Syech Maulana Ibrahim Maghribi, Pejuang dan Penyebar Islam di Lereng Merbabu
A
A
A
KOMPLEKS pemakaman Syech Maulana Ibrahim Maghribi atau Ki Ageng Pantaran di Dukuh Pantaran, Desa Candisari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah hampir setiap hari didatangi sejumlah orang untuk ziarah. Mereka yang berziarah di makam Ki Ageng Pantaran tak hanya warga Boyolali saja, namun juga dari berbagai daerah.
Mereka sengaja datang untuk memanjatkan doa di tempat tersebut. Banyak pula orang yang melakukan tirakat hingga beberapa hari di makam Ki Ageng Mataram. Bahkan setiap tahun sekali, tepatnya pada hari Jumat pekan ketiga bulan Sura (penanggalan Jawa) warga menggelar ritual buka luwur makam Ki Ageng Pantaran.
Ritual yang sudah menjadi budaya ini dilaksanakan untuk mengenang jasa Ki Ageng Pantaran yang telah mengenalkan dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat di Lereng Gunung Merbabu itu. Ritual ini sudah dilakukan turun temurun sejak nenek moyang warga. Pada pelaksanaan ritual itu, warga rela datang pagi hari. Bahkan ada sejumlah warga yang datang ke makam yang berada disebelah barat Dukuh Pantaran itu, satu hari sebelum ritual dilaksanakan dan menginap di kompleks pemakaman Ki Ageng Pantaran.
Mereka melakukan ziarah dan berdoa di makam Syech Syech Maulana Ibrahim Maghribi. Ngalap berkah, dengan harapan agar keinginannya tercapai. Budaya tersebut juga dilestarikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali. Tradisi ini dinlai sebagai tinggalan budaya yang adiluhung. Ritual buka luwur Syech Maulana Ibrahim Maghribi atau Ki Ageng Pantaran ini, kini pelaksanaannya difasilitasi Disbudpar Kabupaten Boyolali.
Kepala Disbudpar Boyolali Mulyono Santoso, menambahkan selain untuk melestarikan tradisi budaya, juga sebagai aset wisata. "Atas dasar itu, budaya warisan nenek moyang ini kami lestarikan," katanya. Dia menjelaskan, Ki Ageng Pantaran, salah seorang tokoh penyebar agama Islam yang hidup di jaman kerajaan Demak Bintoro. Jasa Ki Ageng Pantaran banyak dikenal masyarakat lereng Gunung Merbabu. Selain dikenal sebagai penyebar agama Islam, Ki Ageng Pantaran juga tokoh pejuang bagi masyarakat.
Perjuangan Ki Ageng Pantaran melakukan syiar agama Islam tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan. Meski demikian, Ki Ageng Pantaran tetap berjuang untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat. Setelah pemeluk agama Islam bertambah banyak, kemudian Ki Ageng Pantaran mendirikan masjid di tempat itu. Masjid itulah yang disebut masjid Pantaran yang artinya sepantaran (seusia) dengan pembangunan masjid Demak Bintoro.
Tak hanya itu, Ki Ageng Pantaran juga berhasil mengubah daerah tersebut yang semula gersang menjadi makmur. Itu terjadi setelah Ki Ageng Pantaran bersama salah seorang pertapa berhasil menemukan mata air besar di gunung Merbabu, yang kini dikenal dengan nama Grojokan Sipendok yang airnya mengalir jernih.
Kini Grojokan Sipendok menjadi destinasi wisata yang dikenal masyarakat luas. Untuk mengenang jasanya, setiap tahun sekali warga menggelar acara penggantian lurup makam Ki Ageng Pantaran, tabur bunga, tahlil, kenduri dan doa serta diahkiri dengan tradisi ngalap berkah.
Mereka sengaja datang untuk memanjatkan doa di tempat tersebut. Banyak pula orang yang melakukan tirakat hingga beberapa hari di makam Ki Ageng Mataram. Bahkan setiap tahun sekali, tepatnya pada hari Jumat pekan ketiga bulan Sura (penanggalan Jawa) warga menggelar ritual buka luwur makam Ki Ageng Pantaran.
Ritual yang sudah menjadi budaya ini dilaksanakan untuk mengenang jasa Ki Ageng Pantaran yang telah mengenalkan dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat di Lereng Gunung Merbabu itu. Ritual ini sudah dilakukan turun temurun sejak nenek moyang warga. Pada pelaksanaan ritual itu, warga rela datang pagi hari. Bahkan ada sejumlah warga yang datang ke makam yang berada disebelah barat Dukuh Pantaran itu, satu hari sebelum ritual dilaksanakan dan menginap di kompleks pemakaman Ki Ageng Pantaran.
Mereka melakukan ziarah dan berdoa di makam Syech Syech Maulana Ibrahim Maghribi. Ngalap berkah, dengan harapan agar keinginannya tercapai. Budaya tersebut juga dilestarikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali. Tradisi ini dinlai sebagai tinggalan budaya yang adiluhung. Ritual buka luwur Syech Maulana Ibrahim Maghribi atau Ki Ageng Pantaran ini, kini pelaksanaannya difasilitasi Disbudpar Kabupaten Boyolali.
Kepala Disbudpar Boyolali Mulyono Santoso, menambahkan selain untuk melestarikan tradisi budaya, juga sebagai aset wisata. "Atas dasar itu, budaya warisan nenek moyang ini kami lestarikan," katanya. Dia menjelaskan, Ki Ageng Pantaran, salah seorang tokoh penyebar agama Islam yang hidup di jaman kerajaan Demak Bintoro. Jasa Ki Ageng Pantaran banyak dikenal masyarakat lereng Gunung Merbabu. Selain dikenal sebagai penyebar agama Islam, Ki Ageng Pantaran juga tokoh pejuang bagi masyarakat.
Perjuangan Ki Ageng Pantaran melakukan syiar agama Islam tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan. Meski demikian, Ki Ageng Pantaran tetap berjuang untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat. Setelah pemeluk agama Islam bertambah banyak, kemudian Ki Ageng Pantaran mendirikan masjid di tempat itu. Masjid itulah yang disebut masjid Pantaran yang artinya sepantaran (seusia) dengan pembangunan masjid Demak Bintoro.
Tak hanya itu, Ki Ageng Pantaran juga berhasil mengubah daerah tersebut yang semula gersang menjadi makmur. Itu terjadi setelah Ki Ageng Pantaran bersama salah seorang pertapa berhasil menemukan mata air besar di gunung Merbabu, yang kini dikenal dengan nama Grojokan Sipendok yang airnya mengalir jernih.
Kini Grojokan Sipendok menjadi destinasi wisata yang dikenal masyarakat luas. Untuk mengenang jasanya, setiap tahun sekali warga menggelar acara penggantian lurup makam Ki Ageng Pantaran, tabur bunga, tahlil, kenduri dan doa serta diahkiri dengan tradisi ngalap berkah.
(shf)