Dirjen Tata Ruang Beri Jempol ke Wali Kota Gorontalo
A
A
A
GORONTALO - Direktur Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan Ruang Daerah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Negara RI Reny Windyawati memberi jempol kepada Wali Kota Gorontalo Marten Taha.
Reny melakukan itu saat pemaparan kondisi tata ruang Kota Gorontalo pada rapat lintas sektoral, Rabu (24/4/2019). Pujian itu dilontarkan Reny karena selama ini sangat jarang menemui Kepala Pemerintahan Daerah yang menguasai tata ruang seperti Wali Kota Gorontalo.
"Saya sangat mengapresiasi penguasaan tata ruang oleh Wali Kota Gorontalo, dan ini sangat jarang ditemukan di Tanah Air. Wali Kota memahami betul kondisi tata ruang daerahnya sendiri. Saya beri beliau jempol," ucap Reny.
Dalam pertemuan itu, Reny juga memberikan saran dan masukan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2019-2038. Menurutnya Kota Gorontalo benar-benar bisa menghasilkan Peraturan Daerah yang dapat menyentuh kepentingan masyarakat dan pengusaha. Sehingga pihaknya mendorong Pemerintah Kota Gorontalo, dalam penyusunan revisi RTRW.
"Mempertahankan kondisi tata ruang daerah saat ini memang tidak mudah demi mencapai masa depan masyarakat dan daerah yang lebih baik. Hal-hal teknis yang berkaitan dengan penataan ruang, saya berharap bisa ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Gorontalo," ujar Reny.
Dalam pertemuan yang dihadiri 56 kementerian dan lembaga ini, Wali Kota Gorontalo Marten Taha memaparkan tentang revisi RTRW Kota Gorontalo.
Kota Gorontalo memiliki luas wilayah 70,64, berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Batas wilayah tersebut mengalami perubahan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Nomor 70 tahun 2018, dan Permendagri nomor 72, untuk batas wilayah Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Kota Gorontalo.
"Yang menjadi penekanan dalam perubahan ini adalah lahan persawahan atau pertanian padi. Pada tahun 2011 silam Kota Gorontalo memiliki luas lahan pertanian sawah 888,4 hektare, dan kondisi terkahir tinggal 834 hektar. Pada penetapan ini tentang penyusunan revisi RTRW tahun 2019 hingga tahun 2036, yang menjadi pertanyaan Dirjen adalah pengurangan luas sawah. Memang ditetapkan Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B) Kota Gorontalo mencapai 454 hektare, oleh Kementerian terkait. Namun Kota Gorontalo menetapkan pada angka 183 hektare, untuk lahan LP2B," ujar Wali Kota.
Marten Taha melanjutkan terkait pertanyaan Dirjen mengenai pengurangan luas lahan, hal itu memang sudah menjadi kebutuhan ruang Kota Gorontalo untuk sampai dengan tahun 2036. Dengan cara menjaga pola secara terus menerus.
"Kalau disepekati bersama, maka kami akan pertahankan pada 454 hektare, sehingga Kota Gorontalo akan menjadi satu-satunya Kota yang mempertahankan sawah, tidak dalam bentuk LP2B tapi KP2B atau Kawasan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan," terang Wali Kota.
Senada dengan Marten Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Gorontalo Meydi Silangen menambahkan kalau KP2B tidak terlalu ekstrem untuk mengatur. Untuk LP2B tidak bisa lagi Pemerintah Kota Gorontalo dalam hal melakukan penataan ruang. Kalau KP2B itu bisa, dengan melihat potensi dan perkembangan pada tahun kedepan.
"Contoh, kalau sudah habis ruang untuk dimanfaatkan, maka kita menggunakan lahan tersebut. LP2B dalam undang-undang mengatur, bahwa tidak bisa lagi dilakukan penataan ruang, jika dipaksakan akan berdampak pada pidana. Ini yang tidak diinginkan oleh Pemerintah Kota Gorontalo, sehingga dikembalikan lagi ke Dirjen tata ruang," tutur Kadis Meydi Silangen.
