OPM Bentuk Tentara Baru, TNI: Mereka Hanya Berani Menyerang dari Belakang
A
A
A
JAYAPURA - Kodam XVII/Cenderawasih menyatakan tak ada pengaruhnya langkah Organisasi Papua Merdeka (OPM) melalui Benny Wenda dan kelompoknya membentuk tentara baru.
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Infantri Muhammad Aidi menegaskan bahwa klaim Benny Wenda telah berhasil mempersatukan kekuatan dan membentuk tentara baru tidak akan ada pengaruhnya bagi TNI.
“Mereka mau terpecah atau bersatu, mereka mau membentuk tentara baru atau tentara lama, bagi kami TNI, mereka hanya gerombolan pemberontak,” tegasnya melalui pernyataan tertulis, Rabu (3/7/2019).
Dia menyatakan bahwa selama ini OPM tidak pernah berani berhadapan TNI, kecuali hanya menyerang dari belakang, atau membantai rakyat sipil yang tak berdosa secara sadis. Selain itu, lanjut dia, OPM juga melakukan pengerusakan dan perampasan harta benda orang lain, melakukan penyanderaan, penganiayaan dan pemerkosaan guru dan tenaga medis yang tak berdaya.
Menurut Kapendam, tindakan mempersenjatai diri secara illegal atau memiliki dan menggunakan senjata tanpa hak adalah suatu bentuk pelanggaran hukum berat ditinjau dari sudut pandang hukum manapun di seluruh dunia.
“Apalagi senjata tersebut digunakan untuk melakukan tindakan kejahatan, tindakan kekerasan dan upaya perlawanan terhadap kedaulatan negara,” tandasnya. (Baca juga: Separatis Papua Bentuk Tentara Baru, Menolak Cap Penjahat oleh Indonesia)
Sedangkan mengenai peryataan Benny Wenda dan kelompoknya yang tidak mau disebut sebagai separatis dan penjahat, maka hal itu merupakan pernyataan yang kotradiktif.
Sebab tindakan mereka yang melakukan perlawanan dan ingin memisahkan diri dari kedaulatan negara yang sah adalah suatu tidakan separatis dan merupakan kejahatan negara.
Kapendam menambahkan, sejak terbentuknya peradaban manusia hingga kelak berakhirnya peradaban tidak akan pernah ada suatu negara berdaulat manapun di dunia yang mentolelir adanya gerakan separatis atau pemberontakan berlangsung di dalam wilayah kedaulatan negara.
“Misalnya saja di negara Australia salah satu wilayahnya bergolak dan minta merdeka. Sebut saja contohnya Darwin ingin pisah dari Australia. Maka tidak mungkin negara Australia secara sukarela membiarkan Darwin merdeka pisah dari Australia. Demikian pula halnya di Indonesia,” lanjutnya.
Karena itu, siapapun yang mencoba merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan kekuatan NKRI. Bukan hanya TNI, tetapi seluruh komponen bangsa sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 30 Ayat 1 yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara.”
"Jadi bila Benny Wenda dan kelompoknya masih terus merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan seluruh warga negara NKRI,” tegasnya lagi.
Kapendam menegaskan, Benny Wenda dan kelompoknya harus paham bahwa untuk membentuk suatu negara tidak cukup hanya mengklaim sendiri secara sepihak.
Tetapi dibutuhkan unsur pendukung lainnya. Di antaranya adalah unsur rakyat, wilayah dan adanya pengakuan dan legitimasi internasional. “Faktanya bahwa kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Merauke sampai Sabang telah dan masih diakui dan dihormati oleh seluruh negara di dunia dan telah disahkan oleh lembaga dunia tertinggi yaitu PBB,” tegasnya.
Papua sebagai salah satu bagian dari kedaulatan NKRI telah melaui proses referendum yang dikenal dengan PEPRA dan hasilnya telah di sahkan melalui Resolusi PBB Nomor 2504 yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB tanggal 19 Nopember 1969.
Kapendam menambahkan, resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan 84 suara setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein.
“Dengan tidak dipermasalahkan oleh negara manapun menunjukan bahwa PEPERA diterima oleh masyarakat internasional. Artinya, Papua sebagai bagian dari NKRI telah diakui oleh masyarakat internasional dan disahkan oleh lembaga internasional tertinggi yaitu PBB,” tandasnya.
Meskipun Benny Wenda melalui United Liberation for West Papua (ULMWP) atau Serikat Pembebasan Papua Barat dan kelompoknya tidak mau mengakui hasil PEPERA dan menyatakan cacat hukum, namun nyatanya hingga saat ini Resolusi PBB Nomer 2504 belum pernah terkoreksi apalagi dicabut.
“Hingga kini belum ada kekuatan hukum lain yang lebih tinggi yang menyatakan bahwa Resolusi PBB Nomor 2504 sudah tidak berlaku lagi. Ini menunjukkan bahwa Papua sebagai bagian dari kedaulatan NKRI tak terbatahkan lagi,” urainya.
Kapendam memaparkan, negara sedang berusaha membangun infrstruktur di pedalaman Papua dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat guna menjamin terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Karena itu, sebaliknya kelompok separatis bersenjata (KSB) yang menamakan dirinya OPM justru menghalangi segala pembangunan dan pelayanan terhadap rakyat Papua. KSB telah merampas hak asasi orang Papua untuk mendapatn pendidikan, layanan kesehatan, kehidupan yang layak serta pelayanan sosial lainnya.
