Warkop Makju Lokasinya Nyelempit, Rasa Kopinya Legit Asli Gresik
A
A
A
GRESIK - Kota seribu wali, Gresik, memang identik dengan warung kopi atau warkop. Nah ada satu warkop yang begitu dikenal pecinta kopi, yakni Warkop Makju.
Warkop Maju sudah lama ada dan sudah begitu dikenal. Warkop ini satu di antara seribu warkop yang beda dan perlu dicoba. Nah, selepas dari sebuah kegiatan di Desa Randuboto, Kecamatan Sidayu, Gresik, dalam benak ada rasa penasaran. Ya, penasaran mampir ke Warkop Makju.
Setiap melintas di Jembatan Ngawen, saat ke Gresik Utara, selalu ada pandangan ganjil. Motor diparkir berjejar. Jumlahnya puluhan. Parkir berada tepi Jalan Raya Sidayu, atau Jalan Deandles.
Pemilik motornya tidak kelihatan. Yang terlihat hanya atap genting sebuah rumah. Atapnya pun ternyata tingginya se-badan jalan. Praktis, terlihat seperti motor tanpa pemilik. “Itu dibawah, nyelempit (tersembunyi), ada warkop. Warkopnya bernama Makju,” ujar Ismail (35), Warga Dusun Petiyyin, Wadeng, Kecamatan Sidayu.
Ismail bercerita, dulu tidak ada plang tulisan “Makju Cafe”. Makanya, yang terlihat hanya motor tanpa pemilik. “Baru kalau didekati, di baliknya ada banyak orang yang duduk santai sambil nyeruput kopi yang nikmat,” ujar Ismail.
Ya, memang di balik badan jalan peninggalan penjajah Belanda, Jalan Raya Deandles ada warung. Kecil, hanya ukuran 2,5 meter kali 3 meter. Dindingnya dari anyaman bambu.Di samping kiri, tepatnya di bawah rerimbunan pohon bambu ada amben, tempat duduk dari bambu. Juga di belakang ada dua amben.
Sedangkan di dalam warung, hanya disedikan tempat duduk dampar, tempat duduk dari kayu jati yang memanjang. Cukup sederhana. Tidak jualan munuman cepat saji. Hanya terlihat nasi bungkus. Jajanan dari pisang dan tempe maupun tahu goreng. Dan menu utamanya, kopi. Kopi ala Makju.
Warkop Makju ini juga pas banget buat karyawan yang lagi suntuk. Anda bisa melepaskan rasa suntuk dengan menikmati kopi di sini. Jangan salah, ternyata di warkop ini dijadikan beberapa mahasiswa sebagai tempat menyelesikan tugas atau skripsi sambil menyeruput kopi.
Makju adalah generasi pertama. Warga asli Desa Ngawen, Kecamatan Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Dan, saat ini sudah generasi kedua. Pelanjut estafet Makju adalah Neng Nur. “Warung Kopi Makju ada sejak saya masih kecil,” celetuk Neng Nur saat ditanya muasal Warkop Makju.
Warkop Makju memang melegenda di kalangan pecinta kopi di Gresik Utara. Termasuk warga Kota Gresik pun ikut dibuat ketagihan. Sampai-sampai kalau ke Pantura tidak lengkap tanpa nyeruput kopi Makju.“Beda rasanya. Lebih legit. Ada pahit dan gurihnya,” aku Sulanam (32) warga Jalan Usman Sadar Kelurahan Sukorame, Kecamatan Gresik.
Rasa pahit bercampur gurih itulah yang yang membuat beda dengan kopi lainnya. Apalagi, satu cangkir dipenuhi bubuk kopi. Sehingga cukup terasa rasanya. Neng Nur (45) menyebut, bila adonan kopi yang dijual Warkop Makju ada kopi halus. Caranya, kopi penuh secangkir disaring dan tersisa air kopinya.
Menurut Neng Nur warung kopi awalnya dibuat oleh Makju, yang tak lain merupakan ibu kandung dari Neng Nur. “Wes onok ketika mbiyen. Ket aku sek cilik. Warung iki wes onok,” kata perempuan asal Ngawen dengan logat khas Gresik.
Warung kopi yang sampingnya tambak-tambak ini selalu ramai. Mulai anak muda hingga orang dewasa. Bukanya tiap hari mulai pagi sampai sore. Kecuali hari Jum’at tutup.
“Kopi halus yang paling banyak diminati. Tapi banyak juga yang minta kopi kasar,” ujar Neng Nur. Harganya pun cukup bersahabat, Rp3.000 per cangkir.
Warkop Makju tak hanya menjual kopi adukan. Namun, menjual bubuk kopi seberat setengah kilogram dengan harga Rp60.000. Sayangnya Neng Nur tidak menyebut berapa kilogram kopi yang dihabiskan setiap harinya. Hanya menyebut buka warko mulai pukul 05.00 WIB dan tutup pukul 17.00 WIB.
