Aksi Kubur Diri Warnai Demo Warga Tolak Tambang di Pulau Wawonii
A
A
A
KENDARI - Aksi kubur diri dan hujan air mata mewarnai aksi unjuk rasa ratusan ibu rumah tangga dan warga Pulau Wawonii yang menolak kehadiran perusahaan tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan. Dalam unjuk rasa ini terjadi aksi saling dorong karena massa hendak menerobos barisan barikade polisi pamong praja yang menjaga di pintu masuk kantor Gubernur Sulawesi Tenggara.
Begitu tiba di kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, ratusan warga Pulau Wawonii langsung menerobos barikade polisi pamong praja. Saling dorongpun tidak terhindarkan di halaman pintu masuk kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, Senin (4/3/2019).
Kemarahan warga yang berdemo kian memuncak, saat salah satu perwakilan pejabat pemerintah provinsi tidak mampu mengambil sikap. Akhirnya pejabat tersebut diusir dan disuruh turun dari podium. Tak berselang lama kelompok tani memperagakan aksi teatrikal dan kubur diri menggambarkan kekejaman masuknya 13 perusahaan tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan.
Isak tangispun pecah hingga para ibu rumah tangga tak kuasa menahar air mata. Dampak terparah aktivitas tambang saat ini menimbulkan konflik sosial dengan destripsi masyarakat tewas kelaparan akibat tidak adanya lagi mata pencaharian para petani, nelayan, dan pelaku usaha pariwisata.
Dalam tuntutannya warga Pulau Wawonii meminta Gubernur Sulawesi Tenggara mencabut 13 izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di Kabupaten Konawe Kepulauan. Apalagi beberapa perusahaan tambang telah melakukan eksplorasi pertambangan ore nikel.
Tidak hanya itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 27/2007 yang direvisi ke Undang-Undang Nomor 1/2014 tentang Kawasan Pesisir dan Luas Kawasan atau Wilayah Pertambangan yang dapat diolah harus di atas 2.000 hektare persegi. Namun, pemerintah seolah memaksakan masuknya perusahaan tambang ke Pulau Wawonii yang luas wilayahnya hanya 1.800 kilometer persegi.
Begitu tiba di kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, ratusan warga Pulau Wawonii langsung menerobos barikade polisi pamong praja. Saling dorongpun tidak terhindarkan di halaman pintu masuk kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, Senin (4/3/2019).
Kemarahan warga yang berdemo kian memuncak, saat salah satu perwakilan pejabat pemerintah provinsi tidak mampu mengambil sikap. Akhirnya pejabat tersebut diusir dan disuruh turun dari podium. Tak berselang lama kelompok tani memperagakan aksi teatrikal dan kubur diri menggambarkan kekejaman masuknya 13 perusahaan tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan.
Isak tangispun pecah hingga para ibu rumah tangga tak kuasa menahar air mata. Dampak terparah aktivitas tambang saat ini menimbulkan konflik sosial dengan destripsi masyarakat tewas kelaparan akibat tidak adanya lagi mata pencaharian para petani, nelayan, dan pelaku usaha pariwisata.
Dalam tuntutannya warga Pulau Wawonii meminta Gubernur Sulawesi Tenggara mencabut 13 izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di Kabupaten Konawe Kepulauan. Apalagi beberapa perusahaan tambang telah melakukan eksplorasi pertambangan ore nikel.
Tidak hanya itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 27/2007 yang direvisi ke Undang-Undang Nomor 1/2014 tentang Kawasan Pesisir dan Luas Kawasan atau Wilayah Pertambangan yang dapat diolah harus di atas 2.000 hektare persegi. Namun, pemerintah seolah memaksakan masuknya perusahaan tambang ke Pulau Wawonii yang luas wilayahnya hanya 1.800 kilometer persegi.
(wib)