Dalem Santri, Pemimpin yang Menjunjung Nilai-Nilai Islam

Sabtu, 04 Mei 2019 - 05:00 WIB
Dalem Santri, Pemimpin...
Dalem Santri, Pemimpin yang Menjunjung Nilai-Nilai Islam
A A A
Bagi warga Purwakarta, Jawa Barat, nama Dalem Santri begitu melekat. Sebab, figur tersebut erat kaitannya dengan Purwakarta di awal-awal pembentukannya.

Dalem Santri adalah Bupati Karawang periode 1820–1827. Nama aslinya Raden Adipati Surianata dan mendapat julukan Dalem Santri karena terbilang getol beribadah serta menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.

Beliau berasal dari Bogor dan merupakan teureuh (keturunan) Dalem Cikundul, Cianjur. Baginya, bermukim di Wanayasa (Kabupaten Purwakarta), lebih mendekatkan diri kepada leluhurnya, yakni Aria Wangsa Goparana, yang dimakamkan di Nangka Beurit, Sagalaherang. Bahkan, menurut sebuah sumber dari Sagalaherang, ketika berkedudukan di Wanayasa, Dalem Santri sempat menikahi salah seorang putri teureuh Aria Wangsa Goparana dari Sagalaherang.

Sejarawan Purwakarta Kang Adud menuturkan, pada tahun 1821, Dalem Santri memindahkan ibu kota Kabupaten Karawang dari Bunut, Kertajaya, Karawang ke Wanayasa. Dipindahkannya ibu kota Karawang tersebut karena saat itu di Bunut sering terjadi bencana banjir serta sering mendapat gangguan keamanan.

"Wanayasa dipilih menjadi ibu kota baru karena dinilai keadaannya lebih kondusif serta sebelumnya pernah menjadi ibu kota kabupaten yakni Kabupaten Wanayasa, sehingga tidak perlu membangun banyak infrastruktur dan suprastruktur baru untuk menjalankan roda pemerintahan kabupaten yang dipimpinnya," jelasnya.

Selain itu, paling tidak sejak tahun 1813, Wanayasa telah menjadi ibu kota Keresidenan Priangan. Residen Priangan saat itu, W.C. van Motman berkedudukan di Wanayasa. Hal tersebut berlangsung sampai paruh akhir tahun 1820-an. Ibu kota Keresidenan Priangan baru dipindahkan ke Cianjur tahun 1829. Padahal, sejak tahun 1820 secara administratif Wanayasa sudah menjadi bagian dari Kabupaten Karawang. Dan, Kabupaten Karawang saat itu masuk ke wilayah Keresidenan Batavia.

Wanayasa juga saat itu telah dijadikan salah satu markas tentara Hindia Belanda untuk wilayah Priangan. Ketika terjadi perlawanan Bagus Jabin di Kandanghaur (Indramayu) tahun 1816, misalnya, Residen Priangan W.C. van Motman membawa pasukan tentara langsung dari Wanayasa. Kemungkinan besar, hal itu juga menjadi salah satu pertimbangan Dalem Santri untuk memindahkan ibu kota Kabupaten Karawang ke Wanayasa.

Dalem Santri wafat di Wanayasa dan juga dimakamkan di Wanayasa. Makamnya terletak di Kampung Cibulakan, Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa. Banyak yang keliru menduga, makam Dalem Santri berada di Pasir Mantri, yakni sebuah penclut (bukit kecil) di tengah-tengah Situ Wanayasa sekarang. Hal itu mungkin didasarkan kepada keterangan yang terdapat dalam beberapa sumber, bahwa Dalem Santri dimakamkan di salah satu penclut (bukit kecil) di Situ Wanayasa. Tampaknya, mereka tidak memperhitungkan pada saat Dalem Santri meninggal dunia. Saat itu Situ Wanayasa tidak sekecil sekarang, tapi membentang luas hingga ke Cibulakan.

Menurut salah seorang petugas perairan setempat, dahulu luas Situ Wanayasa sekitar 17 ha. Jika melihat keadaan areanya, mungkin dahulu lebih luas dari itu. Sekarang luas Situ Wanayasa tinggal sekitar 7 ha. Selebihnya sudah menjadi persawahan milik penduduk.

Pada saat itu, terdapat delapan penclut di sekitar Situ Wanayasa, empat di antaranya berada di tengah-tengah Situ Wanayasa. Pasir Mantri merupakan penclut keempat dari timur yang berada di tengah-tengah Situ Wanayasa. Dua penclut lainnya sekarang pun masih tampak di tengah-tengah persawahan, yang dulu bagian dari Situ Wanayasa.

Penclut pertama sekarang telah menyatu dengan daratan di sekitarnya, yakni daratan Kampung Cibulakan, yang diduga merupakan salah satu perkampungan tertua di Wanayasa. Dalem Santri berada di jojontor (tanah menjolok ke perairan) Kampung Cibulakan, yang menurut cerita rakyat setempat disebut penclut kahiji (bukit pertama) Situ Wanayasa.

Keadaan makamnya tampak sederhana dan selalu tampak 'lalening' (bersih). Beberapa tahun terakhir di sekeliling makam tersebut dipagari dengan pagar besi, walaupun makamnya sendiri tetap dibiarkan seperti semula. Sampai sekarang, makam Dalem Santri termasuk makam yang banyak diziarahi oleh masyarakat di luar Wanayasa, terutama yang datang dari Karawang, Bogor, dan Jakarta.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1301 seconds (0.1#10.140)