Operasi sterilisasi rahim, usus halus terpotong
A
A
A
Sindonews.com – Kasus dugaan malapraktik kembali muncul di Surabaya. Kali ini terjadi di Rumah Sakit Islam (RSI) Surabaya. Korbannya bernama Muriati, warga Jalan Pandean 2 nomor 4, Kelurahan Ngingas, Kecamatan Waru, Sidoarjo.
Usus halus ibu berusia 36 tahun tersebut terpotong sepanjang dua sentimeter dalam operasi sterilisasi rahim. Operasi sterlisasi rahim dilakukan pada 22 Desember 2011, atau sehari setelah korban melahirkan anak kelimanya.
Terpotongnya usus halus itu tidak diketahui oleh dr IAS, dokter di RSI Surabaya yang menangani operasi sterilisasi Muriati. Beberapa hari pasca operasi,luka mulai mengeluarkan nanah dan terjadi infeksi.
Selain itu, kotoran masuk ke dalam rongga perut hingga perut korban menjadi buncit.Tubuh korbanpun berubah menjadi berwarna hijau karena nanah dan infeksi menjalar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.
Syaifudin Aziz, suami Muriati, mengungkapkan sejak 25 Desember 2011 lalu istrinya sudah dipindahkan dan dirawat di RKZ Surabaya.Sejak saat itu sampai sekarang,istrinya terbaring di ruang ICU I rumah sakit yang terletak di Jalan Diponegoro Surabaya tersebut.
”Istri saya sudah menjalani empat kali operasi untuk membersihkan rongga perutnya,” ujarnya kemarin.
Sampai sekarang,dokter tetap membiarkan usus Muriati menyembul keluar dari perut. Ini bertujuan agar nanah akibat luka di usus tidak lagi masuk kedalam rongga perut. Untuk bertahan hidup,Muriati harus bergantung pada mesin dan obat-obatan. Pada hidung dipasang selang hingga tembus ke lambung, begitu juga mulutnya dimasuki selang hingga tembus ke paruparu.
Tidak hanya itu, hidup Muriati juga bergantung pada delapan botol infus dan mesin pernafasan. ”Dokter tidak bisa memperkirakan kapan istri saya bisa sembuh,” kata Syaifudin.
Sampai saat ini keluarga korban sudah mengeluarkan biaya perawatan dan pengobatan hingga Rp500 juta lebih. Bahkan, Syaifudin tidak bisa bekerja karena harus menunggu sang istri yang terbaring tak berdaya di rumah sakit.
Adik Muriati,Muntolip menyatakan sebenarnya sudah ada mediasi antara keluarganya dengan pihak RSI Surabaya pada 26 Januari 2012 lalu. Bahkan mediasi dihadiri langsung oleh Direktur RSI Surabaya, Syamsul Arifin,pengacara, Humas,dan seorang staf RSI Surabaya.
”Dalam mediasi itu, pihak RSI Surabaya mengakui terjadinya kesalahan dalam operasi sterilisasi dan menyatakan akan bertanggung jawab sepenuhnya atas biaya pengobatan sampai sembuh normal,” bebernya.
Namun betapa kagetnya Muntolip saaat dipanggil Bagian Keuangan RKZ Surabaya pada 2 Februari lalu.Pihak RSI Surabaya ternyata masih belum memberikan jaminan keuangan untuk biaya pengobatan kakaknya.
”Kami sudah konfirmasikan kepada pihak RSI Surabaya beberapa kali. Tapi tidak ada tanggapan sama sekali. Mereka mengingkari janji untuk bertanggung jawab,” tandasnya.
Muntolib mengancam akan membawa kasus ini ke meja hijau. Pihaknya menuntut RSI Surabaya untuk melak-sanakan janjinya untuk menanggung penuh biaya pengobatan Muriati sampai sembuh normal.
”Kami memiliki rekaman pembicaraan saat mediasi. Ini bisa menjadi bukti pihak RSI Surabaya mengaku salah dan harus bertanggung jawab,”tandasnya.
