Kalah di Tender APBN, Perusahaan Ini Gugat Kementerian Perhubungan
A
A
A
BANJARMASIN - Kalah di tender, PT Bima Putra Samudera dalam hal ini peserta tender proyek di Kementerian Perhubungan senilai Rp32,1 miliar menggugat Kelompok Kerja (Pokja) Dirjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan ke PTUN Jakarta.
General Manager Operasional PT Bima Putra Samudra, Marthin Novan mengatakan pihaknya terpaksa melakukan gugatan kepada Dirjen Hubla dalam hal ini Pokja Pembangunan Proyek Pelabuhan Kotabaru Batulicin di Kalimantan Selatan dikarenakan persoalan ketidakadikan dan ketidakprofesionalan pihak Pokja dalam menentukan pemenang tender.
Marthin menjelaskan, tender diumumkan pada awal Mei lalu, dan pihaknya mengikuti proses tender dari tiga peserta. Kemudian sesuai prosedur dilakukan penawaran, dari ketiga peserta PT Bima Putra Samudera mengajukan penawaran sebesar Rp28,1 miliar. Sedangkan PT Multi Karya Pratama dengan penawaran Rp28,5 miliar dan PT Duta Ekonomi dengan penawaran Rp31,6 miliar.
Namun, PT Multi Karya kalah tender di proses administrasi, sedangkan dua peserta lanjut sampai akhirnya PT Bima Putera Samudra dikalahkan dengan alasan tidak dapat menunjukkan atau mempersiapkan alat di lokasi.
Padahal, kata Marthin pihaknya seharusnya menjadi pemenang karena penawaran tender lebih rendah dari peserta lainnya, dan negara diuntungkan Rp3 miliar, karena ada selisih Rp3 miliar dari nilai pekerjaan sebesar Rp32,1 miliar.
"Tetapi kami malah dikalahkan dengan alasan tidak dapat menunjukkan alat," ungkapnya di Banjarmasin, Kalimantan Seatan, Selasa (28/8/2019).
Dijelaskan Marthin, ada ketidakadilan dalam tender tersebut, karena ketika diminta memperlihatkan dan menunjukkan alat, pihak PT Bima Putra Samudra cuma dikasih waktu 20 jam. Itupun di hari libur nasional. Sementara peserta lainnya yang akhirnya dimenangkan Pokja Dirjen Hubla dikasih waktu dua hari penuh dan perpanjangan waktu lagi.
"Kedua mereka memberikan undangan mendadak untuk pembuktian di lapangan mengenai alat-alat yang bisa disampaikan Bima Putra Samudra," jelasnya.
Dikatakan Marthin, meskipun demikian pihaknya tetap menyiapkan alat yang diminta. "Tetapi alat masih berada di tempat lain sehingga dilakukan video call, lalu kami diminta tanda tangan verifikasi di lapangan tersebut dengan alasan sebagai bukti hadir. Ternyata hal ini malah disalahgunakan atau dibalik dengan menyebut bahwa PT Bima tidak sanggup menghadirkan alat," jelasnya.
Sebenarnya, kata Marthin, waktu pembuktian masih 3 minggu lagi. Selain itu pihak Marthin juga diundang Pokja dan ketemu PPK yang mana intinya PPK sampaikan pihaknya diminta mundur dan dijanjikan proyek tahun depan.
"Surat pembuktian alat pemenang diumumkan pada akhir 31 Mei lalu, pengumuman pemenang tender 25 Juni dan kami disuruh mundur pada 25 Juli," jelasnya.
Akibat keputusan Pokja Dirjen Hubla, pihak PT Bima Putra Samudra dirugikan secara materil. "Kami dirugikan karena dalam membuat dokumen penawaran dan potensi keuntungan yang kami dapatkan dari pekerjaan tersebut. Kami juga rugi secara imateril mental kami sebagai rekanan sudah mengikuti prosedur yang ada tetapi kami diperlakukan tidak adil," tandasnya.
Dalam persoalan ini, pengacara PT Bima Putra Samudra, Markus Jaka Togatorop melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Menurut Markus, Kliennya tidak mendapatkan keadilan dari tergugat yakni Pokja Dirjen Hubla Kementrian Perhubungan dalam hal ini Penyediaan Barang dan Jasa Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan kelas 3 Kotabaru Batulicin Kalimantan Selatan Direktorat Jenderal Perhubungan laut Kementerian Perhubungan RI yang berkedudukan di Jalan Medan Merdeka Barat nomor 8 Jakarta.
"Dalam kasus ini padahal klien saya telah melaksanakan dokumen tender sesuai dengan SOP dimana SOP tersebut dipatuhi dan SOP tersebut merupakan produk aturan yang diciptakan mereka," kata Markus.
Untuk kasus ini, kata Markus, pihaknya akan melakukan tuntutan. Pertama, dibatalkannya proyek pemenangan tender Sebuku yaitu PT Duta ekonomi. Kedua selaku penggugat pihaknya dijadikan pemenang dalam proyek Sebuku. Ketiga membebankan semua biaya perkara kepada pihak tergugat, dan yang ke empat agar kliennya dan tergugat menjadi mitra yang baik di kemudian hari.
