8 Bocah di Blitar Meninggal Akibat DBD
A
A
A
BLITAR - Selama 3 bulan (Januari-Maret 2019) sebanyak 8 bocah di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, meninggal akibat DBD (demam berdarah dengeue). Terhitung sampai akhir September 2019, jumlah penderita akibat nyamuk aedes aegypti mencapai 634 orang. “Delapan anak yang meninggal dunia itu terjadi pada puncak DBD, yakni Januari sampai Maret 2019," ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, Krisna Yekti kepada wartawan.
Delapan anak yang tewas akibat DBD itu rata rata berusia 5-15 tahun. Kasus kematian yang terjadi diduga akibat telat mendapat penanganan, yakni keluarga baru membawa ke rumah sakit setelah kondisinya parah. Secara akumulatif, angka kasus DBD yang terjadi di Kabupaten bersifat fluktuatif. Pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 356 kasus. Kemudian pada tahun 2016 turun menjadi 308 kasus, selama tahun 2017 turun lagi menjadi 84 kasus, tahun 2018 melonjak menjadi 534 kasus dan baru sembilan bulan (januari-September) di tahun 2019 sudah mencapai 634 kasus.
Menurut Krisna Yekti, saat ini pihaknya kembali menggencarkan himbauan pemberantasan jentik nyamuk. Petugas telah melakukan sosialisasi ke masyarakat, baik itu melalui lembaga maupun datang langsung ke rumah warga. Penekanan tetap pada kebersihan lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Hal itu mengingat bulan depan (November) hujan diprediksikan bakal turun. Dari kasus yang terjadi, turunnya hujan biasanya diiringi dengan meningkatnya kasus DBD. “Kita berusaha mengantisipasi sejak dini untuk menekan kasus DBD semaksimal mungkin," terangnya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar Abdul Munib berharap upaya pencegahan dan pemberantasan kasus DBD di Kabupaten Blitar untuk terus ditingkatkan. Munib meminta sosialisasi pencegahan dan fogging lebih diperluas hingga tingkat RW dan RT. “Kami berharap intensitas sosialisasi dan fogging kepada masyarakat tingkat bawah terus dimaksimalkan," ujarnya.
Delapan anak yang tewas akibat DBD itu rata rata berusia 5-15 tahun. Kasus kematian yang terjadi diduga akibat telat mendapat penanganan, yakni keluarga baru membawa ke rumah sakit setelah kondisinya parah. Secara akumulatif, angka kasus DBD yang terjadi di Kabupaten bersifat fluktuatif. Pada tahun 2015 tercatat ada sebanyak 356 kasus. Kemudian pada tahun 2016 turun menjadi 308 kasus, selama tahun 2017 turun lagi menjadi 84 kasus, tahun 2018 melonjak menjadi 534 kasus dan baru sembilan bulan (januari-September) di tahun 2019 sudah mencapai 634 kasus.
Menurut Krisna Yekti, saat ini pihaknya kembali menggencarkan himbauan pemberantasan jentik nyamuk. Petugas telah melakukan sosialisasi ke masyarakat, baik itu melalui lembaga maupun datang langsung ke rumah warga. Penekanan tetap pada kebersihan lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Hal itu mengingat bulan depan (November) hujan diprediksikan bakal turun. Dari kasus yang terjadi, turunnya hujan biasanya diiringi dengan meningkatnya kasus DBD. “Kita berusaha mengantisipasi sejak dini untuk menekan kasus DBD semaksimal mungkin," terangnya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar Abdul Munib berharap upaya pencegahan dan pemberantasan kasus DBD di Kabupaten Blitar untuk terus ditingkatkan. Munib meminta sosialisasi pencegahan dan fogging lebih diperluas hingga tingkat RW dan RT. “Kami berharap intensitas sosialisasi dan fogging kepada masyarakat tingkat bawah terus dimaksimalkan," ujarnya.
(zil)