Demontrasi di Surabaya Didinginkan Pasukan Asmaul Husna
A
A
A
SURABAYA - Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Surabaya menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Jatim. Demo berlangsung damai dengan dijaga pasukan Asmaul Husna Polda Jatim.
Mereka menuntut pemerintah dan DPR membatalkan pengesahan RUU bermasalah. Di antaranya, RUU KUHP, RUU Pertanahan dan menolak pengesahan Revisi UU KPK.
Aksi saling dorong dengan aparat kepolisian sempat terjadi ketika massa hendak merangsek masuk ke gedung DPRD Jatim. Pendemo pun melempari aparat. Namun tidak ada yang menjadi korban saat pelemparan terjadi.
Saat kericuhan berlangsung, pasukan Asmaul Husna Polda Jatim terus melantunkan asma (nama) kebesaran Allah di tengah suasana ricuh.
Mereka seolah tak terpengaruh dengan kericuhan yang terjadi dan terus melantunkan 99 nama kebesaran Allah dengan harapan agar kericuhan mereda. “Pelemparan batu dan kapak itu ulah provokator. Tidak hanya lemparan batu dan kapak, ada juga kayu. Kami yakin ini bukan ulah adik-adik mahasiawa,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera, Kamis (26/9/2019).
Ketua DPRD Jatim Kusnadi dengan beberapa anggota DPRD Jatim mencoba menemui ribuan massa aksi. Mereka terdiri dari Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak, Hari Putri Lestari dan Agatha Retno Sari.
Mereka menemui massa karena karena massa aksi ingin memasuki gedung DPRD Jatim. Massa aksi meminta ruang paripurna dijadikan ruang sidang rakyat. “Saya minta pimpinan DPRD Jatim meminjamkan dan memfasilitasi ruang untuk kami gunakan sidang rakyat sendiri,” kata perwakilan LBH Surabaya, Habibullah ketika negosiasi dengan Ketua DPRD Jatim Kusnadi.
Habibullah mengatakan, permintaan itu disampaikan karena pihaknya kecewa terhadap kinerja wakil rakyat yang tidak berpihak kepada masyarakat. Selain itu, dia juga meminta DPRD dan kepolisian bisa mengeluarkan pagar berduri yang terletak di pagar DPRD Jatim.
Mereka menganggap pihak keamanan berlebihan terhadap aksi damai. “Saya menjamin kalau ruang paripurna digunakan untuk sidang rakyat, tidak akan ada kerusuhan. Baik di luar maupun di dalam gedung,” katanya.
Sayangnya, permintaan itu tidak dipenuhi Kusnadi. Sebab, dalam peminjaman gedung ada standar operasional yang dipenuhi. Namun begitu, pihaknya siap memfasilitasi apa yang menjadi tuntutan dari massa aksi. “Aspirasi yang kalian sampaikan, akan kami fasilitasi. Tidak begitu saja menggunakan ruang paripurna karena itu ada ketentuannya,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak juga menolak tuntutan mahasiswa untuk pelaksanaan sidang rakyat di ruang paripurna DPRD Jatim. Menurutnya, gedung DPRD dan yang ada didalamnya merupakan obyek vital milik negara yang diatur UU untuk penggunaannya. “Jika mengabulkan sidang rakyat, kami melanggar. Tapi kalau diminta turun ke tengah-tengah mahasiswa, kami sudah penuhi,” ujarnya.
Mereka menuntut pemerintah dan DPR membatalkan pengesahan RUU bermasalah. Di antaranya, RUU KUHP, RUU Pertanahan dan menolak pengesahan Revisi UU KPK.
Aksi saling dorong dengan aparat kepolisian sempat terjadi ketika massa hendak merangsek masuk ke gedung DPRD Jatim. Pendemo pun melempari aparat. Namun tidak ada yang menjadi korban saat pelemparan terjadi.
Saat kericuhan berlangsung, pasukan Asmaul Husna Polda Jatim terus melantunkan asma (nama) kebesaran Allah di tengah suasana ricuh.
Mereka seolah tak terpengaruh dengan kericuhan yang terjadi dan terus melantunkan 99 nama kebesaran Allah dengan harapan agar kericuhan mereda. “Pelemparan batu dan kapak itu ulah provokator. Tidak hanya lemparan batu dan kapak, ada juga kayu. Kami yakin ini bukan ulah adik-adik mahasiawa,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera, Kamis (26/9/2019).
Ketua DPRD Jatim Kusnadi dengan beberapa anggota DPRD Jatim mencoba menemui ribuan massa aksi. Mereka terdiri dari Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak, Hari Putri Lestari dan Agatha Retno Sari.
Mereka menemui massa karena karena massa aksi ingin memasuki gedung DPRD Jatim. Massa aksi meminta ruang paripurna dijadikan ruang sidang rakyat. “Saya minta pimpinan DPRD Jatim meminjamkan dan memfasilitasi ruang untuk kami gunakan sidang rakyat sendiri,” kata perwakilan LBH Surabaya, Habibullah ketika negosiasi dengan Ketua DPRD Jatim Kusnadi.
Habibullah mengatakan, permintaan itu disampaikan karena pihaknya kecewa terhadap kinerja wakil rakyat yang tidak berpihak kepada masyarakat. Selain itu, dia juga meminta DPRD dan kepolisian bisa mengeluarkan pagar berduri yang terletak di pagar DPRD Jatim.
Mereka menganggap pihak keamanan berlebihan terhadap aksi damai. “Saya menjamin kalau ruang paripurna digunakan untuk sidang rakyat, tidak akan ada kerusuhan. Baik di luar maupun di dalam gedung,” katanya.
Sayangnya, permintaan itu tidak dipenuhi Kusnadi. Sebab, dalam peminjaman gedung ada standar operasional yang dipenuhi. Namun begitu, pihaknya siap memfasilitasi apa yang menjadi tuntutan dari massa aksi. “Aspirasi yang kalian sampaikan, akan kami fasilitasi. Tidak begitu saja menggunakan ruang paripurna karena itu ada ketentuannya,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak juga menolak tuntutan mahasiswa untuk pelaksanaan sidang rakyat di ruang paripurna DPRD Jatim. Menurutnya, gedung DPRD dan yang ada didalamnya merupakan obyek vital milik negara yang diatur UU untuk penggunaannya. “Jika mengabulkan sidang rakyat, kami melanggar. Tapi kalau diminta turun ke tengah-tengah mahasiswa, kami sudah penuhi,” ujarnya.
(shf)