Sadis, Guru di Lembata NTT Paksa Murid Minum Air Kotor dan Bau Pesing
A
A
A
LEMBATA - Kasus kekerasan yang dilakukan oknum guru SMPK Sint Piter Lolondolor Desa Leuwayan, Kecamtan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), terhadap murid membuat geger warga.
Oknum guru S menyiksa murid kelas VII dan kelas VIII, selain itu dia juga memaksa para muridnya minum air kotor yang berlumut dan berbau pesing.
Sejumlah wali murid atau orang tua siswa melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan (KPAP) Desa Leuwayan. Pada Senin (3/2/2020) KPAP melaporkan kasus tersebut ke Polsek Omesuri.
Awalnya, kejadian ini dirahasiakan oleh para siswa. Namun, terbongkar saat siswa kelas VIII studi malam di rumah salah seorang siswa berinisial IRA. Curhat para siswa tersebut didengar oleh ibu IRA.
Mendengar pengakuan anaknya dan teman-temannya yang dilecehkan sang guru, Maria Goreti Paun ibu IRA, tidak menerima dan langsung melaporkan kepada Ketua Yayasan dan pihak Komite Sekolah.
“Saya dengar mereka cerita saat studi malam. Mereka disiksa minum air kotor dalam viber yang berlumut, karena tidak bias menghafal kosa kata Bahasa Inggris. Air dalam viber itu selain kotor juga bauh karena orang masuk dan mandi, kencing, berak di dalam. Saya benar benar tidak terima, karena siksa anak minum air kotor dan bauh apalagi saat ini musim DBD,” ungkap Maria Paun.
Menurut Maria Paun bukan hanya satu anak saja yang disiksa, tetapi puluhan anak yang disiksa, yakni Kelas VII jumlah 30 orang dan disiksa 27 anak.
“Saya tidak terima. Kami orang tua menitipkan anak disekolah untuk diajarkan dengan baik. Kalau pukul saja kami masih bisa terima, tetapi ini sudah keterlaluan. Siksa anak minum air dalam viber yang sudah berlumut, bauh kencing berak di dalam dan banyak jentik nyamuk,” ujarnya.
Maria Puan mengaku sempat dipanggil Kepala Sekolah Vinsesius Beda Amuntoda, untuk menghadap ke kantor dan meminta masalah tersebut diselesaikan di sekolah. Akan tetapi, dirinya menolak dan melanjutkan masalah ini kepihak berwajib.
“Proses hukum terus berjalan, karena seakan meracuni anak anak. Oknum guru itu bersama kepala sekolah diberhentikan. Tidak merasa puas dengan tindakan guru. Kami sebagai orang tua tidak pernah memberikan air mentah kepada anak. Tetapi disekolah guru siksa anak anak minum air berbauh kencing berak, berlumut dan banyak jentik. Ini kejadian sudah berulangkali. Kalau orangtua tidak ambil tindakan maka kelas VIII akan disiksa minum air wc. Ini pengakuan siswa termasuk anak saya,” ungkap Maria Paun.
Anggota KPAP Desa Leuwayan, Demeteri Kia Beni mengatakan, pihaknya setelah menerima pengaduan dari orangtua siswa langsung mengadukan ke Polsek Omesuri dan pada tanggal 2 Februari 2020. Polsek Omesuri sudah mengirim dua anggotanya untuk turun melihat lokasi kejadian.
“Saat KPAP dan utusan anggota polsek tiba di sekolah tersebut, kepala sekolah dan oknum guru yang diduga sebagai pelaku tidak kooperatif. Terkesan acuh dan masa bodoh dan menganggap persoalan ini adalah persoalan sepele,” ungkap Kia Beni sambil menyebutkan murid yang ikut KPAP melapor ke polisi adalah RL, NDL, dan IRA siswa kelas VIII dan RRW dan MIB siswa kelas VII.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMPK Sint Petrus Lolondolor Vinsensius Beda Amuntoda, membantah bahwa oknum guru memberi murid air WC. “Bukan minum air WC, tetapi minum air dalam viber,” bantah Vinsensius Beda Amuntoda sembari menutup telepon ketika disodor pertanyaan apakah air dalam viber itu bersih atau kotor.
