Tekuni Kerajinan Kulit dari 1970, Sumadi Ingin Ekspor Produknya
A
A
A
JAKARTA - Sumadi Seng adalah seorang pria berusia 72 tahun asal Candirejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Dia merupakan pengrajin tangan berbahan kulit sapi atau kambing yang telah digelutinya sejak tahun 1970. Semula dia hanya memproduksi sadel.
Kemudian, Sumadi Seng yang dibantu 12 karyawannya itu membuat sepatu, sandal, tas hingga jaket kulit. Namun, tujuh tahun belakangan ini Sumadi juga membuat berbagai jenis aksesoris sepeda, seperti sadel, tas samping, penutup roda hingga tas setir.
Menariknya, semua kerajinan kulit karya Sumadi Seng di produksi secara tradisional. Tidak ada alat-alat super modern. Bahkan tempat produksinya, dari dulu tetap begitu-begitu saja. Pemanfaatkan bagian rumah berukuran 4x12 dari warisan keluarganya, Sumadi Seng tak lelah untuk terus berkarya.
Atap seng yang panas, dan peralatan sekadarnya tak menyurutkan niatnya untuk terus menghasilkan kerajinan kulit yang menjadi ciri khas karya keluarganya. Barangkali, karena bertahan di tempat produksi yang panas di bawah seng itulah dirinya dipanggil Sumadi Seng.
"Pernah ada bantuan dari pemerintah, alhamdulillah. Tapi ya kalau bisa diberikan tempat khusus untuk produksi saya, biar leluasa nambah tenaga kerja dan bisa mengurangi pengangguran, terutama anak putus sekolah di Magetan," tuturnya kepada wartawan, kemarin.
Keterbatasan dan kekurangan tersebut tidak lantas memupuskan semangatnya. Sumadi tetap eksis menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit untuk aksesoris sepeda onthel.
Usahanya tidak pernah sepi, pesanan barang selalu berdatangan dari berbagai daerah baik dari pembeli langsung atau toko-toko penyedia aksesoris sepeda kuno dari wilayah Madiun, Tulungagung, Surabaya. Bahkan hingga ke Aceh, Kalimantan dan kota besar yang lainya.
"Untuk sadel dalam 5 hari itu ada 10 kodi yang bisa saya produksi. Sedangkan aksesoris lain seperti tas samping bisa samapi 10 biji per hari," jelas Sumadi.
Untuk harga satuannya beraneka ragam tergantung aksesorisnya, mulai dari termurah dijual Rp15 ribu hingga Rp275 ribu.
Sebenarnya Sumadi Seng ingin melebarkan sayapnya lagi. Memasarkan produknya hingga ke manca negara misalnya. Namun lagi-lagi, dia harus berhadapan dengan berbagai kendala yang ada di depannya. "Rencana pingin ekspor, tapi modalnya belum terpenuhi," ujarnya.
Kemudian, Sumadi Seng yang dibantu 12 karyawannya itu membuat sepatu, sandal, tas hingga jaket kulit. Namun, tujuh tahun belakangan ini Sumadi juga membuat berbagai jenis aksesoris sepeda, seperti sadel, tas samping, penutup roda hingga tas setir.
Menariknya, semua kerajinan kulit karya Sumadi Seng di produksi secara tradisional. Tidak ada alat-alat super modern. Bahkan tempat produksinya, dari dulu tetap begitu-begitu saja. Pemanfaatkan bagian rumah berukuran 4x12 dari warisan keluarganya, Sumadi Seng tak lelah untuk terus berkarya.
Atap seng yang panas, dan peralatan sekadarnya tak menyurutkan niatnya untuk terus menghasilkan kerajinan kulit yang menjadi ciri khas karya keluarganya. Barangkali, karena bertahan di tempat produksi yang panas di bawah seng itulah dirinya dipanggil Sumadi Seng.
"Pernah ada bantuan dari pemerintah, alhamdulillah. Tapi ya kalau bisa diberikan tempat khusus untuk produksi saya, biar leluasa nambah tenaga kerja dan bisa mengurangi pengangguran, terutama anak putus sekolah di Magetan," tuturnya kepada wartawan, kemarin.
Keterbatasan dan kekurangan tersebut tidak lantas memupuskan semangatnya. Sumadi tetap eksis menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit untuk aksesoris sepeda onthel.
Usahanya tidak pernah sepi, pesanan barang selalu berdatangan dari berbagai daerah baik dari pembeli langsung atau toko-toko penyedia aksesoris sepeda kuno dari wilayah Madiun, Tulungagung, Surabaya. Bahkan hingga ke Aceh, Kalimantan dan kota besar yang lainya.
"Untuk sadel dalam 5 hari itu ada 10 kodi yang bisa saya produksi. Sedangkan aksesoris lain seperti tas samping bisa samapi 10 biji per hari," jelas Sumadi.
Untuk harga satuannya beraneka ragam tergantung aksesorisnya, mulai dari termurah dijual Rp15 ribu hingga Rp275 ribu.
Sebenarnya Sumadi Seng ingin melebarkan sayapnya lagi. Memasarkan produknya hingga ke manca negara misalnya. Namun lagi-lagi, dia harus berhadapan dengan berbagai kendala yang ada di depannya. "Rencana pingin ekspor, tapi modalnya belum terpenuhi," ujarnya.
(mhd)