Cegah Karhutla, Dinas TPHP Kobar Berikan Bantuan Alsintan kepada Petani
A
A
A
KOTAWARINGIN BARAT - Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Kalteng, Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (TPHP) melakukan pendekatan dan pendampingan terhadap kelompok tani.
Kepala Dinas TPHP Kobar Kamaludin, mengatakan selain pendekatan dan pendampingan, pihaknya juga memberikan bantuan alat mesin pertanian (alsintan). Pendampingin dilakukan supaya para petani tidak membuka lahan dengan cara membakar.
"Ini merupakan tugas berat untuk mengubah pola pikir masyarakat yang terbiasa membakar lahan saat musim tanam tiba," ujar Kamal di ruang kerjanya, Senin (22/7/2019).
Ia mengaku, hingga kini belum menerima laporan munculnya titik panas atau hotspot dari areal pertanian. Ia menduga, hal itu tidak lepas dari adanya larangan membakar hutan dan lahan. Sehingga masyarakat berpikir dua kali untuk membakar lahan.
Ia melanjutkan, potensi pertanian di Kobar sangat besar. Namun, lahan pertanian yang efektif itu seluas 4.000 hektare. Dari luasan itu hanya 705 hektare lahan yang digarap secara berkala atau tidak tergantung pada perubahan iklim.
Adapun 705 hektare lahan yang digarap secara rutin yakni tanaman pangan. Adapun cara penggarapanya tergantung cuaca. Kamaludin mengakui, hingga saat ini masih ada keluhan dari kelompok tani dengan adanya larangan membakar hutan dan lahan.
Petani beralasan kondisi lahan akan lebih baik bila dibuka dengan cara dibakar. Selain itu, biayanya lebih ringan bila dibandingkan dengan membuka lahan menggunakan alsintan.
"Terus secara perlahan kita lakukan pendekatan dan hasilnya banyak petani yang mengubah cara lama mereka, yaitu membakar lahan," pungkasnya.
Kepala Dinas TPHP Kobar Kamaludin, mengatakan selain pendekatan dan pendampingan, pihaknya juga memberikan bantuan alat mesin pertanian (alsintan). Pendampingin dilakukan supaya para petani tidak membuka lahan dengan cara membakar.
"Ini merupakan tugas berat untuk mengubah pola pikir masyarakat yang terbiasa membakar lahan saat musim tanam tiba," ujar Kamal di ruang kerjanya, Senin (22/7/2019).
Ia mengaku, hingga kini belum menerima laporan munculnya titik panas atau hotspot dari areal pertanian. Ia menduga, hal itu tidak lepas dari adanya larangan membakar hutan dan lahan. Sehingga masyarakat berpikir dua kali untuk membakar lahan.
Ia melanjutkan, potensi pertanian di Kobar sangat besar. Namun, lahan pertanian yang efektif itu seluas 4.000 hektare. Dari luasan itu hanya 705 hektare lahan yang digarap secara berkala atau tidak tergantung pada perubahan iklim.
Adapun 705 hektare lahan yang digarap secara rutin yakni tanaman pangan. Adapun cara penggarapanya tergantung cuaca. Kamaludin mengakui, hingga saat ini masih ada keluhan dari kelompok tani dengan adanya larangan membakar hutan dan lahan.
Petani beralasan kondisi lahan akan lebih baik bila dibuka dengan cara dibakar. Selain itu, biayanya lebih ringan bila dibandingkan dengan membuka lahan menggunakan alsintan.
"Terus secara perlahan kita lakukan pendekatan dan hasilnya banyak petani yang mengubah cara lama mereka, yaitu membakar lahan," pungkasnya.
(rhs)