“Pokoknya kami tidak buka cabang. Tapi kami melayani pembelian bubuk kopi,” akunya sambil senyum.
Warkop Maju sudah lama ada dan sudah begitu dikenal. Warkop ini satu di antara seribu warkop yang beda dan perlu dicoba. Nah, selepas dari sebuah kegiatan di Desa Randuboto, Kecamatan Sidayu, Gresik, dalam benak ada rasa penasaran. Ya, penasaran mampir ke Warkop Makju.
Setiap melintas di Jembatan Ngawen, saat ke Gresik Utara, selalu ada pandangan ganjil. Motor diparkir berjejar. Jumlahnya puluhan. Parkir berada tepi Jalan Raya Sidayu, atau Jalan Deandles.
Pemilik motornya tidak kelihatan. Yang terlihat hanya atap genting sebuah rumah. Atapnya pun ternyata tingginya se-badan jalan. Praktis, terlihat seperti motor tanpa pemilik. “Itu dibawah, nyelempit (tersembunyi), ada warkop. Warkopnya bernama Makju,” ujar Ismail (35), Warga Dusun Petiyyin, Wadeng, Kecamatan Sidayu.
Ismail bercerita, dulu tidak ada plang tulisan “Makju Cafe”. Makanya, yang terlihat hanya motor tanpa pemilik. “Baru kalau didekati, di baliknya ada banyak orang yang duduk santai sambil nyeruput kopi yang nikmat,” ujar Ismail.
Ya, memang di balik badan jalan peninggalan penjajah Belanda, Jalan Raya Deandles ada warung. Kecil, hanya ukuran 2,5 meter kali 3 meter. Dindingnya dari anyaman bambu.Di samping kiri, tepatnya di bawah rerimbunan pohon bambu ada amben, tempat duduk dari bambu. Juga di belakang ada dua amben.
Sedangkan di dalam warung, hanya disedikan tempat duduk dampar, tempat duduk dari kayu jati yang memanjang. Cukup sederhana. Tidak jualan munuman cepat saji. Hanya terlihat nasi bungkus. Jajanan dari pisang dan tempe maupun tahu goreng. Dan menu utamanya, kopi. Kopi ala Makju.
Warkop Makju ini juga pas banget buat karyawan yang lagi suntuk. Anda bisa melepaskan rasa suntuk dengan menikmati kopi di sini. Jangan salah, ternyata di warkop ini dijadikan beberapa mahasiswa sebagai tempat menyelesikan tugas atau skripsi sambil menyeruput kopi.
Makju adalah generasi pertama. Warga asli Desa Ngawen, Kecamatan Sidayu, Gresik, Jawa Timur. Dan, saat ini sudah generasi kedua. Pelanjut estafet Makju adalah Neng Nur. “Warung Kopi Makju ada sejak saya masih kecil,” celetuk Neng Nur saat ditanya muasal Warkop Makju.
Warkop Makju memang melegenda di kalangan pecinta kopi di Gresik Utara. Termasuk warga Kota Gresik pun ikut dibuat ketagihan. Sampai-sampai kalau ke Pantura tidak lengkap tanpa nyeruput kopi Makju.“Beda rasanya. Lebih legit. Ada pahit dan gurihnya,” aku Sulanam (32) warga Jalan Usman Sadar Kelurahan Sukorame, Kecamatan Gresik.
Rasa pahit bercampur gurih itulah yang yang membuat beda dengan kopi lainnya. Apalagi, satu cangkir dipenuhi bubuk kopi. Sehingga cukup terasa rasanya. Neng Nur (45) menyebut, bila adonan kopi yang dijual Warkop Makju ada kopi halus. Caranya, kopi penuh secangkir disaring dan tersisa air kopinya.
Menurut Neng Nur warung kopi awalnya dibuat oleh Makju, yang tak lain merupakan ibu kandung dari Neng Nur. “Wes onok ketika mbiyen. Ket aku sek cilik. Warung iki wes onok,” kata perempuan asal Ngawen dengan logat khas Gresik.
Warung kopi yang sampingnya tambak-tambak ini selalu ramai. Mulai anak muda hingga orang dewasa. Bukanya tiap hari mulai pagi sampai sore. Kecuali hari Jum’at tutup.
“Kopi halus yang paling banyak diminati. Tapi banyak juga yang minta kopi kasar,” ujar Neng Nur. Harganya pun cukup bersahabat, Rp3.000 per cangkir.
Warkop Makju tak hanya menjual kopi adukan. Namun, menjual bubuk kopi seberat setengah kilogram dengan harga Rp60.000. Sayangnya Neng Nur tidak menyebut berapa kilogram kopi yang dihabiskan setiap harinya. Hanya menyebut buka warko mulai pukul 05.00 WIB dan tutup pukul 17.00 WIB.
“Pokoknya kami tidak buka cabang. Tapi kami melayani pembelian bubuk kopi,” akunya sambil senyum.
(vhs)