Mataram 'Hadiahkan Sukapura' Karena Padamkan Pemberontakan Dipati Ukur

Minggu, 21 Juli 2019 - 05:00 WIB
Mataram Hadiahkan Sukapura Karena Padamkan Pemberontakan Dipati Ukur
Mataram 'Hadiahkan Sukapura' Karena Padamkan Pemberontakan Dipati Ukur
A A A
Sejak Jum'at sampai Minggu (19-28 Juli 2019) warga Kabupaten Tasikmalaya dimeriahkan dengan Peringatan Hari Jadi Kabupaten Tasikmalaya (dulu Sukapura) ke-387 tahun. Peringatan hari jadi yang dikemas dengan aneka pertunjukan bertajuk "Tasik Motekar 2019" dengan Tema "Mulasara Babad Wirawangsa" ini terpusat di area Gedung Bupati Tasikmalaya, Jalan Bojong Koneng Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Menarik memang karena nama Wirawangsa menjadi ikon acara sebagai sosok pendiri sekaligus Bupati Tasikmalaya pertama ketika masih bernama Sukapura. Siapa Wirawangsa ?. Tentu nama besar yang menorehkan sejarah diawal peradaban Sukapura.

Dalam Sejarah Babon Leluhur Sukapura karya R Soelaeman Anggapradja tahun 1967, Wirawangsa merupakan putra pertama Dalem Wiraha yang menikah dengan putri dari Dalem Sukakerta (Sekarang Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya) dari keturunan Imbanagara Ciamis.

Ia diangkat Sultan Agung Mataram atas jasanya menumpas pemberontak Dipati Ukur di Priangan. Atas jasanya itu, Wirawangsa diberi gelar Raden Tumenggung Wira Dadaha sebagai Bupati pertama Sukapura yang membawahi 12 kewedanaan dan 300 desa.

Penobatan Wirawangsa pun dikukuhkan melalui surat (kalau sekarang piagam atau surat keputusan) Sultan Agung yang kira-kira isinya bahwa Surat ini dari Sultan Mataram ditujukan kepada Wirawangsa yang telah setia pada Sultan maka diangkat menjadi Menteri Agung Bupati Sukapura.

Wirawangsa membawahi 12 wedana dan 300 desa dan diberi kemerdekaan sesuai keturunannya. Namun janganlah bertindak semaunya ke wilayah Banten dan Cirebon karena mereka juga berjasa telah menjalankan hukuman mati pada Adipati Ukur Bandung. Surat tersebut ditulis Sultan Mataram yang disaksikan tujuh pejabat dengan nama penulisnya Nitisastra.

Lantas siapa Dipati Ukur ?. Dalam Buku Ceritera Dipati Ukur: Karya Sastra Sejarah Sunda(1982) yang ditulis Edi S Ekadjati Dipati Ukur dipandang berbeda dengan bupati-bupati lainnya di Priangan. Edi mengelompokkan menjadi 8 versi, yakni Galuh, Sukapura, Sumedang, Bandung, Talaga, Banten, Mataram, dan Batavia.

Versi Galuh, Sukapura, Sumedang, Banten, Mataram mengatakan bahwa Dipati Ukur sebagai pemberontak Mataram, sementara versi Bandung pada mulanya Dipati Ukur patuh kepada Mataram. Namun memberontak ketika ada kabar bahwa ada utusan Mataram yang tidak senonoh kepada istrinya.

Namun ada juga yang menyatakan karena Dipati Ukur gagal saat bertugas mengepung Batavia yang dikuasai dan tidak melapor ke Mataram sampai akhirnya dianggap memberontak.

Karena memberontak itulah, Wirawangsa turut menumpas Pasukan Dipati Ukur dan berhasil kemudian Sultan Mataram memberi hadiah menjadi Bupati Sukapura.

Terlepas kisah diatas, sosok Wirawangsa diceritakan dalam Buku Peringatan berdirinya 300 Tahun Tasikmalaya dan 25 Tahun Pemerintahan Bupati Raden Arya Wiratanoeningrat yang terbit tahun 1933 disebutkan bahwa Wirawangsa merupakan pejabat termashur yang memiliki hati sabar tapi gagah berani. Ia dikenal memegang kesucian dan kesetiaan pada Sultan Mataram serta sangat dicintai rakyatnya karena berhasil menangkap Dipati Ukur.

Atas kesetiaanya itu, selain diberi jabatan Bupati, segala penghasilan sampai tujuh turunan Wirawangsa tak perlu disetorkan ke Mataram. Bahkan Sultan Mataram menganggap sebagai orang tua.Tidak disebutkan berapa lama Wirawangsa menjadi Bupati, meski bukti bekas pemerintahannya ada di Leuwiloa Sukaraja.

Hanya saja setelah wafat dengan meninggalkan 28 anak, jabatan Bupati Sukapura selanjutnya didapuk oleh putra ketiganya yakni Djajamenggala yang memakai gelar Raden Tumenggung Wira Dadaha kedua. Wira artinya prajurit, dan Dadaha adalah Pemberani. Prajurit Pemberani.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5342 seconds (0.1#10.140)