Guru Agama Se-Kota Depok Dibekali Materi Menangkal Radikalisme

Guru Agama Se-Kota Depok Dibekali Materi Menangkal Radikalisme
A
A
A
DEPOK - Sejumlah guru pendidikan agama se-Kota Depok mengikuti materi seminar tentang upaya menangkal radikalisme di Kantor Sekretariat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Depok, Senin (28/10/2019). Kegiatan digelar sebagai bentuk Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Universitas Indonesia (UI).
Hadir sebagai pembicara yakni , Sekretaris Umum MUI Kota Depok Nurwahidin, Dosen UI Ervi Siti Zahroh Zidni dan Sayyid Muhammad Yusuf. Dalam seminar itu terungkap, salah satu penyebab terjadinya paham radikalisme yang menjurus kepada terorisme dikarenakan pemahaman kepada Islam yang sangat fundamental serta bisa dikatakan minimnya pengetahuan agama.
Memahami agama secara tekstual salah satunya akan berakibat pada fundamentalis agama serta puritanisme agama, memahami teks-teks Alquran atau Hadist secara letterlek akan mengakibatkan kesalahan dalam pemahaman terhadap agama.
"Karena itu guru agama dituntut untuk menguasai teks-teks keagamaan baik secara tekstual dan kontekstual, diiringi dengan pemahaman tafsir serta asbabun nuzul untuk memahami Alquran. Kemudian memahami tafsir, ulumul hadits dan asbabul wurudh untuk memahami Hadits. Hal ini sangat penting bagi guru agama untuk dikuasai, karena guru sebagai mentor deredikalisasi pada dunia pendidikan," ujar Nurwahidin.
Sementara itu, Ervi Siti Zahroh Zidni berharap dari kegiatan ini para guru agama mendapatkan input yang baik serta memahami dengan baik Islam Washatiyah atau Islam moderat sehingga gerakan takfiri mampu dibendung oleh guru agama untuk diteruskan kepada siswa-siswanya.
"Sikap intoleran, eksklusif, kaku, dan gampang menyatakan permusuhan dan melakukan konflik, melakukan kekerasan terhadap sesama muslim yang tidak sepaham dengan kelompoknya, adalah beberapa ciri dari Islam radikal," sebutnya.
Dengan memberikan input Islam washatiyah atau Islam moderat, diharapkan sikap-sikap buruk tadi mampu diakomodir oleh guru agama, mengingat sikap tadi adalah sikap yang bertentangan dengan wujud ideal dalam mengimplementasikan ajaran Islam di Indonesia bahkan dunia.
Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah sendiri meliputi, pertama, Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).
Kedua, Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).
Ketiga, I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Keempat, Tasamuh (toleransi) yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Kelima, Musawah (egaliter) yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Keenam, Syura (musyawarah) yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.
Ketujuh, Ishlah (reformasi) yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (merawat tradisi merespon moderenisasi).
Kedelapan, Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah. Kesembilan, Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia.
Kesepuluh, Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah perlu disampaikan dalam kegiatan Pengmas UI ini karena merupakan implementasi Islam Rahmatan Lil Alamin.
Selain input soal islam moderat, diharapkan para guru agama mampu memahami islam yang humanis, yang sangat toleran, selain itu kunci kerukunan bangsa atau sebuah negara sudah dikonsep apik dalam Islam. Salah satu konsep itu adalah humanisme dalam Islam yang sudah dikembangkan berbagai para filsuf, ulama, kiai, dan akademisi Islam.
Hadir sebagai pembicara yakni , Sekretaris Umum MUI Kota Depok Nurwahidin, Dosen UI Ervi Siti Zahroh Zidni dan Sayyid Muhammad Yusuf. Dalam seminar itu terungkap, salah satu penyebab terjadinya paham radikalisme yang menjurus kepada terorisme dikarenakan pemahaman kepada Islam yang sangat fundamental serta bisa dikatakan minimnya pengetahuan agama.
Memahami agama secara tekstual salah satunya akan berakibat pada fundamentalis agama serta puritanisme agama, memahami teks-teks Alquran atau Hadist secara letterlek akan mengakibatkan kesalahan dalam pemahaman terhadap agama.
"Karena itu guru agama dituntut untuk menguasai teks-teks keagamaan baik secara tekstual dan kontekstual, diiringi dengan pemahaman tafsir serta asbabun nuzul untuk memahami Alquran. Kemudian memahami tafsir, ulumul hadits dan asbabul wurudh untuk memahami Hadits. Hal ini sangat penting bagi guru agama untuk dikuasai, karena guru sebagai mentor deredikalisasi pada dunia pendidikan," ujar Nurwahidin.
Sementara itu, Ervi Siti Zahroh Zidni berharap dari kegiatan ini para guru agama mendapatkan input yang baik serta memahami dengan baik Islam Washatiyah atau Islam moderat sehingga gerakan takfiri mampu dibendung oleh guru agama untuk diteruskan kepada siswa-siswanya.
"Sikap intoleran, eksklusif, kaku, dan gampang menyatakan permusuhan dan melakukan konflik, melakukan kekerasan terhadap sesama muslim yang tidak sepaham dengan kelompoknya, adalah beberapa ciri dari Islam radikal," sebutnya.
Dengan memberikan input Islam washatiyah atau Islam moderat, diharapkan sikap-sikap buruk tadi mampu diakomodir oleh guru agama, mengingat sikap tadi adalah sikap yang bertentangan dengan wujud ideal dalam mengimplementasikan ajaran Islam di Indonesia bahkan dunia.
Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah sendiri meliputi, pertama, Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).
Kedua, Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).
Ketiga, I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Keempat, Tasamuh (toleransi) yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Kelima, Musawah (egaliter) yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Keenam, Syura (musyawarah) yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.
Ketujuh, Ishlah (reformasi) yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (merawat tradisi merespon moderenisasi).
Kedelapan, Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah. Kesembilan, Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia.
Kesepuluh, Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah perlu disampaikan dalam kegiatan Pengmas UI ini karena merupakan implementasi Islam Rahmatan Lil Alamin.
Selain input soal islam moderat, diharapkan para guru agama mampu memahami islam yang humanis, yang sangat toleran, selain itu kunci kerukunan bangsa atau sebuah negara sudah dikonsep apik dalam Islam. Salah satu konsep itu adalah humanisme dalam Islam yang sudah dikembangkan berbagai para filsuf, ulama, kiai, dan akademisi Islam.
(thm)