Usai Ditangkap, Mantan Wagub Bali Dijebloskan ke Rutan Polda Bali
A
A
A
DENPASAR - Mantan Wakil Gubernur (Wagub) Bali I Ketut Sudikerta akhirnya dijebloskan ke rumah tahanan (Rutan) Polda Bali setelah ditangkap di Bandara Ngurah Rai , Denpasar, Bali. Sudikerta resmi ditahan usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Bali.
"Yang bersangkutan (Sudikerta-red) resmi dilakukan penahanan," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hengky Widjaja ketika dikonfirmasi, Kamis (4/4/2019). (Baca Juga: Kasus Pencucian Uang, Mantan Wagub Bali Ditangkap di Bandara)
Mengenakan kemeja putih dan kacamata hitam, Sudikerta sempat memberi pernyataan saat digiring menuju ruang tahanan. "Saya bukan bermaksud kabur ke luar negeri, untuk apa kabur? Saya justru ingin tanggung jawab,” tepis Sudikerta.
Mantan Ketua DPD Partai Golkar Bali ini membantah akan kabur ke luar negeri, melainkan hanya ke Jakarta untuk menyelesaikan kasusnya dengan pihak Maspion Group.
Dia mengaku sebelumnya sudah mengajukan surat tentang penundaan pemeriksaan. ”Saya sudah mengajukan penundaan pemeriksaan ke polisi untuk menyelesaikan masalah, lalu kenapa saya ditahan?’’ kilah Sudikerta.
Sudikerta ditangkap saat berada di gate tiga terminal keberangkatan domestik sekitar pukul 14.19 Wita. Dia saat itu akan terbang ke Jakarta dan dikabarkan akan melanjutkan penerbangan ke Singapura.
Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana penipuan atau penggelapan dan atau menggunakan dokumen yang diduga palsu seolah-olah asli sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP atau pasal 372 KUHP dan atau pasal 263 ayat 2 KUHP.
Politisi yang kini juga maju sebagai Caleg DPR dari Partai Golkar ini juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU Momor 8 Tahun 2010. Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara denda paling banyak Rp10 milyar.
Kasus itu bermula pada 2013. Saat itu Sudikerta menawarkan dua obyek tanah di kawasan Jimbaran yang diklaim sebagai miliknya kepada pemilik Group Maspion Alim Markus. Belakangan diketahui, salah satu obyek tanah yang diakui milik Sudikerta tersebut rupanya merupakan milik Pura.
Sementara satu tanah lainnya sudah dijual ke perusahaan lainnya. Padahal dari dua obyek tanah yang ditawarkan itu, pihak Ali Markus telah menyetor uang sebesar Rp149 miliar.
"Yang bersangkutan (Sudikerta-red) resmi dilakukan penahanan," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Hengky Widjaja ketika dikonfirmasi, Kamis (4/4/2019). (Baca Juga: Kasus Pencucian Uang, Mantan Wagub Bali Ditangkap di Bandara)
Mengenakan kemeja putih dan kacamata hitam, Sudikerta sempat memberi pernyataan saat digiring menuju ruang tahanan. "Saya bukan bermaksud kabur ke luar negeri, untuk apa kabur? Saya justru ingin tanggung jawab,” tepis Sudikerta.
Mantan Ketua DPD Partai Golkar Bali ini membantah akan kabur ke luar negeri, melainkan hanya ke Jakarta untuk menyelesaikan kasusnya dengan pihak Maspion Group.
Dia mengaku sebelumnya sudah mengajukan surat tentang penundaan pemeriksaan. ”Saya sudah mengajukan penundaan pemeriksaan ke polisi untuk menyelesaikan masalah, lalu kenapa saya ditahan?’’ kilah Sudikerta.
Sudikerta ditangkap saat berada di gate tiga terminal keberangkatan domestik sekitar pukul 14.19 Wita. Dia saat itu akan terbang ke Jakarta dan dikabarkan akan melanjutkan penerbangan ke Singapura.
Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana penipuan atau penggelapan dan atau menggunakan dokumen yang diduga palsu seolah-olah asli sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP atau pasal 372 KUHP dan atau pasal 263 ayat 2 KUHP.
Politisi yang kini juga maju sebagai Caleg DPR dari Partai Golkar ini juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU Momor 8 Tahun 2010. Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara denda paling banyak Rp10 milyar.
Kasus itu bermula pada 2013. Saat itu Sudikerta menawarkan dua obyek tanah di kawasan Jimbaran yang diklaim sebagai miliknya kepada pemilik Group Maspion Alim Markus. Belakangan diketahui, salah satu obyek tanah yang diakui milik Sudikerta tersebut rupanya merupakan milik Pura.
Sementara satu tanah lainnya sudah dijual ke perusahaan lainnya. Padahal dari dua obyek tanah yang ditawarkan itu, pihak Ali Markus telah menyetor uang sebesar Rp149 miliar.
(rhs)