Misteri Kematian Jan Pieterszoon Coen, dari Wabah Kolera Sampai Tangga Makam Imogiri
A
A
A
PENYEBAB kematian Jan Pieterszoon Coen atau JP Coen masih menjadi misteri karena ada beberapa versi yang dituliskan. Begitu juga di mana makam Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-4 dan ke-6, masih menjadi misteri.
JP Coen dua kali menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yaitu pada 18 April 1618 sampai 31 Januari 1623 dan 30 September 1627 sampai 21 September 1629. Coen yang dilahirkan di Hoorn, Noord Holland pada 1586, dikenal sebagai pemimpin Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang menaklukkan Jayakarta.
Bahkan, saat menaklukkan Jayakarta pada 30 Mei 1619, Coen membumihanguskan seluruh kota pelabuhan yang terkenal pada abad ke-17 itu. Dia kemudian mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia (Batavieren) dan membangun sebagai kota pelabuhan terkenal sehingga dijuluki Queen of the East atau Ratu dari Timur.
Awalnya Coen ingin menggunakan nama Nieuw Hoorn seperti kota kelahirannya, tetapi usul itu ditolak pimpinan VOC di Belanda. Dipilih nama Batavia untuk menghormati Suku Batavia yang dianggap sebagai leluhur bangsa Belanda dan digunakan sampai 1942.
JP Coen yang dijuluki Mur Jangkung meninggal di Batavia pada 21 September 1629. Ada dua versi berbeda mengenai penyebab kematian Coen. Menurut versi Belanda, Coen meninggal karena kolera yang kini lebih dikenal dengan muntah darah.
Sedangkan versi lainnya meyakini bahwa kematian Coen akibat serangan bala tentara Sultan Agung dari Mataram. Dari kedua versi ini kemudian diyakini bahwa Coen meninggal karena terjangkit wabah kolera yang sengaja disebarkan oleh pasukan Mataram di Sungai Ciliwung.
Diceritakan, setelah penyerangan pertama pada Oktober 1628, Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada 1629. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat Juni 1629. Total semua 14.000 orang prajurit.
Kegagalan serangan pada 1628 diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon. VOC yang menggunakan mata-mata, Tumenggung Endranata, berhasil menemukan dan memusnahkan semua lumbung beras tersebut.
Pasukan Mataram yang kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda, kembali mengalami kekalahan. Namun, pasukan Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia.
Meski Mataram gagal menaklukkan Batavia, tapi JP Coen tewas pada 20 atau 21 Desember 1629, beberapa hari setelah penyerangan itu. Gubernur Jenderal VOC itu meninggal akibat menjadi korban wabah kolera.
Jasad Coen dimakamkan di Stadhius (kini Museum Sejarah Jakarta) lalu dipindahkan ke de Oude Hollandsche Kerk (kini Museum Wayang). Namun, beberapa sejarahwan meragukan jasad Coen terdapat di tempat tersebut.
Namun, ada versi lain yang menyebutkan JP Coen berhasil diculik oleh laskar Mataram di tengah berkecamuknya pertempuran. (Baca juga; Intrik Intelijen Tentara Mataram Dibalik Kematian Gubernur VOC)
Kemudian tubuh JP Coen dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Kabarnya bagian kaki kemudian dikubur di daerah Bendungan Hilir, Jakarta. Kepalanya yang dipenggal lantas dikirim ke Mataram. Kepala itu dikubur di bawah salah satu kaki tangga di kompleks Makam Imogiri. Ini dimaksudkan agar setiap orang yang menaiki tangga menginjak makam JP Coen, sebagai bentuk penghinaan.
Ada sekitar 409 anak tangga di kompleks makam Imogiri dan menjelang puncak menuju makam terdapat undakan batu tidak rata yang mesti diinjak pengunjung. Di bawah batu undakan anak tangga itulah, konon ditanam sosok penuh teka-teki.
Versi pertama menyebutkan sosok yang dimakamkan di deretan anak-anak tangga tadi adalah Tumenggung Endranata. Dia adalah sosok pengkhianat saat Sultan Agung, Raja Mataram mengadakan penyerangan ke Batavia pada 1629.
Tumenggung inilah memberi tahu pasukan VOC soal lumbung pangan tentara Mataram dan rencana penyerbuan Sultan Agung. Hukuman bagi Tumenggung Endranata adalah tubuh dipancung tiga dan ditanam di beberapa bagian anak tangga menuju makam para raja Imogiri. Yaitu mengarah ke Gapura Supit Urang, di bagian gapura, serta kolam di sisi kanan.
