Pengurus Apartement Permata Surya Dilaporkan ke Saber Pungli
A
A
A
JAKARTA - Pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan pengurus Apartement Permata Surya berbuntut panjang. Pasalnya, Tim Saber Pungli menanggapi kasus dan menerima laporan sejumlah warga.
Johannes (32), warga Apartement Permata Surya menyampaikan hal itu terungkap usai pihaknya melaporkan kasus ini melalui media sosial (medsos) ke Tim Saber Pungli, Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin 15 April 2019.
'Awalnya kita direspons melalui medsos. Akhirnya kita ke kantor dan melaporkan resmi," kata Johannes ketika dihubungi SINDOnews, Jumat 19 April 2019. (Baca Juga: Pengelolaan Rusun Disoal, Penghuni Meradang Biaya Terus Membengkak
Sebelumnya, diberitakan, penerapan Pergub 132 tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta masih bermasalah. Banyak apartement yang enggan menerapkan pergub itu.
Kondisi banyak dikeluhkan sejumlah penghuni. Sekalipun telah terbentuk Penghimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), namun aplikasi di lapangan tak kunjung diterapkan. Harga maintance membengkak hingga perizinan yang ilegal.
Seperti di kawasan Apartement Taman Surya, Cengkareng, Jakarta Barat. Sejumlah pemilik apartement mengeluhkan dengan harga yang membengkak, seperti biaya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dipatok Rp3,1 miliar dan biaya listrik bulan yang dikenakan abodemen.
Johannes tak menampik, kasus itu kemudian menjadi perhatian serius. Laporan itu kemudian ditanggapi Tim Saber Pungli setelah sejumlah media memberitakan, termasuk Sindo. Sembari menunjukan pemberitaan itu, Johannes resmi melapor.
"Saya harapkan ini menjadi perhatian serius, bagaimanapun juga kami ingin adanya keadilan di sini," kata Johannes.
Johannes tak menampik selama pengurusan baru ada beberapa keganjilan yang terjadi di lingkungan apartemennya. Selain tarif maintance membengkak, pihaknya juga dikenakan sejumlah tarif aneh. Mulai dari pengurusan SHGB hingga Rp3,1 miliar.
"Padahal kalau dari laporan keuangan anggaran yang habis hanya Rp1,7 miliar. Dan sesuai BPN (Badan Petahanan Nasional) hanya sekitar Rp500 juta," tuturnya.
Kuasa Hukum Warga APS 1, Swardi Aritonang menambahkan, selain telah melaporkan ke Tim Saber Pungli. Kasus ini juga telah berjalan di Pengadilan Jakarta Barat, ia membawahi sejumlah orang yang kecewa terhadap pengurusan Apartement Permata Surya.
"Kami dikenakan biaya untuk perpanjangan SHGB Induk dan biaya revitalisasi sebesar 18,9 juta/unit untuk tower yang 9 lantai dan 11,7 juta/unit untuk tower yang 4 lantai. Hal ini terus terang sangat memberatan kami. Kami juga diancam apabila tidak membayar maka fasilitas listrik dan air akan dimatikan, dan juga dikenakan denda berkali lipat," kata Johannes.
Meski sudah beberapa kali mencoba mediasi, namun Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) namun hal itu tak direspon.
Selain dugaan penggelembungan biaya SHGB Induk, sebagian warga APS 1 ini juga mengeluhkan tarif listrik yang terlalu mahal. Swardi mengatakan bahwa selama ini warga dikenakan tarif listrik sebesar Rp. 1.487/kwh yang harus dibayarkan setiap bulannya seperti yang tertera di dalam invoice dari PPPSRS.
Padahal berdasarkan invoice PLN kepada pihak PPPSRS, tarif listrik yang dikenakan hanya sebesar Rp. 1.035/kwh. "Dengan bukti inilah, maka kami menduga telah terjadi mark up tarif listrik sebesar kurang lebih Rp. 452,-/kwh. Belum lagi setiap bulannya warga juga masih dikenakan abodemen. Padahal aturan dari PLN sudah tidak ada abodemen," tambah Swardi yang mengatakan sidang akan dilanjutkan Kamis 25 April 2019.
Petugas Tim Saber Pungli, Esty Prayitno membenarkan laporan itu. Ia mengakui kasus ini tengah diselidiki. Tim khusus tengah bekerja. "Sudah diterima dan tengah diselidiki," ucap Esty.
Sikap sama juga diungkapkan Kasudin Perumahan dan Pemukiman Jakarta Barat, Suharyati yang mengaku telah menyelidiki kasus ini. Pemanggilan terhadap sejumlah PPPSRS, termasuk pengurus Apartement Permata Surya telah dilakukan.
