Putusan BK DPR soal ruang banggar bukan solusi
A
A
A
Sindonews.com - Belum lama ini Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (BK DPR) menyatakan penyelesaian kasus renovasi ruang Badan Anggaran (Banggar) adalah penggantian sejumlah barang atau interior impor dengan produk lokal.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Charta Politika Yunarto Wijaya menilai hal tersebut lucu. "Kalau penyelesainnya menjadi mengganti barang lain, ini teknis ya. Apakah barang yang dipesan bisa dikembalikan. Jangan-jangan ini malah menjadi pengadaan baru," ujarnya kepada wartawan seusai mengisi acara diskusi Polemik Sindoradio dengan tema 'Demokrat Terguncang", di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2012).
Kendati demikian, menurutnya, hal tersebut tak menyelesaikan masalah sama sekali. "Dan bukan masalahnya kita menolak barang impor. Ini masalah transparansi. Ketika dicek harganya tidak sesuai dengan yang dianggarkan oleh pihak sekjen," tambahnya.
Dia mengaku setahu dirinya BK hanya bisa memberikan sebuah saran saja. "Sampai sekarang tidak pernah ada sanksi yang diberikan terhadap siapapun yang bermasalah di DPR," ungkapnya.
Oleh karena itu, tambah Yunarto, hal ini membutuhkan sebuah reformasi terhadap alat kelengkapan bernama BK tersebut yang terbukti tak memiliki kewenangan atau penyelesaian apapun terhadap anggota DPR bermasalah.
"Ini harus ditindaklanjuti, bukan masalah pada BK. Ketika pak Marzuki berbicara segala macam soal KPK, masalah ini harus diselesaikan di KPK, kan berkaitan dengan penyalahgunaan anggaran," imbuhnya.
Dalam hal penyelesaian masalah renovasi ruang Banggar ini, dia melihat ada lempar bola dari masing-masing pihak. "Ketua DPR menyalahkan sekjen, sekjen menyalahkan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), BURT menyalahkan sekjen dan segala macam. Ini harus jelas," ucapnya.
Sebab itu, harus ada kejelasan masalah pidana, kalau ada tindak korupsi. Selain itu, dia berharap ada penyelesaian secara struktural, tentang siapa yang bertanggung jawab atas masalah ini. Sehingga, di sini ada reformasi kelembagaan DPR dalam pengelolaan anggaran.
"Karena sampai sekarang menurut saya tak jelas peran BURT dan kaitannya dengan sekjen dalam penyelesaian kasus proyek di DPR. Ini seharusnya jadi templete lah," pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Charta Politika Yunarto Wijaya menilai hal tersebut lucu. "Kalau penyelesainnya menjadi mengganti barang lain, ini teknis ya. Apakah barang yang dipesan bisa dikembalikan. Jangan-jangan ini malah menjadi pengadaan baru," ujarnya kepada wartawan seusai mengisi acara diskusi Polemik Sindoradio dengan tema 'Demokrat Terguncang", di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2012).
Kendati demikian, menurutnya, hal tersebut tak menyelesaikan masalah sama sekali. "Dan bukan masalahnya kita menolak barang impor. Ini masalah transparansi. Ketika dicek harganya tidak sesuai dengan yang dianggarkan oleh pihak sekjen," tambahnya.
Dia mengaku setahu dirinya BK hanya bisa memberikan sebuah saran saja. "Sampai sekarang tidak pernah ada sanksi yang diberikan terhadap siapapun yang bermasalah di DPR," ungkapnya.
Oleh karena itu, tambah Yunarto, hal ini membutuhkan sebuah reformasi terhadap alat kelengkapan bernama BK tersebut yang terbukti tak memiliki kewenangan atau penyelesaian apapun terhadap anggota DPR bermasalah.
"Ini harus ditindaklanjuti, bukan masalah pada BK. Ketika pak Marzuki berbicara segala macam soal KPK, masalah ini harus diselesaikan di KPK, kan berkaitan dengan penyalahgunaan anggaran," imbuhnya.
Dalam hal penyelesaian masalah renovasi ruang Banggar ini, dia melihat ada lempar bola dari masing-masing pihak. "Ketua DPR menyalahkan sekjen, sekjen menyalahkan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), BURT menyalahkan sekjen dan segala macam. Ini harus jelas," ucapnya.
Sebab itu, harus ada kejelasan masalah pidana, kalau ada tindak korupsi. Selain itu, dia berharap ada penyelesaian secara struktural, tentang siapa yang bertanggung jawab atas masalah ini. Sehingga, di sini ada reformasi kelembagaan DPR dalam pengelolaan anggaran.
"Karena sampai sekarang menurut saya tak jelas peran BURT dan kaitannya dengan sekjen dalam penyelesaian kasus proyek di DPR. Ini seharusnya jadi templete lah," pungkasnya.
()