Sejarah Masjid Darussalam Kebumen dan Ki Singapatra
A
A
A
MASJID Darussalam berada di Gang Mawar, dari Apotek Lukulo Jalan Pemuda Kebumen ke barat sekitar 100 meter. Dari mulut gang, masjid kuna ini sudah terlihat.
Menurut keterangan yang berhasil dihimpun, masjid ini berdiri sejak masa Ki Singapatra. Tokoh Ki Singapatra ini dikenal sebagai penguasa Panjer, yang diperkirakan hidup sekitar 1570-1650M. Ki Singapatra dikenal sebagai mertua dari Ki Badranala/Ki Gede Panjer I (1606-1657). Ki Badranala sendiri merupakan anak dari Ki Madusena bin Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Menurut sejumlah keterangan, masjid ini dikembangkan awal pada masa pasca Perang Dipanegara, tahun 1841. Masjid ini mengalami pengembangan kembali di era Glondong Cokromihardjo, dengan imam masjid bernama KH Nawawi (1862-1961). Kemudian dibangun kembali sekitar tahun 1927-1931.
Di kompleks Masjid Darussalam ini masih terdapat sumur kuno dari batu bata merah, diameter sumur sekitar dua meter, terletak di sebelah selatan serambi masjid. Di belakang pengimaman masjid terdapat juga makam Glondong Cokromihardjo, dan KH Nawawi dan istri. Ada juga bedug yang bertarikh 1927.
Pada awalnya, masjid Darusalam selain untuk pendidikan ilmu spiritual keagamaan, bangunan ini berfungsi juga untuk pendidikan olah kanuragan. Ketika utusan dari Sultan Agung Hanyakrakusuma yakni Ki Suwarno dan Ki Badranala datang ke Panjer dalam rangka mencari dan mengumpulkan logistic Mataram tempat tersebut pun semakin ramai didatangi oleh para pemuda dari berbagai wilayah baik di Panjer maupun lainnya yang tujuannya untuk menimba ilmu kanuragan dan spiritual sebagai syarat menjadi prajurit Mataram Panjer yang siap diberangkatkan dalam misi penyerangan VOC di Batavia tepatnya di Benteng Solitude (kini menjadi Masjid Istiqlal Jakarta).
Ki Badranala yang kemudian menjadi menantu dari Ki Singapatra ini pun menjadi pemimpin Panjer yang pertama pada masa Mataram dengan gelar Ki Gedhe Panjer I. Hingga masa perang Dipanegara, bangunan yang didirikan oleh Ki Singapatra dan Ki Ageng (Sunan) Geseng ini masih berfungsi sama. Bahkan dibawah pimpinan senopati Jamenggala, tempat ini dijadikan markas berunding dan penyusunan strategi perang gerilya semasa Kadipaten Panjer telah dikuasai Belanda (1831).
Pasca redanya pergolakan perang Dipanegara di Panjer pada tahun 1832, nama kadipaten Panjer diubah Belanda menjadi Kebumen. Adapun bangunan yang didirikan oleh Ki Singapatra dan Ki Ageng (Sunan) Geseng total dijadikan tempat peribadatan Masjid. Tidak lagi untuk pembelajaran ilmu Kanuragan. Setelah Pendopo Agung Panjer dibumihanguskan dan dibangun pendopo baru kabupaten Kebumen dengan bupati pertamanya Arungbinang IV, disusul pembangunan Masjid Agung Kauman Kebumen (1834) oleh Kyai Imanadi (salah seorang senopati Dipanegara) yang telah dibebaskan dan dijadikan Penghulu pertama Kebumen, direnovasilah masjid Ki Singapatra dan Ki Ageng (Sunan Geseng tersebut. Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1841.
Saat ini masjid tersebut bernama masjid Darussalam kelurahan Kebumen. Di dalam masjid yang merupakan situs sejarah yang telah ada jauh sebelum adanya Masjid Agung Kauman Kebumen itu terdapat pula sebuah sumur tua yang hingga kini airnya sangat jernih dan tidak pernah kering. Lokasi sumur tersebut kini separuh tertutup (di bawah) bangunan masjid.
Bangunan masjid Darusaalam saat ini masih menyisakan sisa – sisa peradaban kolonial yakni beberapa bentuk pilar khas serta beberapa bagian lantai yang terbuat dari tegel Kunci seperti lantai – lantai pada bangunan peninggalan kolonial lainnya di kebumen (perumahan dan perkantoran NV Oliefabrieken Insulinde (Mexolie)/Sarinabati.
