Cetak Prestasi, Negara Harus Kembali Masyarakatkan Olahraga
A
A
A
BANTUL - Pemerintah harus kembali mengampanyekan olahraga menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia. Dengan warga yang berbudaya olahraga, Indonesia akan kembali berpotensi besar mencetak prestasi-prestasi olahraga tingkat dunia.
Pernyataan tersebut dilontarkan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) saat puncak acara Peringatan Bulan Soeharto dengan kegiatan Patriot Run. Acara jalan sehat dan senam massal ini digelar di Museum Memorial HM Soeharto, Kemusuk, Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, DIY, Minggu 31 Maret 2019 pagi. “Hingga kapan pun semboyan di zaman Pak Harto, ‘Memasyarakatkan Olahraga dan mengolahragakan Masyarakat’ tetap sesuai dengan semangat zaman,” katanya.
Puncak Peringatan Bulan Pak Harto itu diikuti ribuan peserta. Tak hanya dari Bantul, warga kabupaten lain di DIY dan luar provinsi datang. Tak hanya berolahraga, warga pun bisa mengikuti acara bakti sosial, salah satunya pemeriksaan kesehatan gratis.
Titiek yakin dengan kembali memasyarakatkan olahraga maka olahraga akan menjadi gaya hidup masyarakat. Telah terbukti di berbagai belahan dunia, negara yang memiliki gaya hidup berolahraga sangat berpeluang mencetak prestasi-prestasi tingkat dunia.
Titiek mengingatkan kembali saratnya prestasi olahraga Indonesia di zaman Pak Harto. Hal itu tak lepas dari dorongan pemerintah saat itu yang mencanangkan Hari Olahraga Nasional mulai 9 September 1983. Saat itulah mulai bergaung semboyan ‘memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat’.
Tak tanggung-tanggung, demi mewujudkan gerakan nasional itu, Pak Harto merilis Keppres No 17/1984, yang memberikan ruang gerak sangat luas kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas olahraga. Pak Harto sangat memahami pentingnya olahraga demi meningkatkan kesehatan dan prestasi hidup. Di zaman Pak Harto itu, Indonesia memiliki senam massal, yakni Senam Pagi Indonesia (SPI) dan Senam Kesegaran Jasmani (SKJ), yang sangat populer di masyarakat.
Di saat olahraga menjadi bagian kehidupan warga itulah, Indonesia mencatat banyak prestasi di arena internasional. Saat itu atlet Indonesia mendominasi kancah olahraga Asia Tenggara. Sejak pertama kali Indonesia berpartisipasi dalam pesta olahraga dua tahunan SEA Games (yang sebelumnya bernama SEAP/Southeast Asian Peninsular Games) pada 1977, Indonesia selalu menempati posisi teratas perolehan medali.
Prestasi prestisius lainnya, antara lain Rudy Hartono menjadi juara termuda di All England (1968) dan memegang rekor delapan kali juara. Piala Thomas pun jadi langganan juara Indonesia dari 1970-1990.
Tak hanya itu, Indonesia untuk kali pertama memperoleh medali di ajang Olimpiade, tiga Srikandi mendapatkan perak panahan di Seoul 1988. Selain itu, pada Olimpiade Barcelona 1992, Susy Susanti (tunggal putri) dan Alan Budikusuma (tunggal putra), medali emas bulutangkis bisa direbut. Wajar bila berkat jasa besar dalam pembinaan olahraga di tingkat Asia itu, Pak Harto mendapat penghargaan dari Dewan Olahraga Asia (OCA).
Pernyataan tersebut dilontarkan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) saat puncak acara Peringatan Bulan Soeharto dengan kegiatan Patriot Run. Acara jalan sehat dan senam massal ini digelar di Museum Memorial HM Soeharto, Kemusuk, Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, DIY, Minggu 31 Maret 2019 pagi. “Hingga kapan pun semboyan di zaman Pak Harto, ‘Memasyarakatkan Olahraga dan mengolahragakan Masyarakat’ tetap sesuai dengan semangat zaman,” katanya.
Puncak Peringatan Bulan Pak Harto itu diikuti ribuan peserta. Tak hanya dari Bantul, warga kabupaten lain di DIY dan luar provinsi datang. Tak hanya berolahraga, warga pun bisa mengikuti acara bakti sosial, salah satunya pemeriksaan kesehatan gratis.
Titiek yakin dengan kembali memasyarakatkan olahraga maka olahraga akan menjadi gaya hidup masyarakat. Telah terbukti di berbagai belahan dunia, negara yang memiliki gaya hidup berolahraga sangat berpeluang mencetak prestasi-prestasi tingkat dunia.
Titiek mengingatkan kembali saratnya prestasi olahraga Indonesia di zaman Pak Harto. Hal itu tak lepas dari dorongan pemerintah saat itu yang mencanangkan Hari Olahraga Nasional mulai 9 September 1983. Saat itulah mulai bergaung semboyan ‘memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat’.
Tak tanggung-tanggung, demi mewujudkan gerakan nasional itu, Pak Harto merilis Keppres No 17/1984, yang memberikan ruang gerak sangat luas kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas olahraga. Pak Harto sangat memahami pentingnya olahraga demi meningkatkan kesehatan dan prestasi hidup. Di zaman Pak Harto itu, Indonesia memiliki senam massal, yakni Senam Pagi Indonesia (SPI) dan Senam Kesegaran Jasmani (SKJ), yang sangat populer di masyarakat.
Di saat olahraga menjadi bagian kehidupan warga itulah, Indonesia mencatat banyak prestasi di arena internasional. Saat itu atlet Indonesia mendominasi kancah olahraga Asia Tenggara. Sejak pertama kali Indonesia berpartisipasi dalam pesta olahraga dua tahunan SEA Games (yang sebelumnya bernama SEAP/Southeast Asian Peninsular Games) pada 1977, Indonesia selalu menempati posisi teratas perolehan medali.
Prestasi prestisius lainnya, antara lain Rudy Hartono menjadi juara termuda di All England (1968) dan memegang rekor delapan kali juara. Piala Thomas pun jadi langganan juara Indonesia dari 1970-1990.
Tak hanya itu, Indonesia untuk kali pertama memperoleh medali di ajang Olimpiade, tiga Srikandi mendapatkan perak panahan di Seoul 1988. Selain itu, pada Olimpiade Barcelona 1992, Susy Susanti (tunggal putri) dan Alan Budikusuma (tunggal putra), medali emas bulutangkis bisa direbut. Wajar bila berkat jasa besar dalam pembinaan olahraga di tingkat Asia itu, Pak Harto mendapat penghargaan dari Dewan Olahraga Asia (OCA).
(poe)