Sebulan Diresmikan, Pengadilan Agama Ini Tangani 299 Kasus Perceraian
A
A
A
PADALARANG - Sebanyak 299 kasus perceraian sudah ditangani Pengadilan Agama (PA) Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Padahal Pengadilan Agama ini baru diresmikan oleh Bupati KBB, Aa Umbara Sutisna pada 5 November 2018.
"Sampai saat ini sudah ada 374 perkara masuk, tapi belum termasuk yang hari ini karena masih direkap. Hampir 80% atau sekitar 299 perkara berkaitan dengan kasus perceraian yang berakhir dengan perpisahan," kata Humas Pengadilan Agama Ngamprah, KBB, Ahmad Hodri saat ditemui di kantornya, Senin (17/12/2018).
Ahmad Hodri menambahkan, hanya satu kasus dari 299 perkara perceraian yang berhasil dimediasi berujung rujuk setelah pasangan suami istri mengurungkan niatnya untuk bercerai. Dia menilai, faktor pendidikan sangat berpengaruh dalam perkara perceraian.
Faktanya, pasutri yang tidak jadi bercerai itu merupakan lulusan sarjana, sehingga mau diajak komunikasi dan mau mempertimbangkan berbagai hal demi kebaikan ke depannya. Berbeda dengan pasutri yang berpendidikan rendah, mereka cenderung mengedepankan emosi sehingga upaya mediasi selalu berakhir gagal.
"Kebanyakan kasus perceraian ini menimpa warga selatan KBB dan yang dominan penggugatnya adalah perempuan. Penyebabnya sebagian besar karena faktor ekonomi, sekitar 15-20% dipicu perselingkuhan atau adanya pihak ketiga," sebutnya.
"Sampai saat ini sudah ada 374 perkara masuk, tapi belum termasuk yang hari ini karena masih direkap. Hampir 80% atau sekitar 299 perkara berkaitan dengan kasus perceraian yang berakhir dengan perpisahan," kata Humas Pengadilan Agama Ngamprah, KBB, Ahmad Hodri saat ditemui di kantornya, Senin (17/12/2018).
Ahmad Hodri menambahkan, hanya satu kasus dari 299 perkara perceraian yang berhasil dimediasi berujung rujuk setelah pasangan suami istri mengurungkan niatnya untuk bercerai. Dia menilai, faktor pendidikan sangat berpengaruh dalam perkara perceraian.
Faktanya, pasutri yang tidak jadi bercerai itu merupakan lulusan sarjana, sehingga mau diajak komunikasi dan mau mempertimbangkan berbagai hal demi kebaikan ke depannya. Berbeda dengan pasutri yang berpendidikan rendah, mereka cenderung mengedepankan emosi sehingga upaya mediasi selalu berakhir gagal.
"Kebanyakan kasus perceraian ini menimpa warga selatan KBB dan yang dominan penggugatnya adalah perempuan. Penyebabnya sebagian besar karena faktor ekonomi, sekitar 15-20% dipicu perselingkuhan atau adanya pihak ketiga," sebutnya.
(wib)