Namun, ada versi lain menyebutkan yang dikubur di sana sejatinya bukan Tumenggung Endranata tapi JP Coen. Nama Tumenggung Endranata digunakan hanya sebagai nama samaran atau alias, agar pasukan VOC tidak memburu jasad Coen ke Imogiri. (Diolah dari berbagai sumber, Wikipedia, Kerisnews)
JP Coen dua kali menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yaitu pada 18 April 1618 sampai 31 Januari 1623 dan 30 September 1627 sampai 21 September 1629. Coen yang dilahirkan di Hoorn, Noord Holland pada 1586, dikenal sebagai pemimpin Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang menaklukkan Jayakarta.
Bahkan, saat menaklukkan Jayakarta pada 30 Mei 1619, Coen membumihanguskan seluruh kota pelabuhan yang terkenal pada abad ke-17 itu. Dia kemudian mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia (Batavieren) dan membangun sebagai kota pelabuhan terkenal sehingga dijuluki Queen of the East atau Ratu dari Timur.
Awalnya Coen ingin menggunakan nama Nieuw Hoorn seperti kota kelahirannya, tetapi usul itu ditolak pimpinan VOC di Belanda. Dipilih nama Batavia untuk menghormati Suku Batavia yang dianggap sebagai leluhur bangsa Belanda dan digunakan sampai 1942.
JP Coen yang dijuluki Mur Jangkung meninggal di Batavia pada 21 September 1629. Ada dua versi berbeda mengenai penyebab kematian Coen. Menurut versi Belanda, Coen meninggal karena kolera yang kini lebih dikenal dengan muntah darah.
Sedangkan versi lainnya meyakini bahwa kematian Coen akibat serangan bala tentara Sultan Agung dari Mataram. Dari kedua versi ini kemudian diyakini bahwa Coen meninggal karena terjangkit wabah kolera yang sengaja disebarkan oleh pasukan Mataram di Sungai Ciliwung.
Diceritakan, setelah penyerangan pertama pada Oktober 1628, Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada 1629. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur berangkat pada Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat Juni 1629. Total semua 14.000 orang prajurit.
Kegagalan serangan pada 1628 diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon. VOC yang menggunakan mata-mata, Tumenggung Endranata, berhasil menemukan dan memusnahkan semua lumbung beras tersebut.
Pasukan Mataram yang kurang perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda, kembali mengalami kekalahan. Namun, pasukan Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia.
Meski Mataram gagal menaklukkan Batavia, tapi JP Coen tewas pada 20 atau 21 Desember 1629, beberapa hari setelah penyerangan itu. Gubernur Jenderal VOC itu meninggal akibat menjadi korban wabah kolera.
Jasad Coen dimakamkan di Stadhius (kini Museum Sejarah Jakarta) lalu dipindahkan ke de Oude Hollandsche Kerk (kini Museum Wayang). Namun, beberapa sejarahwan meragukan jasad Coen terdapat di tempat tersebut.
Namun, ada versi lain yang menyebutkan JP Coen berhasil diculik oleh laskar Mataram di tengah berkecamuknya pertempuran. (Baca juga; Intrik Intelijen Tentara Mataram Dibalik Kematian Gubernur VOC)
Kemudian tubuh JP Coen dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Kabarnya bagian kaki kemudian dikubur di daerah Bendungan Hilir, Jakarta. Kepalanya yang dipenggal lantas dikirim ke Mataram. Kepala itu dikubur di bawah salah satu kaki tangga di kompleks Makam Imogiri. Ini dimaksudkan agar setiap orang yang menaiki tangga menginjak makam JP Coen, sebagai bentuk penghinaan.
Ada sekitar 409 anak tangga di kompleks makam Imogiri dan menjelang puncak menuju makam terdapat undakan batu tidak rata yang mesti diinjak pengunjung. Di bawah batu undakan anak tangga itulah, konon ditanam sosok penuh teka-teki.
Versi pertama menyebutkan sosok yang dimakamkan di deretan anak-anak tangga tadi adalah Tumenggung Endranata. Dia adalah sosok pengkhianat saat Sultan Agung, Raja Mataram mengadakan penyerangan ke Batavia pada 1629.
Tumenggung inilah memberi tahu pasukan VOC soal lumbung pangan tentara Mataram dan rencana penyerbuan Sultan Agung. Hukuman bagi Tumenggung Endranata adalah tubuh dipancung tiga dan ditanam di beberapa bagian anak tangga menuju makam para raja Imogiri. Yaitu mengarah ke Gapura Supit Urang, di bagian gapura, serta kolam di sisi kanan.
Namun, ada versi lain menyebutkan yang dikubur di sana sejatinya bukan Tumenggung Endranata tapi JP Coen. Nama Tumenggung Endranata digunakan hanya sebagai nama samaran atau alias, agar pasukan VOC tidak memburu jasad Coen ke Imogiri. (Diolah dari berbagai sumber, Wikipedia, Kerisnews)
(maf)