Cerita Warga Palangkaraya Akibat Asap, Tak Mampu Ngungsi Terpaksa Menghirup

Rabu, 18 September 2019 - 09:34 WIB
Cerita Warga Palangkaraya Akibat Asap, Tak Mampu Ngungsi Terpaksa Menghirup
Cerita Warga Palangkaraya Akibat Asap, Tak Mampu Ngungsi Terpaksa Menghirup
A A A
PALANGKA RAYA - Sebagian besar warga Palangkaraya, Kalimantan Tengah tidak punya pilihan selain bertahan sembari menghirup asap pekat akibat kebakaran hutan.

Polusi yang melanda ibu kota Provinsi Kalteng ini mencapai 20 kali lipat lebih parah dari batas normal yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Masyarakat yang terpaksa bertahan di tengah pekatnya asap ini termasuk Budi Di Laman, warga Dayak sekaligus pekerja serabutan yang di usia senjanya masih mencari nafkah dengan menjaga kebun karet sambil sesekali menjadi kuli bangunan.

Ia mengaku tidak punya dana untuk mengungsikan keluarganya ke luar kota. "Enggak (punya uang). Tetap saja kita bertahan. Saya bertahan," ujarnya, Senin 16 September 2019.

"Anak-istri saya di Kota (Palangkaraya), kami kan ada empat cucu yang kecil-kecil, jadi istri saya jaga cucu di rumah," ujar Budi lagi.

Saat ini Budi justru memilih secara sukarela membantu pemadaman api bersama petugas pemadam kebakaran. "Saya hampir 10 hari istirahat bekerja (untuk) memadamkan api dulu," tuturnya yang sudah selama 15 tahun terakhir ikut membantu pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Ia prihatin dengan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun. Budi berharap hujan segera turun untuk memadamkan api dan melenyapkan kabut asap. "Yang penting saya bilang kita ini jangan sampai terserang penyakit habis asap ini. Saya ini kewalahan juga," tutur Budi.

Warga yang memiliki dana seperti Yudistira Tribudiman bisa memilih membawa keluarganya ke Jakarta pada Jumat 13 September. Ia mengaku penyakit sinusnya sempat kambuh ketika kabut asap mulai menyelimuti pada Juli lalu.

"Awal Juli itu saya enggak begitu sadar ada asap. Mungkin ada, tapi enggak begitu sadar, tapi orang lain yang hidungnya lebih peka bisa langsung cium," tutur Yudi saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Di samping sinus, secara umum setiap kali menghirup asap terlalu lama, ia merasa tubuhnya tidak karuan. "Bisa pusing, bisa sesak, kayak ngos-ngosan, kayak engap gitu," jelasnya.

Yudi belum tahu kapan akan kembali ke Palangkaraya. Namun yang jelas, pria yang sehari-hari bekerja sebagai penyunting gambar ini mengatakan bakal menetap sementara di Jakarta sampai kabut asap mereda, atau hingga harus kembali karena ada tuntutan pekerjaan.

"Kalau ada orderan untuk syuting ya saya harus balik lagi, jadi ya nyempatin saja dulu, istirahat dulu lah dari asap itu," ungkapnya.

Warga lain yang tinggal di Palangkaraya dan mengajak keluarganya mengungsi adalah Mustafa, yang sehari-hari bekerja sebagai seorang wiraswasta. "Kalau saya ada kewajiban pekerjaan, tapi mungkin dia (istri) bawa anak-anak ke Jakarta dalam waktu dekat," kisahnya.

Menurut pengamatannya yang sudah berulang kali mengalami kabut asap sejak pindah ke Pulau Kalimantan pada 1998, kondisi tahun ini mirip dengan 2015. "Ini cukup buruk ya. Ini sudah hampir kayak 2015."

Mustafa mengaku tidak bisa berbuat banyak menghadapi halauan asap di sana-sini. "Kita terpaksa menghirup udara yang ada. Masak beli tabung oksigen? Mahal banget," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5393 seconds (0.1#10.140)