General Manager Operasional PT Bima Putra Samudra, Marthin Novan mengatakan pihaknya terpaksa melakukan gugatan kepada Dirjen Hubla dalam hal ini Pokja Pembangunan Proyek Pelabuhan Kotabaru Batulicin di Kalimantan Selatan dikarenakan persoalan ketidakadikan dan ketidakprofesionalan pihak Pokja dalam menentukan pemenang tender.
Marthin menjelaskan, tender diumumkan pada awal Mei lalu, dan pihaknya mengikuti proses tender dari tiga peserta. Kemudian sesuai prosedur dilakukan penawaran, dari ketiga peserta PT Bima Putra Samudera mengajukan penawaran sebesar Rp28,1 miliar. Sedangkan PT Multi Karya Pratama dengan penawaran Rp28,5 miliar dan PT Duta Ekonomi dengan penawaran Rp31,6 miliar.
Namun, PT Multi Karya kalah tender di proses administrasi, sedangkan dua peserta lanjut sampai akhirnya PT Bima Putera Samudra dikalahkan dengan alasan tidak dapat menunjukkan atau mempersiapkan alat di lokasi.
Padahal, kata Marthin pihaknya seharusnya menjadi pemenang karena penawaran tender lebih rendah dari peserta lainnya, dan negara diuntungkan Rp3 miliar, karena ada selisih Rp3 miliar dari nilai pekerjaan sebesar Rp32,1 miliar.
"Tetapi kami malah dikalahkan dengan alasan tidak dapat menunjukkan alat," ungkapnya di Banjarmasin, Kalimantan Seatan, Selasa (28/8/2019).
Dijelaskan Marthin, ada ketidakadilan dalam tender tersebut, karena ketika diminta memperlihatkan dan menunjukkan alat, pihak PT Bima Putra Samudra cuma dikasih waktu 20 jam. Itupun di hari libur nasional. Sementara peserta lainnya yang akhirnya dimenangkan Pokja Dirjen Hubla dikasih waktu dua hari penuh dan perpanjangan waktu lagi.
"Kedua mereka memberikan undangan mendadak untuk pembuktian di lapangan mengenai alat-alat yang bisa disampaikan Bima Putra Samudra," jelasnya.
Dikatakan Marthin, meskipun demikian pihaknya tetap menyiapkan alat yang diminta. "Tetapi alat masih berada di tempat lain sehingga dilakukan video call, lalu kami diminta tanda tangan verifikasi di lapangan tersebut dengan alasan sebagai bukti hadir. Ternyata hal ini malah disalahgunakan atau dibalik dengan menyebut bahwa PT Bima tidak sanggup menghadirkan alat," jelasnya.
Sebenarnya, kata Marthin, waktu pembuktian masih 3 minggu lagi. Selain itu pihak Marthin juga diundang Pokja dan ketemu PPK yang mana intinya PPK sampaikan pihaknya diminta mundur dan dijanjikan proyek tahun depan.
"Surat pembuktian alat pemenang diumumkan pada akhir 31 Mei lalu, pengumuman pemenang tender 25 Juni dan kami disuruh mundur pada 25 Juli," jelasnya.
Akibat keputusan Pokja Dirjen Hubla, pihak PT Bima Putra Samudra dirugikan secara materil. "Kami dirugikan karena dalam membuat dokumen penawaran dan potensi keuntungan yang kami dapatkan dari pekerjaan tersebut. Kami juga rugi secara imateril mental kami sebagai rekanan sudah mengikuti prosedur yang ada tetapi kami diperlakukan tidak adil," tandasnya.
Dalam persoalan ini, pengacara PT Bima Putra Samudra, Markus Jaka Togatorop melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Menurut Markus, Kliennya tidak mendapatkan keadilan dari tergugat yakni Pokja Dirjen Hubla Kementrian Perhubungan dalam hal ini Penyediaan Barang dan Jasa Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan kelas 3 Kotabaru Batulicin Kalimantan Selatan Direktorat Jenderal Perhubungan laut Kementerian Perhubungan RI yang berkedudukan di Jalan Medan Merdeka Barat nomor 8 Jakarta.
"Dalam kasus ini padahal klien saya telah melaksanakan dokumen tender sesuai dengan SOP dimana SOP tersebut dipatuhi dan SOP tersebut merupakan produk aturan yang diciptakan mereka," kata Markus.
Untuk kasus ini, kata Markus, pihaknya akan melakukan tuntutan. Pertama, dibatalkannya proyek pemenangan tender Sebuku yaitu PT Duta ekonomi. Kedua selaku penggugat pihaknya dijadikan pemenang dalam proyek Sebuku. Ketiga membebankan semua biaya perkara kepada pihak tergugat, dan yang ke empat agar kliennya dan tergugat menjadi mitra yang baik di kemudian hari.
(rhs)