Reny melakukan itu saat pemaparan kondisi tata ruang Kota Gorontalo pada rapat lintas sektoral, Rabu (24/4/2019). Pujian itu dilontarkan Reny karena selama ini sangat jarang menemui Kepala Pemerintahan Daerah yang menguasai tata ruang seperti Wali Kota Gorontalo.
"Saya sangat mengapresiasi penguasaan tata ruang oleh Wali Kota Gorontalo, dan ini sangat jarang ditemukan di Tanah Air. Wali Kota memahami betul kondisi tata ruang daerahnya sendiri. Saya beri beliau jempol," ucap Reny.
Dalam pertemuan itu, Reny juga memberikan saran dan masukan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2019-2038. Menurutnya Kota Gorontalo benar-benar bisa menghasilkan Peraturan Daerah yang dapat menyentuh kepentingan masyarakat dan pengusaha. Sehingga pihaknya mendorong Pemerintah Kota Gorontalo, dalam penyusunan revisi RTRW.
"Mempertahankan kondisi tata ruang daerah saat ini memang tidak mudah demi mencapai masa depan masyarakat dan daerah yang lebih baik. Hal-hal teknis yang berkaitan dengan penataan ruang, saya berharap bisa ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Gorontalo," ujar Reny.
Dalam pertemuan yang dihadiri 56 kementerian dan lembaga ini, Wali Kota Gorontalo Marten Taha memaparkan tentang revisi RTRW Kota Gorontalo.
Kota Gorontalo memiliki luas wilayah 70,64, berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango. Batas wilayah tersebut mengalami perubahan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Nomor 70 tahun 2018, dan Permendagri nomor 72, untuk batas wilayah Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Kota Gorontalo.
"Yang menjadi penekanan dalam perubahan ini adalah lahan persawahan atau pertanian padi. Pada tahun 2011 silam Kota Gorontalo memiliki luas lahan pertanian sawah 888,4 hektare, dan kondisi terkahir tinggal 834 hektar. Pada penetapan ini tentang penyusunan revisi RTRW tahun 2019 hingga tahun 2036, yang menjadi pertanyaan Dirjen adalah pengurangan luas sawah. Memang ditetapkan Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B) Kota Gorontalo mencapai 454 hektare, oleh Kementerian terkait. Namun Kota Gorontalo menetapkan pada angka 183 hektare, untuk lahan LP2B," ujar Wali Kota.
Marten Taha melanjutkan terkait pertanyaan Dirjen mengenai pengurangan luas lahan, hal itu memang sudah menjadi kebutuhan ruang Kota Gorontalo untuk sampai dengan tahun 2036. Dengan cara menjaga pola secara terus menerus.
"Kalau disepekati bersama, maka kami akan pertahankan pada 454 hektare, sehingga Kota Gorontalo akan menjadi satu-satunya Kota yang mempertahankan sawah, tidak dalam bentuk LP2B tapi KP2B atau Kawasan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan," terang Wali Kota.
Senada dengan Marten Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Gorontalo Meydi Silangen menambahkan kalau KP2B tidak terlalu ekstrem untuk mengatur. Untuk LP2B tidak bisa lagi Pemerintah Kota Gorontalo dalam hal melakukan penataan ruang. Kalau KP2B itu bisa, dengan melihat potensi dan perkembangan pada tahun kedepan.
"Contoh, kalau sudah habis ruang untuk dimanfaatkan, maka kita menggunakan lahan tersebut. LP2B dalam undang-undang mengatur, bahwa tidak bisa lagi dilakukan penataan ruang, jika dipaksakan akan berdampak pada pidana. Ini yang tidak diinginkan oleh Pemerintah Kota Gorontalo, sehingga dikembalikan lagi ke Dirjen tata ruang," tutur Kadis Meydi Silangen.
(alf)