"Pastinya penarikan SHGB itu tak boleh dilakukan pengurus. Yang punya kewenangan Developer, dan itu harus dilakukan diawal mendapatkan unitnya," tutupnya.
Johannes (32), warga Apartement Permata Surya menyampaikan hal itu terungkap usai pihaknya melaporkan kasus ini melalui media sosial (medsos) ke Tim Saber Pungli, Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin 15 April 2019.
'Awalnya kita direspons melalui medsos. Akhirnya kita ke kantor dan melaporkan resmi," kata Johannes ketika dihubungi SINDOnews, Jumat 19 April 2019. (Baca Juga: Pengelolaan Rusun Disoal, Penghuni Meradang Biaya Terus Membengkak
Sebelumnya, diberitakan, penerapan Pergub 132 tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta masih bermasalah. Banyak apartement yang enggan menerapkan pergub itu.
Kondisi banyak dikeluhkan sejumlah penghuni. Sekalipun telah terbentuk Penghimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), namun aplikasi di lapangan tak kunjung diterapkan. Harga maintance membengkak hingga perizinan yang ilegal.
Seperti di kawasan Apartement Taman Surya, Cengkareng, Jakarta Barat. Sejumlah pemilik apartement mengeluhkan dengan harga yang membengkak, seperti biaya perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dipatok Rp3,1 miliar dan biaya listrik bulan yang dikenakan abodemen.
Johannes tak menampik, kasus itu kemudian menjadi perhatian serius. Laporan itu kemudian ditanggapi Tim Saber Pungli setelah sejumlah media memberitakan, termasuk Sindo. Sembari menunjukan pemberitaan itu, Johannes resmi melapor.
"Saya harapkan ini menjadi perhatian serius, bagaimanapun juga kami ingin adanya keadilan di sini," kata Johannes.
Johannes tak menampik selama pengurusan baru ada beberapa keganjilan yang terjadi di lingkungan apartemennya. Selain tarif maintance membengkak, pihaknya juga dikenakan sejumlah tarif aneh. Mulai dari pengurusan SHGB hingga Rp3,1 miliar.
"Padahal kalau dari laporan keuangan anggaran yang habis hanya Rp1,7 miliar. Dan sesuai BPN (Badan Petahanan Nasional) hanya sekitar Rp500 juta," tuturnya.
Kuasa Hukum Warga APS 1, Swardi Aritonang menambahkan, selain telah melaporkan ke Tim Saber Pungli. Kasus ini juga telah berjalan di Pengadilan Jakarta Barat, ia membawahi sejumlah orang yang kecewa terhadap pengurusan Apartement Permata Surya.
"Kami dikenakan biaya untuk perpanjangan SHGB Induk dan biaya revitalisasi sebesar 18,9 juta/unit untuk tower yang 9 lantai dan 11,7 juta/unit untuk tower yang 4 lantai. Hal ini terus terang sangat memberatan kami. Kami juga diancam apabila tidak membayar maka fasilitas listrik dan air akan dimatikan, dan juga dikenakan denda berkali lipat," kata Johannes.
Meski sudah beberapa kali mencoba mediasi, namun Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) namun hal itu tak direspon.
Selain dugaan penggelembungan biaya SHGB Induk, sebagian warga APS 1 ini juga mengeluhkan tarif listrik yang terlalu mahal. Swardi mengatakan bahwa selama ini warga dikenakan tarif listrik sebesar Rp. 1.487/kwh yang harus dibayarkan setiap bulannya seperti yang tertera di dalam invoice dari PPPSRS.
Padahal berdasarkan invoice PLN kepada pihak PPPSRS, tarif listrik yang dikenakan hanya sebesar Rp. 1.035/kwh. "Dengan bukti inilah, maka kami menduga telah terjadi mark up tarif listrik sebesar kurang lebih Rp. 452,-/kwh. Belum lagi setiap bulannya warga juga masih dikenakan abodemen. Padahal aturan dari PLN sudah tidak ada abodemen," tambah Swardi yang mengatakan sidang akan dilanjutkan Kamis 25 April 2019.
Petugas Tim Saber Pungli, Esty Prayitno membenarkan laporan itu. Ia mengakui kasus ini tengah diselidiki. Tim khusus tengah bekerja. "Sudah diterima dan tengah diselidiki," ucap Esty.
Sikap sama juga diungkapkan Kasudin Perumahan dan Pemukiman Jakarta Barat, Suharyati yang mengaku telah menyelidiki kasus ini. Pemanggilan terhadap sejumlah PPPSRS, termasuk pengurus Apartement Permata Surya telah dilakukan.
"Pastinya penarikan SHGB itu tak boleh dilakukan pengurus. Yang punya kewenangan Developer, dan itu harus dilakukan diawal mendapatkan unitnya," tutupnya.
(mhd)