Menurut keterangan yang berhasil dihimpun, masjid ini berdiri sejak masa Ki Singapatra. Tokoh Ki Singapatra ini dikenal sebagai penguasa Panjer, yang diperkirakan hidup sekitar 1570-1650M. Ki Singapatra dikenal sebagai mertua dari Ki Badranala/Ki Gede Panjer I (1606-1657). Ki Badranala sendiri merupakan anak dari Ki Madusena bin Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Menurut sejumlah keterangan, masjid ini dikembangkan awal pada masa pasca Perang Dipanegara, tahun 1841. Masjid ini mengalami pengembangan kembali di era Glondong Cokromihardjo, dengan imam masjid bernama KH Nawawi (1862-1961). Kemudian dibangun kembali sekitar tahun 1927-1931.
Di kompleks Masjid Darussalam ini masih terdapat sumur kuno dari batu bata merah, diameter sumur sekitar dua meter, terletak di sebelah selatan serambi masjid. Di belakang pengimaman masjid terdapat juga makam Glondong Cokromihardjo, dan KH Nawawi dan istri. Ada juga bedug yang bertarikh 1927.
Pada awalnya, masjid Darusalam selain untuk pendidikan ilmu spiritual keagamaan, bangunan ini berfungsi juga untuk pendidikan olah kanuragan. Ketika utusan dari Sultan Agung Hanyakrakusuma yakni Ki Suwarno dan Ki Badranala datang ke Panjer dalam rangka mencari dan mengumpulkan logistic Mataram tempat tersebut pun semakin ramai didatangi oleh para pemuda dari berbagai wilayah baik di Panjer maupun lainnya yang tujuannya untuk menimba ilmu kanuragan dan spiritual sebagai syarat menjadi prajurit Mataram Panjer yang siap diberangkatkan dalam misi penyerangan VOC di Batavia tepatnya di Benteng Solitude (kini menjadi Masjid Istiqlal Jakarta).
Ki Badranala yang kemudian menjadi menantu dari Ki Singapatra ini pun menjadi pemimpin Panjer yang pertama pada masa Mataram dengan gelar Ki Gedhe Panjer I. Hingga masa perang Dipanegara, bangunan yang didirikan oleh Ki Singapatra dan Ki Ageng (Sunan) Geseng ini masih berfungsi sama. Bahkan dibawah pimpinan senopati Jamenggala, tempat ini dijadikan markas berunding dan penyusunan strategi perang gerilya semasa Kadipaten Panjer telah dikuasai Belanda (1831).
Pasca redanya pergolakan perang Dipanegara di Panjer pada tahun 1832, nama kadipaten Panjer diubah Belanda menjadi Kebumen. Adapun bangunan yang didirikan oleh Ki Singapatra dan Ki Ageng (Sunan) Geseng total dijadikan tempat peribadatan Masjid. Tidak lagi untuk pembelajaran ilmu Kanuragan. Setelah Pendopo Agung Panjer dibumihanguskan dan dibangun pendopo baru kabupaten Kebumen dengan bupati pertamanya Arungbinang IV, disusul pembangunan Masjid Agung Kauman Kebumen (1834) oleh Kyai Imanadi (salah seorang senopati Dipanegara) yang telah dibebaskan dan dijadikan Penghulu pertama Kebumen, direnovasilah masjid Ki Singapatra dan Ki Ageng (Sunan Geseng tersebut. Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1841.
Saat ini masjid tersebut bernama masjid Darussalam kelurahan Kebumen. Di dalam masjid yang merupakan situs sejarah yang telah ada jauh sebelum adanya Masjid Agung Kauman Kebumen itu terdapat pula sebuah sumur tua yang hingga kini airnya sangat jernih dan tidak pernah kering. Lokasi sumur tersebut kini separuh tertutup (di bawah) bangunan masjid.
Bangunan masjid Darusaalam saat ini masih menyisakan sisa – sisa peradaban kolonial yakni beberapa bentuk pilar khas serta beberapa bagian lantai yang terbuat dari tegel Kunci seperti lantai – lantai pada bangunan peninggalan kolonial lainnya di kebumen (perumahan dan perkantoran NV Oliefabrieken Insulinde (Mexolie)/Sarinabati.
(pur)