Sayangnya, Direktur RSI Surabaya, Syamsul Arifin, belum dapat memberikan komentar terkait kasus ini.Meski terdengar nada sambung, namun tidak ada jawaban dari ponsel Syamsul. (wbs)
Usus halus ibu berusia 36 tahun tersebut terpotong sepanjang dua sentimeter dalam operasi sterilisasi rahim. Operasi sterlisasi rahim dilakukan pada 22 Desember 2011, atau sehari setelah korban melahirkan anak kelimanya.
Terpotongnya usus halus itu tidak diketahui oleh dr IAS, dokter di RSI Surabaya yang menangani operasi sterilisasi Muriati. Beberapa hari pasca operasi,luka mulai mengeluarkan nanah dan terjadi infeksi.
Selain itu, kotoran masuk ke dalam rongga perut hingga perut korban menjadi buncit.Tubuh korbanpun berubah menjadi berwarna hijau karena nanah dan infeksi menjalar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.
Syaifudin Aziz, suami Muriati, mengungkapkan sejak 25 Desember 2011 lalu istrinya sudah dipindahkan dan dirawat di RKZ Surabaya.Sejak saat itu sampai sekarang,istrinya terbaring di ruang ICU I rumah sakit yang terletak di Jalan Diponegoro Surabaya tersebut.
”Istri saya sudah menjalani empat kali operasi untuk membersihkan rongga perutnya,” ujarnya kemarin.
Sampai sekarang,dokter tetap membiarkan usus Muriati menyembul keluar dari perut. Ini bertujuan agar nanah akibat luka di usus tidak lagi masuk kedalam rongga perut. Untuk bertahan hidup,Muriati harus bergantung pada mesin dan obat-obatan. Pada hidung dipasang selang hingga tembus ke lambung, begitu juga mulutnya dimasuki selang hingga tembus ke paruparu.
Tidak hanya itu, hidup Muriati juga bergantung pada delapan botol infus dan mesin pernafasan. ”Dokter tidak bisa memperkirakan kapan istri saya bisa sembuh,” kata Syaifudin.
Sampai saat ini keluarga korban sudah mengeluarkan biaya perawatan dan pengobatan hingga Rp500 juta lebih. Bahkan, Syaifudin tidak bisa bekerja karena harus menunggu sang istri yang terbaring tak berdaya di rumah sakit.
Adik Muriati,Muntolip menyatakan sebenarnya sudah ada mediasi antara keluarganya dengan pihak RSI Surabaya pada 26 Januari 2012 lalu. Bahkan mediasi dihadiri langsung oleh Direktur RSI Surabaya, Syamsul Arifin,pengacara, Humas,dan seorang staf RSI Surabaya.
”Dalam mediasi itu, pihak RSI Surabaya mengakui terjadinya kesalahan dalam operasi sterilisasi dan menyatakan akan bertanggung jawab sepenuhnya atas biaya pengobatan sampai sembuh normal,” bebernya.
Namun betapa kagetnya Muntolip saaat dipanggil Bagian Keuangan RKZ Surabaya pada 2 Februari lalu.Pihak RSI Surabaya ternyata masih belum memberikan jaminan keuangan untuk biaya pengobatan kakaknya.
”Kami sudah konfirmasikan kepada pihak RSI Surabaya beberapa kali. Tapi tidak ada tanggapan sama sekali. Mereka mengingkari janji untuk bertanggung jawab,” tandasnya.
Muntolib mengancam akan membawa kasus ini ke meja hijau. Pihaknya menuntut RSI Surabaya untuk melak-sanakan janjinya untuk menanggung penuh biaya pengobatan Muriati sampai sembuh normal.
”Kami memiliki rekaman pembicaraan saat mediasi. Ini bisa menjadi bukti pihak RSI Surabaya mengaku salah dan harus bertanggung jawab,”tandasnya.
Sayangnya, Direktur RSI Surabaya, Syamsul Arifin, belum dapat memberikan komentar terkait kasus ini.Meski terdengar nada sambung, namun tidak ada jawaban dari ponsel Syamsul. (wbs)
()