Saat media berusaha menghubungi kembali sebanyak tiga kalis tetapi tidak direspons oleh Vinsen Beda Amuntoda.
Oknum guru S menyiksa murid kelas VII dan kelas VIII, selain itu dia juga memaksa para muridnya minum air kotor yang berlumut dan berbau pesing.
Sejumlah wali murid atau orang tua siswa melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan (KPAP) Desa Leuwayan. Pada Senin (3/2/2020) KPAP melaporkan kasus tersebut ke Polsek Omesuri.
Awalnya, kejadian ini dirahasiakan oleh para siswa. Namun, terbongkar saat siswa kelas VIII studi malam di rumah salah seorang siswa berinisial IRA. Curhat para siswa tersebut didengar oleh ibu IRA.
Mendengar pengakuan anaknya dan teman-temannya yang dilecehkan sang guru, Maria Goreti Paun ibu IRA, tidak menerima dan langsung melaporkan kepada Ketua Yayasan dan pihak Komite Sekolah.
“Saya dengar mereka cerita saat studi malam. Mereka disiksa minum air kotor dalam viber yang berlumut, karena tidak bias menghafal kosa kata Bahasa Inggris. Air dalam viber itu selain kotor juga bauh karena orang masuk dan mandi, kencing, berak di dalam. Saya benar benar tidak terima, karena siksa anak minum air kotor dan bauh apalagi saat ini musim DBD,” ungkap Maria Paun.
Menurut Maria Paun bukan hanya satu anak saja yang disiksa, tetapi puluhan anak yang disiksa, yakni Kelas VII jumlah 30 orang dan disiksa 27 anak.
“Saya tidak terima. Kami orang tua menitipkan anak disekolah untuk diajarkan dengan baik. Kalau pukul saja kami masih bisa terima, tetapi ini sudah keterlaluan. Siksa anak minum air dalam viber yang sudah berlumut, bauh kencing berak di dalam dan banyak jentik nyamuk,” ujarnya.
Maria Puan mengaku sempat dipanggil Kepala Sekolah Vinsesius Beda Amuntoda, untuk menghadap ke kantor dan meminta masalah tersebut diselesaikan di sekolah. Akan tetapi, dirinya menolak dan melanjutkan masalah ini kepihak berwajib.
“Proses hukum terus berjalan, karena seakan meracuni anak anak. Oknum guru itu bersama kepala sekolah diberhentikan. Tidak merasa puas dengan tindakan guru. Kami sebagai orang tua tidak pernah memberikan air mentah kepada anak. Tetapi disekolah guru siksa anak anak minum air berbauh kencing berak, berlumut dan banyak jentik. Ini kejadian sudah berulangkali. Kalau orangtua tidak ambil tindakan maka kelas VIII akan disiksa minum air wc. Ini pengakuan siswa termasuk anak saya,” ungkap Maria Paun.
Anggota KPAP Desa Leuwayan, Demeteri Kia Beni mengatakan, pihaknya setelah menerima pengaduan dari orangtua siswa langsung mengadukan ke Polsek Omesuri dan pada tanggal 2 Februari 2020. Polsek Omesuri sudah mengirim dua anggotanya untuk turun melihat lokasi kejadian.
“Saat KPAP dan utusan anggota polsek tiba di sekolah tersebut, kepala sekolah dan oknum guru yang diduga sebagai pelaku tidak kooperatif. Terkesan acuh dan masa bodoh dan menganggap persoalan ini adalah persoalan sepele,” ungkap Kia Beni sambil menyebutkan murid yang ikut KPAP melapor ke polisi adalah RL, NDL, dan IRA siswa kelas VIII dan RRW dan MIB siswa kelas VII.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMPK Sint Petrus Lolondolor Vinsensius Beda Amuntoda, membantah bahwa oknum guru memberi murid air WC. “Bukan minum air WC, tetapi minum air dalam viber,” bantah Vinsensius Beda Amuntoda sembari menutup telepon ketika disodor pertanyaan apakah air dalam viber itu bersih atau kotor.
Saat media berusaha menghubungi kembali sebanyak tiga kalis tetapi tidak direspons oleh Vinsen Beda Amuntoda.
(zil)