yang dibantu puluhan karyawan vila atas memaksa petugas mundur dan gagal merangasek masuk vila.
Nyaris terjadi adu fisik antara petugas dan karyawan vila saat Wakil Panitera I Ketut Sulendra hendak membacakan putusan PN Denpasar yang menetapkan vila tersebut dimenangkan pemenang lelang.
“Saya minta ditunda, kalau tetap eksekusi dilakukan, saya siap mati. saya siap ditembak. Hukum di Indonesia tak adil,” ujar Kishore dengan lantang yang memancing ketegangan, Kamis (29/2/2012).
Kishore menegaskan, jika eksekusi dilakukan maka hal ini menunjukkan Bali sudah tidak aman lagi. "Orang asing tidak aman di Bali, investor tidak aman berinvestasi di Bali," tegasnya lagi.
Melihat situasi semakin membahayakan dan mencegah jatuhnya korban, akhirnya polisi berinisiatif dengan meminta masing-masing pihak untuk duduk bersama berdialog.
Akhirnya dicapai kesepakatan, bahwa eksekusi ditunda dengan jaminan jika nantinya ada keputusan hukum tetap atas dua gugatan yang dilayangkan Kishore, maka dia bersedia menyerahkan suka rela vila yang dilelang Rp6 Miliar.
"Eksekusi ditunda karena situasi tidak kondusif dan memberi kenyamanan wisatawan yang sedang berlibur di vila Kozy dan sekitarnya," ujar Sulendra.
Kuasa hukum Kishore, Jacob Antolis menegaskan, pihaknya menolak eksekusi lantaran nilai hutangnya lebih kecil dari nilai jual vila yang ditaksir Rp16 Miliar.
Pihaknya juga tengah mengajukan lima gugatan kepada Bank Swadesi dan enam aduan pidana di Polda Bali.
"Klien saya dengan sukarela menyerahkan vila yang menjadi sengketa jika dua kasus yang terdiri dari satu perkara pidana dan satu perdata yang digugat di PN Denpasar telah mempunyai kekuatan hukum tetap," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus tersebut berawal pada 2008 ketika Rita Pridhnani selaku penjamin atas fasilitas kredit senilai Rp10,5 miliar dari Bank Swadesi dengan debitur atas nama PT Ratu Kharisma.
Rita menjaminkan tanah seluas 1.520 meter persegi dan bangunan miliknya berupa The Kozy Villa di Jalan Kunti Nomor 9 RK, Seminyak, Kuta Utara, Kabupaten Badung.
Karena Rita tidak mampu memenuhi kewajibannya sehingga tanpa melalui prosedur dan ketentuan Bank Indonesia, Bank Swadesi, langsung memvonis pailit pihak peminjam serta mengeksekusi lahan dan bangunan tersebut.
Oleh PN Denpasar, pada 11 Februari 2011 lahan dan bangunan itu dilelang dengan harga Rp6,3 miliar atau lebih rendah daripada harga riil yang ditaksir mencapai Rp16 Miliar.(azh)
Untuk kedua kalinya, rencana eksekusi Vila yang hendak dilakukan petugas Pengadilan Negeri Denpasar batal dilakukan. Meski dengan pengawalan puluhan pasukan polisi, namun eksekusi tetap menemui kendala.
Hal itu terjadi tak lain karena situasi dinilai tidak kondusif dan petugas tidak mau mengambil risiko jatuhnya korban jika vila tetap dieksekusi.
Sejak pagi, puluhan karyawan berpakaian adat dengan tangan kiri dibalut kain putih membuat barikade di depan vila. Mereka berorasi intinya menolak ekskusi dan menilai ada ketidakadilan hukum.
Perlawanan Kishore bersama istrinya Rita Prindhanni yang dibantu puluhan karyawan vila atas memaksa petugas mundur dan gagal merangasek masuk vila.
Nyaris terjadi adu fisik antara petugas dan karyawan vila saat Wakil Panitera I Ketut Sulendra hendak membacakan putusan PN Denpasar yang menetapkan vila tersebut dimenangkan pemenang lelang.
“Saya minta ditunda, kalau tetap eksekusi dilakukan, saya siap mati. saya siap ditembak. Hukum di Indonesia tak adil,” ujar Kishore dengan lantang yang memancing ketegangan, Kamis (29/2/2012).
Kishore menegaskan, jika eksekusi dilakukan maka hal ini menunjukkan Bali sudah tidak aman lagi. "Orang asing tidak aman di Bali, investor tidak aman berinvestasi di Bali," tegasnya lagi.
Melihat situasi semakin membahayakan dan mencegah jatuhnya korban, akhirnya polisi berinisiatif dengan meminta masing-masing pihak untuk duduk bersama berdialog.
Akhirnya dicapai kesepakatan, bahwa eksekusi ditunda dengan jaminan jika nantinya ada keputusan hukum tetap atas dua gugatan yang dilayangkan Kishore, maka dia bersedia menyerahkan suka rela vila yang dilelang Rp6 Miliar.
"Eksekusi ditunda karena situasi tidak kondusif dan memberi kenyamanan wisatawan yang sedang berlibur di vila Kozy dan sekitarnya," ujar Sulendra.
Kuasa hukum Kishore, Jacob Antolis menegaskan, pihaknya menolak eksekusi lantaran nilai hutangnya lebih kecil dari nilai jual vila yang ditaksir Rp16 Miliar.
Pihaknya juga tengah mengajukan lima gugatan kepada Bank Swadesi dan enam aduan pidana di Polda Bali.
"Klien saya dengan sukarela menyerahkan vila yang menjadi sengketa jika dua kasus yang terdiri dari satu perkara pidana dan satu perdata yang digugat di PN Denpasar telah mempunyai kekuatan hukum tetap," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus tersebut berawal pada 2008 ketika Rita Pridhnani selaku penjamin atas fasilitas kredit senilai Rp10,5 miliar dari Bank Swadesi dengan debitur atas nama PT Ratu Kharisma.
Rita menjaminkan tanah seluas 1.520 meter persegi dan bangunan miliknya berupa The Kozy Villa di Jalan Kunti Nomor 9 RK, Seminyak, Kuta Utara, Kabupaten Badung.
Karena Rita tidak mampu memenuhi kewajibannya sehingga tanpa melalui prosedur dan ketentuan Bank Indonesia, Bank Swadesi, langsung memvonis pailit pihak peminjam serta mengeksekusi lahan dan bangunan tersebut.
Oleh PN Denpasar, pada 11 Februari 2011 lahan dan bangunan itu dilelang dengan harga Rp6,3 miliar atau lebih rendah daripada harga riil yang ditaksir mencapai Rp16 Miliar.(azh)
()