“KSB telah melakukan tindakan kekerasan membantai para pekerja jalan dan jembatan; menyandera, memperkosa dan menganiaya guru serta tenaga medis, menyerang aparat pemerintah dan aparat penegak hukum dan lain-lain. Jadi justru merekalah yang telah menjajah orang Papua,” tegas Kapendam.
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Infantri Muhammad Aidi menegaskan bahwa klaim Benny Wenda telah berhasil mempersatukan kekuatan dan membentuk tentara baru tidak akan ada pengaruhnya bagi TNI.
“Mereka mau terpecah atau bersatu, mereka mau membentuk tentara baru atau tentara lama, bagi kami TNI, mereka hanya gerombolan pemberontak,” tegasnya melalui pernyataan tertulis, Rabu (3/7/2019).
Dia menyatakan bahwa selama ini OPM tidak pernah berani berhadapan TNI, kecuali hanya menyerang dari belakang, atau membantai rakyat sipil yang tak berdosa secara sadis. Selain itu, lanjut dia, OPM juga melakukan pengerusakan dan perampasan harta benda orang lain, melakukan penyanderaan, penganiayaan dan pemerkosaan guru dan tenaga medis yang tak berdaya.
Menurut Kapendam, tindakan mempersenjatai diri secara illegal atau memiliki dan menggunakan senjata tanpa hak adalah suatu bentuk pelanggaran hukum berat ditinjau dari sudut pandang hukum manapun di seluruh dunia.
“Apalagi senjata tersebut digunakan untuk melakukan tindakan kejahatan, tindakan kekerasan dan upaya perlawanan terhadap kedaulatan negara,” tandasnya. (Baca juga: Separatis Papua Bentuk Tentara Baru, Menolak Cap Penjahat oleh Indonesia)
Sedangkan mengenai peryataan Benny Wenda dan kelompoknya yang tidak mau disebut sebagai separatis dan penjahat, maka hal itu merupakan pernyataan yang kotradiktif.
Sebab tindakan mereka yang melakukan perlawanan dan ingin memisahkan diri dari kedaulatan negara yang sah adalah suatu tidakan separatis dan merupakan kejahatan negara.
Kapendam menambahkan, sejak terbentuknya peradaban manusia hingga kelak berakhirnya peradaban tidak akan pernah ada suatu negara berdaulat manapun di dunia yang mentolelir adanya gerakan separatis atau pemberontakan berlangsung di dalam wilayah kedaulatan negara.
“Misalnya saja di negara Australia salah satu wilayahnya bergolak dan minta merdeka. Sebut saja contohnya Darwin ingin pisah dari Australia. Maka tidak mungkin negara Australia secara sukarela membiarkan Darwin merdeka pisah dari Australia. Demikian pula halnya di Indonesia,” lanjutnya.
Karena itu, siapapun yang mencoba merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan kekuatan NKRI. Bukan hanya TNI, tetapi seluruh komponen bangsa sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 30 Ayat 1 yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara.”
"Jadi bila Benny Wenda dan kelompoknya masih terus merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan seluruh warga negara NKRI,” tegasnya lagi.
Kapendam menegaskan, Benny Wenda dan kelompoknya harus paham bahwa untuk membentuk suatu negara tidak cukup hanya mengklaim sendiri secara sepihak.
Tetapi dibutuhkan unsur pendukung lainnya. Di antaranya adalah unsur rakyat, wilayah dan adanya pengakuan dan legitimasi internasional. “Faktanya bahwa kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Merauke sampai Sabang telah dan masih diakui dan dihormati oleh seluruh negara di dunia dan telah disahkan oleh lembaga dunia tertinggi yaitu PBB,” tegasnya.
Papua sebagai salah satu bagian dari kedaulatan NKRI telah melaui proses referendum yang dikenal dengan PEPRA dan hasilnya telah di sahkan melalui Resolusi PBB Nomor 2504 yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB tanggal 19 Nopember 1969.
Kapendam menambahkan, resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan 84 suara setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein.
“Dengan tidak dipermasalahkan oleh negara manapun menunjukan bahwa PEPERA diterima oleh masyarakat internasional. Artinya, Papua sebagai bagian dari NKRI telah diakui oleh masyarakat internasional dan disahkan oleh lembaga internasional tertinggi yaitu PBB,” tandasnya.
Meskipun Benny Wenda melalui United Liberation for West Papua (ULMWP) atau Serikat Pembebasan Papua Barat dan kelompoknya tidak mau mengakui hasil PEPERA dan menyatakan cacat hukum, namun nyatanya hingga saat ini Resolusi PBB Nomer 2504 belum pernah terkoreksi apalagi dicabut.
“Hingga kini belum ada kekuatan hukum lain yang lebih tinggi yang menyatakan bahwa Resolusi PBB Nomor 2504 sudah tidak berlaku lagi. Ini menunjukkan bahwa Papua sebagai bagian dari kedaulatan NKRI tak terbatahkan lagi,” urainya.
Kapendam memaparkan, negara sedang berusaha membangun infrstruktur di pedalaman Papua dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat guna menjamin terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Karena itu, sebaliknya kelompok separatis bersenjata (KSB) yang menamakan dirinya OPM justru menghalangi segala pembangunan dan pelayanan terhadap rakyat Papua. KSB telah merampas hak asasi orang Papua untuk mendapatn pendidikan, layanan kesehatan, kehidupan yang layak serta pelayanan sosial lainnya.
“KSB telah melakukan tindakan kekerasan membantai para pekerja jalan dan jembatan; menyandera, memperkosa dan menganiaya guru serta tenaga medis, menyerang aparat pemerintah dan aparat penegak hukum dan lain-lain. Jadi justru merekalah yang telah menjajah orang Papua,” tegas Kapendam.
(shf)